Langsung ke konten utama

Kenali Dirimu, Lejitkan Prestasimu

Woks

Pakar Psikologi mengatakan bahwa sejak dilahirkan manusia membawa potensinya masing-masing. Seperti menurut pepatah bijak Inggris, "Everyone born to be genius", setiap orang dilahirkan dengan potensi dan kecerdasan luar biasa. Potensi tersebut dapat berkembang seiring dengan diasahnya minat dan bakat. Sehingga secara dasar manusia bisa menjadi apapun. Dalam bahasa agama fitrah lebih suci dibanding hanya sekedar sesuatu yang bersifat materil.

Mengenali diri sendiri sejak lahir sangat penting bagi orang tua. Selanjutnya peran guru pun sama, menggali setiap potensi anak didiknya. Bukan malah mengkelas-kelaskan mereka. Di sinilah pentingnya menggali potensi anak sesuai dengan kecintaanya pada sesuatu. Peran orang tua dan guru hanya sekedar mengarahkan, tidak lebih. Jangan membuat potensi cemerlang anak menjadi tumpul karena ambivalensi orang tua. Jadi mulai sekarang kita harus menjadi orang tua yang bijak bagi mereka.

Setiap anak memiliki kecerdasanya masing-masing. Mereka tidak ada yang dikatakan bodoh. Jika hal itu masih terjadi, maka segerlah hentikan. Stop penghakiman itu, sebab anak-anak masih dalam taraf proses transisi layaknya remaja yang mencari identitas. Profesor Howard Gardner dari Universitas Harvard telah mengembangkan model kecerdasan yang disebut multiple intelligence dari Jean Paul Piaget tentang perkembangan kognitif. Menurut Howard seseorang telah mewarisi 9 kecerdasan diantaranya; kecerdasan bahasa (linguistik), kecerdasan matematis logis, kecerdasan ruang (spatial), kecerdasan kinestetik, kecerdasan musikal, kecerdasan interpersonal (rasa kepada orang lain), kecerdasan intrapersonal (rasa diri sendiri), kecerdasan natural (alam) dan kecerdasan eksistensial.

Maka dari itu sesungguhnya Howard mengajak kita untuk sadar bahwa potensi seseorang bisa darimana saja. Sesuai dengan sumur mana yang ia keluarkan airnya. Inilah pentingnya mengenali potensi diri sendiri karena maqola Arab berkata, "Halakam ruu’un man lam ya’rif qadrahu”, Celakalah seseorang yang tidak mengetahui kemampuan jati dirinya!. Berdasar maqola itu jangan sampai kita seperti singa bersuara domba.

Jika cerdas selalu berkorelasi dengan prestasi maka sesungguhnya pintar saja tidak cukup. Sehingga masih banyak faktor lain yang menunjang kesuksesan diri sendiri. Jikalau sukses adalah saat peluang bertemu dengan persiapan. Maka, tidak mungkin Anda akan sukses apabila hanya menunggu kesempatan itu datang, tanpa mempersiapkan diri sebaik-baiknya. Persiapan sejak dini ibarat menanam. Penting sekali persiapan tersebut. Karena kita harus percaya bahwa apa yang kita tanam, itu pula yang akan kita panen.

Meminjam istilah Gus Ainur Rofiq al Amin Tambakberas mengutip dari Prof Abdul Munir Mulkhan tentang istilah "mletik". Ungkapan mletik itu merupakan dorongan semangat khususnya untuk para pemuda jangan takut untuk berkarya, selain untuk terus optimis. Mletik juga bisa diartikan sebagai loncatan kuantum. Pemuda diharapkan untuk terus memompa semangat agar terus terbang tinggi sesuai potensinya. Mengenali diri harus segera dilakukan sejak dini sebelum negara api (malas, pesimis, menyerah, no aksi dll) menyerang.

Ada potensi yang lebih tinggi dari yang sudah dipaparkan yaitu potensi mahluk untuk mengetahui Tuhanya. Potensi inilah yang lebih tinggi dari apapun. Term sufi berkata, "mann arafa nafsahu faqod arofa rabbahu" siapa yang mampu mengenali dirinya maka ia mampu mengenali Tuhanya. Semua hal yang telah telah kita ketahui itu sesungguhnya harus terus digali sampai mati. Jangan ada kata belajar itu ada batasanya. Walau semua pasti ada ujungnya Tuhan menyarankan kepada kita bukan untuk sukses tapi, untuk berjuang tiada henti. Mari kita kenali kembali siapa diri kita?
*Disampaikan pada diskusi Aliansi Mahasiswa Jawa Barat. DPR, 24/11/19.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun...