Langsung ke konten utama

Resolusi Literasi 2025




Woko Utoro

Sejak dulu saya tidak punya tradisi menulis resolusi. Walaupun hari, bulan dan tahun berganti semua saya maknai biasa saja. Semua mengalir saja apa adanya. Dalam urusan apapun termasuk baca tulis saya cenderung biasa saja. Entah apa yang saya rasakan pada saat itu dan kini.

Yang jelas ada semacam pengalaman traumatik dan membuat saya merenung lama. Sejak kecil apa yang saya inginkan, harapkan hingga cita-cita semua seolah ilusi. Sesuatu yang sulit untuk digapai bahkan jauh dari target. Bukan soal pesimistis tapi ada sesuatu yang bersifat batiniah dan membuat saya maju mundur. Akhirnya yang bisa dilakukan hanyalah berjalan apa adanya.

Sejak dulu harapan dan target saya tulis tapi tak ada satupun terwujud. Mungkin ada beberapa yang terwujud akan tetapi lebih bersifat spontanitas. Semua target dan harapan yang tertulis selalu meleset jauh. Saya sendiri merasa pengalaman era lalu harus diperbaiki. Hal itu tidak berkaitan dengan ditulis atau tidak. Tapi lebih pada mindset, strategi dan cara bagaimana memulai.

Dalam hal membaca saja kini saya hanya mampu 2-5 artikel di website. Sedangkan membaca buku hanya bisa dihitung jari itupun beberapa lembar saja. Dalam hal menulis pun demikian saya hanya menunggu momentum. Entah cepat atau lambat naskah yang berserakan akan saya kumpulkan lagi. Saya pun merasakan kemalasan dan waktu luang membuat semua terbengkalai.

Tapi saya mencoba sekuat tenaga mempertahankan tradisi literasi. Walaupun hari berganti saya selalu terus mencoba terutama berkaitan sudut pandang. Kadang yang mengganggu pikiran adalah apakah tradisi literasi ini perlu dipertahankan. Di tengah ideologi materialisme saya terus melawan. Saya percaya tradisi ini terus relevan sampai kapanpun. Dan setiap momen pergantian tahun yang saya inginkan hanya satu yaitu konsisten menulis dan membaca. Tak ada hal lain yang saya harapkan selain itu. Semoga saja saya diberikan kekuatan untuk terus menjalani tradisi literasi ini.[]

the woks institute l rumah peradaban 2/1/25

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Zakat Sebagai Sarana Ritual dan Kesehatan

Woks Secara bahasa zakat berarti suci, berkembang, dan berkah. Dalam istilah fikih zakat berarti harta yang wajib dikeluarkan dari kepemilikan orang-orang kaya untuk disampaikan kepada yang berhak menerimanya dengan aturan syariat. Dalam agama apapun zakat telah disyariatkan walaupun cara dan subjek wajib zakatnya sedikit berbeda. (Syahruddin, 2014:73) Sebagaimana yang tercatat dalam sejarah, zakat baru disyariatkan pada tahun kedua Hijriyah walau dalam al Qur'an telah dijelaskan sebelum Islam datang, umat-umat terdahulu juga telah mengenal zakat. Setiap Nabi memiliki cara zakatnya tersendiri seperti zaman Nabi Musa yang memerintahkan menzakati hewan ternak seperti unta, kambing dan lembu. Bahkan Nabi Musa juga pernah meminta agar Qorun mengeluarkan zakatnya. Zaman Nabi Isa pun tak jauh berbeda yaitu meminta orang-orang yang kaya untuk mengeluarkan zakatnya kepada yang miskin. Saat ini kita masih mengikuti syariat zakat yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw dengan penje...