Langsung ke konten utama

Partisipasi Santri SD Islam Al Azhaar dalam Peringatan Maulid Akbar 2021




Woks

Tulungagung (27/10/21) - Sejak sore hari santri SD Islam Al Azhaar sudah berkumpul di balai sekolah dengan penuh antusias walaupun suasana mendung dan diguyur hujan. Dengan membawa takiran atau nasi kotak para santri tumpah ruah di balai SD untuk mengikuti serangkaian acara meliputi, murojaah bersama, dzikir jamai' dan shalat magrib berjamaah. Acara tersebut diikuti oleh santri kelas besar terdiri dari kelas 4, kelas 5 dan kelas 6.

Antusiasme santri semakin semarak karena mereka akan mengikuti acara maulid akbar yang dilaksanakan selepas shalat isya. Acara maulid akbar tersebut dihadiri KH. Nashir Mansur dan Habib Muhammad bin Idrus al Jufri, keduanya merupakan munsid Abuya Sayyid Ahmad bin Alawi al Maliki al Hasany. Setelah itu para santri mengikuti kegiatan maulid nabi di Hall SMA walaupun mayoritas santri pulang lebih dulu karena telah dijemput oleh orang tuanya. Akan tetapi walaupun demikian acara maulid tersebut penuh sesak oleh jamaah di antaranya undangan dari luar.

Sebelum acara maulid akbar dimulai anak-anak ambil bagian dalam latihan sholawat karena esok harinya mereka akan mengikuti kegiatan lomba. Setelah itu mereka makan bersama-sama temanya di balai SD. Tentu acara ini sejak awal hingga kepulangan sangat nampak kebersamaanya. Senyum sumringah juga nampak dari wajah para santri terutama saat saling berbagi makanan dan jajanan.

Harapannya ke depan acara peringatan maulid ini bisa terus semarak karena melalui maulid lah para santri dapat mengambil inspirasi bahwa ajaran nabi adalah selalu membersamai umatnya. Akhlak nabi sampai kapanpun tetap relevan karena beliau adalah teladan semua umat.

the woks institute l rumah peradaban 27/10/21

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun...