Langsung ke konten utama

Obituari: Buya Prof Dr Muhammad Nursamad Kamba, MA

              (Sumber gambar HMJ TP)

Woks

Langit mendung sedang menyelimuti jurusan kami, Tasawuf & Psikoterapi. Kami tengah berkabung hari ini karena salah satu pendiri jurusan ini pulang terlebih dahulu menghadap sang maha cinta (20/6/20). Saya secara pribadi pun merasakan denting hati begitu rapuh mendengar kabar kepergian beliau. Betapa tidak saya menjadi teringat pada April 2019 lalu yaitu menjadi momen pertama dan terakhir saya bersua beliau.

Pada 12 April 2019 sebelum Covid-19 melanda saya berkesempatan bertemu beliau di ruang CSRT dengan begitu lapang dan bahagia. Kami berkumpul dalam rangka FGD guna membahas dunia TP antara peluang dan tantangan. Tentu pada saat itu Buya Kamba sangat paham apa yang akan dihadapi jurusan yang didirikanya itu. Beliau juga banyak berpesan kepada kami bahwa kita tidak boleh pesimis dengan jurusan ini, asal mau terus usaha, belajar, riset, dan menerapkan praktikum pasti semua akan dituai buahnya. Jika kita minder dengan banyak hal tentu itulah sikap ketidakpercayaan diri. Sehingga bagi beliau percaya diri bahwa ada kekuatan yang besar yaitu Allah swt akan mengiringi langkah baik kita.

Sore itu saya merasa begitu hangat, bukan karena sajian makanan dan ruang CSRT yang tak ber-AC. Saya merasa hidup dan seolah tak percaya bisa satu majelis bersama sang guru besar, marja maiyah, founder dan akademisi kawakan itu. Pada saat itu rambut saya masih gondrong akan tetapi karena beliau orang yang lembut dan toleran saya merasa aman didekat beliau. Orang yang selalu bersama Cak Nun di banyak majelis maiyah, salah satunya Kenduri Cinta Jakarta tentu beliau sangat paham dengan berbagai macam jamaah atau orang yang ditemui.

Di sore itu banyak hal yang saya catat dari beliau. Akan tetapi yang saya ingat adalah saat menjelaskan tentang mahabbah. Bagi beliau kepada saya "salah satu agar mahabbah itu menancap maka kamu harus mencintai" kata beliau jika kamu masih jomblo maka kadar kecintaanmu kepada mahluk lebih-lebih kepada Allah swt rendah kadarnya. Saat mendengar pernyataan ini saya pun tercebur dalam tawa yang nyata. Bahkan memang benar hidup dalam mental kejombloan itu tidak baik. Hidup adalah tentang mencintai dan dicintai.

Hari ini tidak hanya Cak Nun, Ibu Novia, Mas Sabrang, Cak Fuad, Mbah Jiwo, Kiai Kanjeng atau siapapun itu mungkin sama sedang merasakan kehilangan yang mendalam.  Kami pun sebagai anak ideologis hanya bisa berdoa semoga beliau bertemu dengan sang maha kasih. Kita tengah kehilangan guru yang produktif dengan peninggalan samudera ilmu yang luas. Beliau tengah berjalan menemui Tuhan yang maha asyik. Beliau telah pulang dengan jalan cinta yang merdeka. Lahul Fatihah

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 II

Woko Utoro Dalam setiap perlombaan apapun itu pasti ada komentar atau catatan khusus dari dewan juri. Tak terkecuali dalam perlombaan menulis dan catatan tersebut dalam rangka merawat kembali motivasi, memberi support dan mendorong untuk belajar serta jangan berpuas diri.  Adapun catatan dalam perlombaan esai Milad Formasik 14 ini yaitu : Secara global tulisan mayoritas peserta itu sudah bagus. Hanya saja ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Terutama soal ketentuan yang ditetapkan oleh panitia. Rerata peserta mungkin lupa atau saking exited nya sampai ada beberapa yang typo atau kurang memperhatikan tanda baca, paragraf yang gemuk, penggunaan rujukan yang kurang tepat dll. Ada yang menggunakan doble rujukan sama seperti ibid dan op. cit dll.  Ada juga yang setiap paragrafnya langsung berisi "dapat diambil kesimpulan". Kata-kata kesimpulan lebih baik dihindari kecuali menjadi bagian akhir tulisan. Selanjutnya ada juga yang antar paragraf nya kurang sinkron. Se...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 I

Woko Utoro Senang dan bahagia saya kembali diminta menjadi juri dalam perlombaan esai. Kebetulan lomba esai tersebut dalam rangka menyambut Milad Formasik ke-14 tahun. Waktu memang bergulir begitu cepat tapi inovasi, kreasi dan produktivitas harus juga dilestarikan. Maka lomba esai ini merupakan tradisi akademik yang perlu terus dijaga nyala apinya.  Perasaan senang saya tentu ada banyak hal yang melatarbelakangi. Setidaknya selain jumlah peserta yang makin meningkat juga tak kalah kerennya tulisan mereka begitu progresif. Saya tentu antusias untuk menilainya walaupun disergap kebingungan karena terlalu banyak tulisan yang bagus. Setidaknya hal tersebut membuat dahaga ekspektasi saya terobati. Karena dulu saat saya masih kuliah mencari esais itu tidak mudah. Dulu para esais mengikuti lomba masih terhitung jari bahkan membuat acara lomba esai saja belum bisa terlaksana. Baru di era ini kegiatan lomba esai terselenggara dengan baik.  Mungkin ke depannya lomba kepenul...