Langsung ke konten utama

Hikayat Zuhud Seorang Cungkring




Woks

Apa benar orang bertubuh kecil selalu identik dengan zuhud lebih lagi diidentikan dengan perut. Atau mungkin anda pernah dengar riwayat bahwa orang gemuk mudah masuk neraka karena terlalu banyak makan. Barangkali di sinilah perlu kita cari akar permasalahannya. Apakah benar demikian.

Sejak lama zuhud memang selalu identik dengan makanan akan tetapi istilah paling tepat yaitu wara/wirai. Orang-orang sufi selalu punya pantangan terhadap makanan syubhat (tidak jelas) lebih lagi yang haram. Tidak hanya makanan akan tetapi juga pada cara berpakaian, berjalan dan bersikap termasuk bicara dan memandang orang lain.

Zuhud dan wara sebenarnya berbeda, jika zuhud yaitu sikap yang mengenyampingkan dunia sedangkan wara ialah sikap berhati-hati terhadap perkara syubhat (samar-samar). Dalam Kitab Wasiyatul Musthofa dijelaskan bahwa:

ومنالورع انيتحرّزعن السّبع وكثرةالنّوم وكثرةالكلام
Salah satu hal yang perlu diperhatikan untuk menggapai wirai' yaitu menahan untuk kenyang, jangan terlalu banyak tidur dan jangan banyak bicara yang tidak bermanfaat.

Lebih jauh lagi penyebab orang memakan makanan yang syubhat, maka agama orang tersebut menjadi tidak jelas, hati orang tersebut menjadi gelap/hitam. Barang siapa yang memakan makanan haram maka hati orang tersebut menjadi mati, agama orang tersebut menjadi enteng, keyakinannya menjadi lemah, Allah menghalangi doa dan ibadah orang tersebut.

Begitulah jadi jika si cungkring dianggap sebagai zahid sebenarnya tidak juga salah. Akan tetapi lebih tepatnya sedang belajar wara. Maka dari itu cuma karena tubuh cungkring, kurus kerontang seseorang dikatakan zuhud itu kurang tepat, yang tepat itu wirai.

Sebenarnya point pentingnya bukan soal bentuk tubuh akan tetapi bagaimana ketakwaanya. Orang gemuk dan kurus tidak menjamin jika sudah berkaitan dengan nilai ibadah. Semua orang berpotensi menjadi baik dan terus memperbaiki kehidupannya.

the woks institute l rumah peradaban 26/921

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 II

Woko Utoro Dalam setiap perlombaan apapun itu pasti ada komentar atau catatan khusus dari dewan juri. Tak terkecuali dalam perlombaan menulis dan catatan tersebut dalam rangka merawat kembali motivasi, memberi support dan mendorong untuk belajar serta jangan berpuas diri.  Adapun catatan dalam perlombaan esai Milad Formasik 14 ini yaitu : Secara global tulisan mayoritas peserta itu sudah bagus. Hanya saja ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Terutama soal ketentuan yang ditetapkan oleh panitia. Rerata peserta mungkin lupa atau saking exited nya sampai ada beberapa yang typo atau kurang memperhatikan tanda baca, paragraf yang gemuk, penggunaan rujukan yang kurang tepat dll. Ada yang menggunakan doble rujukan sama seperti ibid dan op. cit dll.  Ada juga yang setiap paragrafnya langsung berisi "dapat diambil kesimpulan". Kata-kata kesimpulan lebih baik dihindari kecuali menjadi bagian akhir tulisan. Selanjutnya ada juga yang antar paragraf nya kurang sinkron. Se...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 I

Woko Utoro Senang dan bahagia saya kembali diminta menjadi juri dalam perlombaan esai. Kebetulan lomba esai tersebut dalam rangka menyambut Milad Formasik ke-14 tahun. Waktu memang bergulir begitu cepat tapi inovasi, kreasi dan produktivitas harus juga dilestarikan. Maka lomba esai ini merupakan tradisi akademik yang perlu terus dijaga nyala apinya.  Perasaan senang saya tentu ada banyak hal yang melatarbelakangi. Setidaknya selain jumlah peserta yang makin meningkat juga tak kalah kerennya tulisan mereka begitu progresif. Saya tentu antusias untuk menilainya walaupun disergap kebingungan karena terlalu banyak tulisan yang bagus. Setidaknya hal tersebut membuat dahaga ekspektasi saya terobati. Karena dulu saat saya masih kuliah mencari esais itu tidak mudah. Dulu para esais mengikuti lomba masih terhitung jari bahkan membuat acara lomba esai saja belum bisa terlaksana. Baru di era ini kegiatan lomba esai terselenggara dengan baik.  Mungkin ke depannya lomba kepenul...