Woko Utoro
Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah".
Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur.
Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Walaupun belum ada data pasti yang jelas peziarah bocil mengalami kenaikan secara kuantitas. Terutama saat liburan, berwisata religi (kuburan) menjadi alternatif selain berwisata hiburan.
Saya tentu sangat senang dengan fenomena ziarah bocil tersebut. Pasalnya seperti kita tahu tradisi ziarah di Indonesia masih sering mengalami stigma negatif oleh kalangan sebelah. Maka dari itu peziarah bocil ini menjadi semacam kaderisasi sejak dini agar tradisi ini tetap hidup. Bahkan tradisi ziarah harus menjadi kebutuhan karena bagian dari wisata spiritual. Bahwa ziarah itu artinya mengunjungi atau sebuah upaya mengingat kematian, meneladani ajaran dan meneruskan perjuangan.
Sekali lagi ziarah bocil menjadi pilihan jika orang tua ingin memasukkan anaknya ke lembaga pendidikan. Pasalnya ada guyonan jangan masukan anak ke lembaga pendidikan yang anti Pancasila, tidak ada upacara bendera dan alergi terhadap tahlil dan ziarah kubur. Maka dari itu yang faham soal ini hanya kita di kalangan Nahdliyyin. 'Selamat berziarah bocil ff. Kamu harus tahu bahwa mbah-mbah mu telah berjuang hingga berkalang tanah tapi wanginya semerbak hingga ke surga'.[]
the woks institute l rumah peradaban 10/1/25
Komentar
Posting Komentar