Langsung ke konten utama

Menziarahi Kata-kata




Woko Utoro 

Aku pernah bertanya pada seorang teman kemana puisi mu pergi. Mengapa hingga malam bahkan tahun berganti ia tak kunjung kembali. Aku hanya ingin memastikan saja puisi itu baik-baik saja. Ataukah pertanyaan ku tidak tepat bahwa puisinya telah menjelma perahu kertas yang menjelajah ke luar pulau. Atau puisinya menjelma burung dan terbang ke setiap reranting hati nan luka.

Jika demikian tentu aku sangat senang bahwa kecintaan nya pada puisi tak pernah padam. Kesukaan nya di dunia menulis tak tergantikan oleh apapun. Yang menurut hemat ku dia akan berubah mungkin karena masalah hidup masih menghinggapinya. Aku yakin dia dan diriku sendiri bisa melewati jika pun badai kehidupan selalu menghadang silih berganti. Salah satu badai itu adalah ketakutan, kecemasan dan kekecewaan yang timbul akibat percikan gejolak batin. Maklum saja manusia tuna asmara seperti kita selalu kesulitan memahami wanita.

Singkat kisah teman ku pergi jauh untuk waktu yang lama. Aku tanya lagi bagaimana tulisan mu. Sudah berganti tahun tak juga jemu. Apakah ia tak mau lagi menghibur ibu yang tengah kesepian. Atau sudah enggan mengiringi bapak dan nyanyiannya. Teman ku pun lebih banyak terdiam. Ia lebih sering merenung dan menyendiri. Aku pun mulai khawatir ada apa gerangan. Setelah sekian lama tak ada jawaban aku mencoba berkabar lewat doa.

Aku pun mendapat jawaban bahwa kata-katanya tengah beristirahat dalam waktu lama. Tapi ia justru bersedih ketika aku tahu puisi itu tak lagi jadi cermin untuk memantulkan keindahan. Puisinya tak lagi jadi jendela yang mengetahui kondisi batin. Dan ia pun hanya bisa pasrah dan berdoa, beristirahat lah kata-kata. Di pusara ini esok, cepat atau lambat aku dan engkau akan berziarah. Engkau tidak mati. Engkau hanya pulang dan esok pasti kembali. Puisi itu adalah Engkau. Dan Engkau tidak kemana-mana. Engkau abadi di hati ini.[]

the woks institute l rumah peradaban 4/1/25

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Zakat Sebagai Sarana Ritual dan Kesehatan

Woks Secara bahasa zakat berarti suci, berkembang, dan berkah. Dalam istilah fikih zakat berarti harta yang wajib dikeluarkan dari kepemilikan orang-orang kaya untuk disampaikan kepada yang berhak menerimanya dengan aturan syariat. Dalam agama apapun zakat telah disyariatkan walaupun cara dan subjek wajib zakatnya sedikit berbeda. (Syahruddin, 2014:73) Sebagaimana yang tercatat dalam sejarah, zakat baru disyariatkan pada tahun kedua Hijriyah walau dalam al Qur'an telah dijelaskan sebelum Islam datang, umat-umat terdahulu juga telah mengenal zakat. Setiap Nabi memiliki cara zakatnya tersendiri seperti zaman Nabi Musa yang memerintahkan menzakati hewan ternak seperti unta, kambing dan lembu. Bahkan Nabi Musa juga pernah meminta agar Qorun mengeluarkan zakatnya. Zaman Nabi Isa pun tak jauh berbeda yaitu meminta orang-orang yang kaya untuk mengeluarkan zakatnya kepada yang miskin. Saat ini kita masih mengikuti syariat zakat yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw dengan penje...