Langsung ke konten utama

Kelas Konsep : Mengkader Pemuda Lewat Organisasi




Woks

Kemarin 13 November 2021 saya diberi kesempatan untuk menimba ilmu lagi. Kali ini saya diundang untuk sharing terkait organisasi dan menggagas acara dengan baik yang bertempat di Madrasah al Huda Karangsari Rejotangan. Acara ini diselenggarakan oleh Komunitas Skill Improvement "Oemah Konseptor" pimpinan Mas Rizal Facthurochimin, dan saya memanggil beliau Mas Cimien. Walaupun keberangkatan saya sempat terkendala salah jalan akan tetapi semua ini saya nikmati. Tujuannya tentu sederhana yaitu silaturahmi dan menimba ilmu.

Pada kelas konsep kali ini Mas Cimien membuat acara berupa pelatihan kepanitiaan dan mengkonsep acara. Sejak lama ia menghubungi saya bagaimana agar anak-anak bisa membuat acara dengan baik dan memuaskan. Tentu saya merespon baik dengan adanya acara tersebut dan akhirnya sampai juga kita bisa berbagi pengetahuan.

Bada isya acara pertama tentu diisi oleh Mas Cimien sendiri yaitu berkaitan dengan organisasi dan manajemen acara. Beliau memaparkan dengan lengkap seperti tugas dan fungsi para sie bidang dalam sebuah acara. Setelah itu baru giliran saya di sesi kedua yaitu membahas tentang komunikasi organisasi. Saya berbagi kepada peserta bagaimana peran komunikasi yang menentukan keberhasilan acara. Di sana kita bisa memahami bahwa acara yang sukses tidak terlepas dari saling koordinasi antar satu dengan lainya.




Seseorang anggota harus dapat memahami di mana posisinya berada. Jangan sampai saling menjatuhkan dan membuat kesenjangan antar sesama anggota. Dalam sebuah organisasi dan acara mentalitas, berpikir dewasa, saling memahami merupakan sikap yang diperlukan. Selain itu kerjasama juga sangat menentukan keberhasilan. Tanpa kerjasama antar individu maka kegiatan akan bubrah dan hanya akan menyisakan luka. Jangan lupa dalam setiap gerak langkah kita harus selalu membuat planning, manajemen waktu, estimasi dana, keanggotaan hingga tujuan acara.

Pada angkatan pertama ini dihadiri peserta sebanyak 15 orang. Walaupun peserta banyak yang ngantuk setidaknya mereka antusias di sesi tanya jawab. Termasuk ketika memperagakan bagaimana menjadi pribadi yang berani dan tanggungjawab dalam setiap acara. Saya tekankan juga bahwa keberhasilan acara bukan panggung nan megah, acara semarak, peserta banyak dan pematerinya wah, akan tetapi bagaimana acara dapat bermanfaat, tak menimbulkan masalah serta dapat berkat syafaat.

Acara ini dilaksanakan semalam suntuk pas di malam minggu. Serta penutupan dilaksanakan pagi hari setelah peserta shalat shubuh dan bersih lingkungan. Acara yang didominasi siswa SMA tersebut harapan besarnya dapat terus lestari. Mereka bisa terus mengembangkan skillnya di dalam organisasi. Kata Mas Cimien yang terpenting dari ini semua yaitu bagaimana mereka dekat dengan masyarakat dan tidak merasa asing di desa sendiri.

the woks institute l rumah peradaban 15/11/21


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun...