Langsung ke konten utama

Wasathiyah: Pengawet Alami Peradaban




Woko Utoro 

Salah satu pekerjaan tersulit adalah menjadi manusia tengah-tengah. Saking sulitnya wasathiyah ini bukan sekadar posisi di tengah melainkan seimbang dengan kanan dan kiri. Keseimbangan itulah yang melahirkan keadilan untuk tidak membedakan posisi manapun. Maka pantas dalam Al Qur'an jika tidak mampu berbuat adil jangan berani-berani beristri dua apalagi empat.

Sikap wasathiyah ini sangat perlu terus dihidupkan. Lebih lagi harus jadi pedoman hidup di masyarakat. Menurut Gus Ulil Abshar Abdalla, mengutip dawuh Imam Syatibi bahwa sikap tengah-tengah adalah titah ulama. Bahkan Allah SWT berfirman jika umat Nabi Muhammad SAW harus berada di tengah-tengah. Jika ada ulama yang mengajak keluar jalur moderat maka tugas ulama lain harus mengajaknya kembali.

Sikap wasathiyah atau moderat ini sangat penting yaitu agar orang tidak terkena fanatisme. Juga agar tidak menjadi ekstrim kanan maupun kiri. Kata Nabi Muhammad SAW wasathiyah ibarat gunung yang berada di antara dua sungai. Jadi saking pentingnya wasathiyah jangan sampai umat terpecah belah karena perbedaan. Jika orang meninggalkan tengah-tengah maka mereka akan hancur dan dikubur oleh sejarah.

Kita bisa lihat sekte dalam akidah di Islam yang ekstrim kanan maupun kiri faktanya tidak kuat bertahan hingga kini. Dulu di Indonesia pun demikian garis kiri ada PKI dan garis kanan ada DI/TII, NII nyatanya juga bubar. Tapi berbeda dengan yang di tengah-tengah pastinya masih kuat bertahan hingga kini.

Kata Gus Ulil Abshar Abdalla, soal polemik nasab misalnya harusnya dihindari. Karena bagi yang pro bisa bahaya dan bagi yang anti juga bahaya. Sebab mereka menjauh dari rel tengah-tengah. Jika sudah demikian lantas apalagi yang akan kita lihat selain perpecahan akibat gesekan. Padahal manhaj Ahlussunah wal Jama'ah bisa bertahan hingga kini tak lain karena terus memegang erat sikap wasathiyah, moderat, di tengah-tengah.[]

the woks institute l rumah peradaban 19/1/25

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Zakat Sebagai Sarana Ritual dan Kesehatan

Woks Secara bahasa zakat berarti suci, berkembang, dan berkah. Dalam istilah fikih zakat berarti harta yang wajib dikeluarkan dari kepemilikan orang-orang kaya untuk disampaikan kepada yang berhak menerimanya dengan aturan syariat. Dalam agama apapun zakat telah disyariatkan walaupun cara dan subjek wajib zakatnya sedikit berbeda. (Syahruddin, 2014:73) Sebagaimana yang tercatat dalam sejarah, zakat baru disyariatkan pada tahun kedua Hijriyah walau dalam al Qur'an telah dijelaskan sebelum Islam datang, umat-umat terdahulu juga telah mengenal zakat. Setiap Nabi memiliki cara zakatnya tersendiri seperti zaman Nabi Musa yang memerintahkan menzakati hewan ternak seperti unta, kambing dan lembu. Bahkan Nabi Musa juga pernah meminta agar Qorun mengeluarkan zakatnya. Zaman Nabi Isa pun tak jauh berbeda yaitu meminta orang-orang yang kaya untuk mengeluarkan zakatnya kepada yang miskin. Saat ini kita masih mengikuti syariat zakat yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw dengan penje...