Langsung ke konten utama

Pidato Anak Tentang Menghormati Guru




Woks


اسلام عليكم ورحمه الله وبركاته

الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَى أُمُوْرِ الدُّنْيَا وَالدِّيْنِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ
عَلَى سَيِّدِ الْمُرْسَلِيْنَ سَيِّدِنَا وَمَوْلاَناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ


Hadirin-hadirat yang berbahagia, perkenalkan nama saya.... dari SD Islam Al Azhaar Tulungagung.

Pada kesempatan kali ini izinkanlah saya menyampaikan pidato tentang adab kepada guru. 

Alhamdulillahirabbil alamiin, puja puji syukur senantiasa kita persembahkan untuk Allah swt Tuhan semesta alam yang telah memberikan banyak nikmatnya kepada kita semua tanpa kurang suatu apapun.

Shalawat teriring salam semoga Allah swt senantiasa melimpahkan kepada junjungan nabi kita, imam kita, idola kita, Nabi Muhammad saw, para keluarga, sahabat dan kita selaku umatnya senantiasa setia terhadap ajaranya hingga akhir zaman. Amiin ya rabbal alamiin.

Bapak, ibu, dewan juri dan hadirin sekalian yang saya hormati. Hari ini tidak terasa kita hampir 2 tahun belajar di rumah semua karena pandemi masih tak kunjung reda. Rasanya rindu sekali ingin segera sekolah, menimba ilmu bersama teman dan para guru. Tapi alhamdulilah seiring berjalanya waktu kini kita diperbolehkan masuk sekolah kembali walaupun masih terbatas.

Kembali ke sekolah rasanya senang sekali karena kita bertemu teman, berjumpa guru. Kita bisa belajar lagi dan memantapkan cita-cita. Sedangkan sebelumnya kita hanya tersekat di ruang maya alias virtual dari rumah. Akibatnya apa? akibatnya kita kehilangan adab dan etika. Bisa dibayangkan ketika belajar online guru menerangkan siswa makan, guru menjelaskan siswanya tiduran. Di sinilah akhirnya kita menjadi tak karuan.

Adab dan etika atau penghormatan kepada orang tua dan guru tentu sangatlah penting karena dengan adab dan akhlak yang baik adalah modal untuk kita mulia. Syeikh Ibnu Mubaraq berkata, نَحْـنُ إِلَى قَلِيْــلٍ مِــنَ اْلأَدَبِ أَحْوَجُ مِنَّا إِلَى كَثِيْرٍ مِنَ اْلعِلْمِ karena akhlak yang baik walau sedikit lebih baik dari pada ilmu yang banyak.

Mari teman-teman semua kita kembali introspeksi diri. Mari kita terus perbaiki bagaimana akhlak kepada orang tua, guru dan sesama. Orang mulia bukan karena pangkat, harta dan jabatannya akan tetapi karena seberapa besar akhlaknya kepada orang lain.

Guru, digugu dan ditiru. Mereka juga adalah orang tua kita yang telah mengajarkan ilmu dan adab. Sehingga sampai kapanpun guru adalah orang tua yang melukis cita-cita dan menunjukkan jalan kehidupan. Jangan sampai kita kehilangan ridho guru, sebab dengan membuat guru marah seorang santri hilang berkahnya.

Hadirin hadirot hafidzokumullah.
Oleh karena itulah, seorang santri harus mencari kerelaan hati seorang guru, harus bisa menghormati guru, harus bisa berkata yang sopan pada guru, harus bisa melaksanakan nasihat-nasihat guru dan harus bisa menentramkan hati guru. Mengapa seorang santri harus melakukan itu semua? Jawabannya adalah agar guru ridho/ikhlas atas ilmunya yang sudah diberikan sehingga ilmu yang kita peroleh bisa bermanfaat.

Hadirin wal hadirot hafidzokumullah.
Demikianlah pidato yang dapat saya sampaikan, semoga bermanfaat untuk kita semua. Saya akhiri....

Makan bakwan
Di warung Asih
Cukup sekian
dan terima kasih.

وسلام عليكم ورحمه الله وبركاته

the woks institute l rumah peradaban 12/9/21

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun...