Saya buka tulisan ini dengan sebuah puisi atau sebenarnya merupakan lirik lagu judulnya sama seperti di atas.
Mencari Tempat Menangis
Aku datang di Minggu pagi
Menuju rumah keabadian
Semburat senyum hadir mencerah
Mengobati luka menganga
Di pusara mu aku bersimpuh
menumpahkan air mata
Rasa sakit di dalam dada
Hilang sudah muaranya
Cahaya di atas cahaya
Datang memeluk dengan lembut
Aku terdiam seribu bahasa
Tapi lega rasanya
Kini hidup telah berganti
Menajamkan pikir dan hati
Esok aku akan berjanji
Hilanglah sudah benci
Jombang, 5/1/25
Puisi tersebut saya buat saat di kereta perjalanan Sumbergempol sampai Kertosono. Puisi tersebut saya buat spontan saja tanpa perenungan khusus. Yang jelas puisi itu dibuat bukan berdasarkan pikiran melainkan suasana hati. Jika anda membaca puisi tersebut nampaknya akan paham apa makna yang terkandung dari sanubari penulis.
Lewat puisi itu saya hanya ingin bilang bahwa laki-laki itu boleh menangis. Laki-laki menangis itu memiliki memiliki cara kreatif tersendiri yang berbeda dengan perempuan. Lewat puisi itu juga saya menggugat tradisi parenting orang tua yang melarang anak laki-laki menangis.
Rerata ketika anak laki-laki menangis misalnya karena terjatuh atau dipukul temannya orang tua langsung bilang, "Cup cup, sudah laki-laki ndak boleh nangis, ndak boleh cengeng. Laki-laki harus kuat" atau "Sudah-sudah ndak boleh nangis, laki-laki kok nangis, malu itu dilihat orang" dll. Seolah-olah dari kata-kata itu menyiratkan makna jika laki-laki menangis tidak dianggap maskulin. Atau jika laki-laki menangis seolah lebih ke feminim bahkan cenderung gemulai.
Saya sendiri tidak tahu sejak kapan kalimat yang mendiskreditkan tangis pada laki-laki berkembang di masyarakat. Padahal secara psikologis dan medis menangis itu penting sebagai kontrol emosi. Bahkan dalam hadits juga dikatakan jika tertawa justru menjadikan hati keras sedangkan tangis membuat orang ingat Tuhan.
Perempuan itu identik dengan menangis karena kontrol emosi pada perasaan. Perempuan bisa menangis kapanpun, di mana pun dan karena apapun. Bahkan efek nonton Drakor yang berkisah sedih perempuan bisa ikut hanyut dalam tangis. Berbeda dengan laki-laki yang separuh hidupnya didominasi oleh logika soal tangis itu mahal harganya.
Laki-laki akan menangisi sesuatu yang menurutnya perlu. Itupun air matanya akan tumpah tidak disembarang tempat. Bahkan tangis laki-laki cenderung tersembunyi. Jika pun di muka umum laki-laki pasti menangis dengan terpaksa. Inilah yang terjadi karena tradisi parenting kita bahwa sejak kecil orang tua mengatakan bahwa laki-laki tidak cocok menangis.
Padahal sekali lagi menangis itu bukan urusan perempuan atau lelaki. Tapi ada urusan lain berkaitan batiniah. Bahkan dalam aspek mental dan medis menangis itu sarana menyalurkan emosi. Atau ada racun dalam tubuh yang hanya bisa dikeluarkan lewat menangis bukan keringat apalagi feses. Jadi jika ada laki-laki menangis jangan kutuk mereka sebagai mahluk lemah. Justru di saat laki-laki diam kita akan tahu di mana kekuatannya. Laki-laki hanya perlu sendiri dan memang itulah cara mendengarkan batinnya yang terdalam.[]
the woks institute l rumah peradaban 7/1/25
Komentar
Posting Komentar