Langsung ke konten utama

Review Buku Guruku Orang-orang dari Pesantren





Woks

Membaca buku ini kita akan diajak menyelami klipingan sejarah pra dan pasca kemerdekaan. Buku yang juga otobiografi KH. Saifuddin Zuhri ini sangatlah kaya dalam memotret masa tersebut yaitu bicara tentang guru-guru beliau yang inspiratif, para tokoh besar seperti H.O.S Cokroaminoto, KH. Abdul Wachid Hasyim (Ayah Gus Dur) yang pernah datang ke Sukaraja, merekam dunia pesantren dan tentunya kontribusi kaum sarungan.

Buku ini edisi cetakan pertamanya yaitu tahun 1974 dan menurut informasi buku ini menjadi koleksi wajib di perpustakaan Jepang salah satunya Kyoto. Dengan bahasa yang mudah dipahami KH. Saifuddin Zuhri berhasil menggambarkan keadaan saat itu dengan baik. Pembaca merasa sangat nyaman dan banyak menemukan pengetahuan baru utamanya soal pesantren dalam mengawal revolusi hingga merebut kemerdekaan.

Guru-guru penulis seperti Ustadz Mursyid, Raden Haji Mukhtar, KH. Ahmad Syatibi, Kiai Khalirni, Kiai Ahmad Bunyamin, Kiai Khudori, Kiai Marodi, menjadi salah satu tokoh-tokoh dalam banyak cerita di buku ini. Pasalnya mereka adalah orang-orang yang ikhlas sehingga mencetak santri-santri yang luar biasa. Selain mendidik para santri mereka juga turun lapangan dan masuk ke dalam Laskar Hizbullah untuk berjuang dalam agresi militer melawan Belanda - Jepang. Mereka adalah guru-guru keluhuran sehingga tak aral jika nama mereka selalu harum terutama di kalangan para santri dan tentunya penulis. Maka dari merekalah kita belajar dan sungguh mereka adalah guru-guru yang al kamil.

Selain memuat rekam jejak guru beliu dari bilik pesantren buku ini juga berkisah betapa gigihnya tokoh nasional dalam berjuang, merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Sisi menarik isi buku ini salah satunya tokoh nasional yang mengakui eksistensi dan kontribusi pesantren yaitu Dr. Setia Budi atau Douwes Dekker pernah mengatakan yang kurang lebih demikian: "Jika tidak karena sikap kaum pesantren ini, maka gerakan patriotisme kita tidak sehebat seperti sekarang." Kata-kata itu diucapkan ketika meletusnya Revolusi 17 Agustus 1945. hlm. 50.

Pengakuan itu tentu tidak lepas dari para tokoh Islam utamanya kalangan santri. Lebih menarik lagi tentu kisah dan gambaran beliau ketika bersua pertama kali dengan sosok maha guru yaitu Hadratus Syeikh KH. Hasyim Asy'ari Tebu Ireng Jombang. Beliau tentu sangat terkesan dengan sosok besar tapi rendah hati. Bisa di bayangkan Hadratus Syeikh selalu berbahasa Arab, Jawa krama dengan putranya (KH. Abdul Wahid Hasyim) tapi langsung seketika berbahasa Indonesia dengan tamunya. Beliau melihat dengan siapa berbicara. Bahkan beliau sangat menaruh hormat kepada kiai seangkatanya dan selalu menganggapnya guru. Saat memandang wajah beliau sangatlah meneduhkan dan penuh cahaya.

Tentu sangat banyak hal lainnya yang dimuseumkan dalam catatan di buku ini. Maka pantas jika endorsement Kuntowijoyo mengatakan betapa pentingnya buku otobiografi ini. Membaca buku yang terdiri dari 10 bab ini secara keseluruhan tentu akan lebih menarik karena banyak informasi tentang dunia pesantren yang sampai hari ini selalu tidak diarusutamakan dalam sejarah bangsa Indonesia. Selamat membaca, guru ku memang asli dari pesantren.

Judul : Guruku Orang-orang dari Pesantren
Penulis : KH. Saifuddin Zuhri
Penerbit : LKiS
Tahun : 2001
Tebal : 450 hlm
ISBN : 13: 978-9799-492-52-4

*Tulisan ini diterbitkan juga di blog. PSP UIN SATU Tulungagung

the woks institute l rumah peradaban 25/11/21

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 II

Woko Utoro Dalam setiap perlombaan apapun itu pasti ada komentar atau catatan khusus dari dewan juri. Tak terkecuali dalam perlombaan menulis dan catatan tersebut dalam rangka merawat kembali motivasi, memberi support dan mendorong untuk belajar serta jangan berpuas diri.  Adapun catatan dalam perlombaan esai Milad Formasik 14 ini yaitu : Secara global tulisan mayoritas peserta itu sudah bagus. Hanya saja ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Terutama soal ketentuan yang ditetapkan oleh panitia. Rerata peserta mungkin lupa atau saking exited nya sampai ada beberapa yang typo atau kurang memperhatikan tanda baca, paragraf yang gemuk, penggunaan rujukan yang kurang tepat dll. Ada yang menggunakan doble rujukan sama seperti ibid dan op. cit dll.  Ada juga yang setiap paragrafnya langsung berisi "dapat diambil kesimpulan". Kata-kata kesimpulan lebih baik dihindari kecuali menjadi bagian akhir tulisan. Selanjutnya ada juga yang antar paragraf nya kurang sinkron. Se...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 I

Woko Utoro Senang dan bahagia saya kembali diminta menjadi juri dalam perlombaan esai. Kebetulan lomba esai tersebut dalam rangka menyambut Milad Formasik ke-14 tahun. Waktu memang bergulir begitu cepat tapi inovasi, kreasi dan produktivitas harus juga dilestarikan. Maka lomba esai ini merupakan tradisi akademik yang perlu terus dijaga nyala apinya.  Perasaan senang saya tentu ada banyak hal yang melatarbelakangi. Setidaknya selain jumlah peserta yang makin meningkat juga tak kalah kerennya tulisan mereka begitu progresif. Saya tentu antusias untuk menilainya walaupun disergap kebingungan karena terlalu banyak tulisan yang bagus. Setidaknya hal tersebut membuat dahaga ekspektasi saya terobati. Karena dulu saat saya masih kuliah mencari esais itu tidak mudah. Dulu para esais mengikuti lomba masih terhitung jari bahkan membuat acara lomba esai saja belum bisa terlaksana. Baru di era ini kegiatan lomba esai terselenggara dengan baik.  Mungkin ke depannya lomba kepenul...