Langsung ke konten utama

Review Buku Islam Risalah Cinta dan Kebahagiaan




Woko Utoro

Membaca buku-buku karya Haidar Bagir sudah pasti bisa ditebak. Beliau selalu mengupas topik tentang cinta, kajian sufisme, spiritualitas, dan Islam agama kesejukan. Tema-tema itulah barangkali menjadi ciri khas beliau dalam menguraikan Islam sebagai agama yang bertumpu pada cinta. Buku Islam Risalah Cinta dan Kebahagiaan adalah salah satunya.

Buku yang terdiri dari 6 bab tersebut merupakan kelanjutan dari karya sebelumnya yaitu Memulihkan Sekolah Memulihkan Manusia (2019). Buku ini memotret Islam secara lebih dekat sebagai agama yang menjanjikan kebahagiaan. Ya perihal kebahagiaan hakiki dibahas tuntas dalam buku ini. Tentu secara ringkas, ringan dan mudah dipahami sekaligus menjadi ciri khas tulisan Haidar Bagir. Beliau juga tak pernah lupa selalu menyelipkan pandangan Ibnu Arabi', Jalaluddin Rumi dan Imam Ghazali dalam setiap paragraf tulisannya.

Perihal kebahagiaan buku ini menyebutkan bahwa bahagia itu adalah kebaikan yang lestari (al baqiyat al shalihat). Atau bisa juga menyebut sebagai pengorbanan pada orang lain di atas kepentingan kita sendiri. hlm 29. Tentu bahagia yang dimaksud buku ini lebih menekankan aspek esensi daripada bersifat fisikal. Tapi bagaimanapun juga bahagia dan derita tak jauh berbeda. Karena kata Sayyidina Ali, sebelum meneguk manisnya bahagia (sa'adah) seseorang harus melewati pahitnya kesedihan (syaqawah). hlm 33.

Selain bicara kebahagiaan buku ini juga membahas rambu-rambu khususnya penyakit manusia modern yang sudah menjadi pandemi. Khususnya pandangan mereka terhadap dunia dan kepemilikan harta serta miskonsepi tentang arti kesuksesan. Manusia modern memang mudah terjebak dalam jurang pemahaman hedonisme yang dianggap sebagai kebahagiaan. Padahal istilah "hedonic treadmill" justru hanya bersifat menjebak dan tidak menyediakan kebahagiaan hakiki.

Menurut seorang neuropsikolog asal Amerika Paul Pearsall menyebutkan bahwa kesuksesan yang disandarkan pada materi faktanya hanya melahirkan penderitaan dan kesengsaraan batin (misery). hlm 37. Kesuksesan yang kita sebut sebagai kepemilikan harta hanya melahirkan perasaan hampa. Memang sudah jelas bahwa materi hanya membuat manusia modern linglung untuk apa ketika semua hal itu tercapai. Bukankah ada kebahagiaan yang lebih utama?

Masih banyak hal menarik dalam buku Haidar Bagir tersebut. Yang jelas jika dikerucutkan buku ini berisi tips bahwa kebahagiaan harus bertumpu pada cinta, hati, dan ihsan. Cinta sebagai ruh utama manusia menuju Tuhan. Hati sebagai perangkat untuk mengolah cinta dan ihsan sebagai bekal hidup di dunia hingga ke akhirat. Intinya kebahagiaan yang orientasinya pada hakikat, esensi hidup dan titah Rasulullah lewat hadits dan kitab suciNya.[]

Judul Buku : Islam Risalah Cinta dan Kebahagiaan
Penulis : Haidar Bagir
Penerbit : Mizan
Tahun terbit : 2019
Halaman : 282 hlm
ISBN : 978-602-385-929-0

the woks institute l rumah peradaban 28/8/23

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun...