Langsung ke konten utama

Sebuah Puisi Kecil

Bunga Teratai

Bunga teratai tenggelam 
ke dasar sungai
harumnya semerbak
menusuk ke setiap sanubari
angan kecil hilang
angan besar terbakar

Bunga teratai terbang
terbawa angin
menghembuskan cita cinta
hilang datang
sepi pergi
tapi ia kembali

Bunga teratai mengapung
dalam hati
terhampar di atas kebeningan
di atas air tak basah
di dasar api tak terbakar
sirep kertaning bumi

Kedungwaru, 27/2/20

Sepatu Cinderella

Dua sepasang sepatu
menghiasi kaki yang berduka
mata kaki menangis
tanpa air mata

Ia tak kuat berlari
tertatih berjalan
tisu pun tak mampu menyeka
sepatu kaca tersayat
diganti sepatu kulit
air mata semakin mengalir

Sepatu kaca itu hilang
Cinderella melayang
Ia ditemui pangeran
Menjelma menjadi kasih sayang

Bidadari yang Murung

Malam minggu langit mendung
Hujan turun dengan derasnya
Burung malam berhenti berkicau
Reranting tak lagi bergoyang
Beberapa hal terasa semu
Semua terasa sepi

Bantal guling menjadi teman
Teman curhat yang bisu
Tak berpesan
Jua tak berjalan

Suara kekasih lama menjauh
Entah marah atau gundah

Seperti aku harus mengalah
melewati batas kedewasaan
menghembuskan angin perdamaian

Tapi semua tak mungkin
Kini aku sendiri
Di pojok malam yang pekat
Sendiri bersama sepi

Sajak Bolak Balik

Aku diam di pos ronda
Ditemani semangkuk ronde
Sambil melihat pohon randu
terdengar mbok rondo
menahan rindu

4 Elemen Kehidupan

Saat angin berhembus
Jangan tolak kedatanganya
ia hanya ini berkenalan
memeluk erat dan berdoa
mengikat kesejukan

Saat air mengalir
Jangan hadang ia datang
ia hanya ingin bermain
meresapkan kedamaian
memercikan kebahagiaan

Saat api berkobar
Jangan halangi kehadiranya
ia mau mengajakmu berpikir
melunturkan hawa nafsu
memanaskan semangat

Saat tanah masih terhampar
Jangan injak dia dengan pongah
sambutlah dengan bijaksana
ia mengajarimu hidup
ia menghantarmu untuk kembali

Saat semua datang
senyumlah
dan ambil hikmah

Kopiah Ireng, ahad pagi di awal Maret 2020.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 II

Woko Utoro Dalam setiap perlombaan apapun itu pasti ada komentar atau catatan khusus dari dewan juri. Tak terkecuali dalam perlombaan menulis dan catatan tersebut dalam rangka merawat kembali motivasi, memberi support dan mendorong untuk belajar serta jangan berpuas diri.  Adapun catatan dalam perlombaan esai Milad Formasik 14 ini yaitu : Secara global tulisan mayoritas peserta itu sudah bagus. Hanya saja ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Terutama soal ketentuan yang ditetapkan oleh panitia. Rerata peserta mungkin lupa atau saking exited nya sampai ada beberapa yang typo atau kurang memperhatikan tanda baca, paragraf yang gemuk, penggunaan rujukan yang kurang tepat dll. Ada yang menggunakan doble rujukan sama seperti ibid dan op. cit dll.  Ada juga yang setiap paragrafnya langsung berisi "dapat diambil kesimpulan". Kata-kata kesimpulan lebih baik dihindari kecuali menjadi bagian akhir tulisan. Selanjutnya ada juga yang antar paragraf nya kurang sinkron. Se...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 I

Woko Utoro Senang dan bahagia saya kembali diminta menjadi juri dalam perlombaan esai. Kebetulan lomba esai tersebut dalam rangka menyambut Milad Formasik ke-14 tahun. Waktu memang bergulir begitu cepat tapi inovasi, kreasi dan produktivitas harus juga dilestarikan. Maka lomba esai ini merupakan tradisi akademik yang perlu terus dijaga nyala apinya.  Perasaan senang saya tentu ada banyak hal yang melatarbelakangi. Setidaknya selain jumlah peserta yang makin meningkat juga tak kalah kerennya tulisan mereka begitu progresif. Saya tentu antusias untuk menilainya walaupun disergap kebingungan karena terlalu banyak tulisan yang bagus. Setidaknya hal tersebut membuat dahaga ekspektasi saya terobati. Karena dulu saat saya masih kuliah mencari esais itu tidak mudah. Dulu para esais mengikuti lomba masih terhitung jari bahkan membuat acara lomba esai saja belum bisa terlaksana. Baru di era ini kegiatan lomba esai terselenggara dengan baik.  Mungkin ke depannya lomba kepenul...