Langsung ke konten utama

Wasilah Perjalanan : Aku Tetap Bertahan





Woko Utoro

Jika anda membaca tulisan saya sebelumnya berjudul, "Mencari Tempat Menangis" maka akan tahu bahwa ada sesuatu yang bersifat batin. Sedangkan kata-kata yang dirangkai tidak bisa mewakili semua perasaan. Tapi melalui puisi kecil itu saya berkisah tentang perjalanan sederhana dari Tulungagung menuju Jombang.

Awalnya ketika Haul Gus Dur ke-15 sebenarnya saya ingin ke sana. Akan tetapi karena beberapa hal akhirnya saya mengurungkan niat. Hingga tibalah momen itu pada tanggal 5 Januari 2025 atau tepat di hari Minggu. Saya berangkat sendiri dengan armada Commuter Line Dhoho jurusan Blitar Surabaya.

Beberapa teman sebenarnya ingin ikut. Akan tetapi saya larang karena ini hajat pribadi. Dan saya hanya ingin sendiri. Saya hanya ingin belajar berani. Mungkin bagi orang lain hal itu perkara sepele. Tapi bagi saya setiap perjalanan adalah berharga. Perjalanan selalu memandu saya hingga ke masa depan.

Dalam perjalanan itu saya bertemu rombongan ibu-ibu meramaikan suasana gerbong. Mereka ternyata rombongan senam lansia yang akan berlibur ke Kebun Binatang Surabaya (KBS). Dari mereka saya belajar bahwa quality time adalah suatu yang istimewa. Di tengah kesibukan dan mungkin kesendirian kebersamaan adalah obat. Atau orang modern menyebutnya healing.

Dari fenomena itu saya sendiri berpikir benar juga sebenarnya hidup itu menghindari kesibukan. Tapi faktanya kita selalu kalah dengan kesibukan. Waktu itu terhampar luas tapi menjadi sempit karena kita tidak meluangkannya. Sebelum usia senja kebahagiaan memang harus sering diciptakan bukan ditunggu.

Selanjutnya ketika sampai di Tebu Ireng saya langsung mencari sarapan. Alhamdulillah di barat dekat pintu makam saya sarapan nasi rames lengkap dengan sayur dan telur goreng. Sial sekali ternyata lauk seperti tempe semur, tumis terong, dan cah pepaya semua sudah masam. Jadi saya hanya makan dengan telur berselimut tepung. Di sini saya belajar jika hidup tidak selalu beruntung tapi perlu disyukuri. Tanpa bermaksud suudzon pada si penjual saya hanya berpikir pasti hal itu tanpa sengaja. Mungkin penjual lupa tidak mencicipi masakannya.

Sejak awal saya berniat ziarah ke makam Mbah Hasyim Asy'ari. Saya ingin curhat di depan pusara beliau. Sedangkan sebelum-sebelumnya saya hanya bisa curhat di makam Gus Dur. Itupun mendapat tempat jauh dari areal makam. Tapi kesempatan kali ini begitu unik di mana saya bisa memanjakan doa tepat di makam Mbah Hasyim Asy'ari. Padahal pada saat itu ratusan orang berjubel bergilir menunggu antrian. Di sini saya juga belajar bahwa rezeki itu tak akan ke mana. Karena rezeki itu sudah ada takarannya. Allah sangat tahu apa yang kita butuhkan. Bahkan Dia sudah mengabulkan sebelum kita meminta nya.

Terakhir saya diajari sabar yaitu ketika menunggu Bus Harapan Jaya. Lamanya hampir 2 jam saya duduk termenung di trotoar kantor bongkar muat barang dekat stasiun Jombang. Ternyata bus tersebut jarang lewat bawah dan lebih banyak lewat atas alias via tol. Tapi dengan kesabaran akhirnya bus tersebut datang juga. Saya pun langsung menaiki dan legalah sudah. Di tengah putus asa kadang Allah memang selalu memberi kejutan. Maka dari itu jangan lelah untuk terus bersabar, mencoba dan memilih harapan.

Selama di bus menuju Tulungagung pun saya masih mendapatkan pelajaran. Pelajaran tersebut datang dari penjual es sari dele (kedelai) dan penjual headset plus korek api. Dari keduanya saya membeli masing-masing satu buah baik sari dele maupun korek api. Saya membeli bukan karena iba barang dagangan mereka masih banyak. Akan tetapi lebih kepada kegigihan dan semangat luar biasa. Saya kadang berpikir hingga waktu menjelang sore mereka masih semangat menjajakan dagangannya. Itulah yang menarik hatinya membeli.

Pelajarannya adalah bahwa semangat dan pantang menyerah adalah kunci keberhasilan. Dengan semangat pantang menyerah kita bisa melihat energi seseorang justru begitu berlipat. Hal itulah yang energi positifnya bisa kita rasakan. Sehingga orang akan tertarik atas apa yang kita suguhkan. Apalagi hidup penuh semangat maka tak ada beban apapun selain enjoy menikmati hari-hari dalam pengabdian.[]

the woks institute l rumah peradaban 8/1/25

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Zakat Sebagai Sarana Ritual dan Kesehatan

Woks Secara bahasa zakat berarti suci, berkembang, dan berkah. Dalam istilah fikih zakat berarti harta yang wajib dikeluarkan dari kepemilikan orang-orang kaya untuk disampaikan kepada yang berhak menerimanya dengan aturan syariat. Dalam agama apapun zakat telah disyariatkan walaupun cara dan subjek wajib zakatnya sedikit berbeda. (Syahruddin, 2014:73) Sebagaimana yang tercatat dalam sejarah, zakat baru disyariatkan pada tahun kedua Hijriyah walau dalam al Qur'an telah dijelaskan sebelum Islam datang, umat-umat terdahulu juga telah mengenal zakat. Setiap Nabi memiliki cara zakatnya tersendiri seperti zaman Nabi Musa yang memerintahkan menzakati hewan ternak seperti unta, kambing dan lembu. Bahkan Nabi Musa juga pernah meminta agar Qorun mengeluarkan zakatnya. Zaman Nabi Isa pun tak jauh berbeda yaitu meminta orang-orang yang kaya untuk mengeluarkan zakatnya kepada yang miskin. Saat ini kita masih mengikuti syariat zakat yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw dengan penje...