Langsung ke konten utama

Lelaki Yang Selalu Resah Dengan Mendung




Woks

Kita ingat sebelum kepulangannya Rusdi Mathari alias Cak Rusdi pernah menulis buku nyentrik berjudul "Laki-laki yang Tak Berhenti Menangis". Buku tersebut adalah oase di tengah kegamangan penulis karena badai fanatisme, gejolak kebencian, dan hiruk-pikuk kedengkian merajalela. Dari sanalah barangkali lelaki juga ingin seperti perempuan butuh tempat curhat untuk mencurahkan problem hatinya.

Tidak hanya Cak Rusdi barangkali kita pun pernah merasakan hal yang sama misalnya perihal kecemasan hidup dan kehidupan yang tak tau arah. Lelaki sebagaimana umumnya memang teramat jarang untuk menumpahkan segala rasanya. Jika perempuan tidak curhat pasti mereka diringkus tangis sedangkan lelaki selalu salah. Apa yang dilakukan laki-laki selain meluapkan rasa lewat sebatang rokok, secangkir kopi, menyanyikan sebuah lagu, atau berdiam diri pergi ke tempat yang ia inginkan. Lelaki memang selalu bertahan dan pantang untuk menangis.

Masa depan barangkali demikian, sulit untuk ditebak dan penuh misteri. Kadang ketika mendung tiba orang-orang merasa cemas seperti halnya masa depan tersebut. Padahal jika dihayati mendung justru jangan disesali karena ia akan menurunkan hujan. Begitu pula dengan hidup sedramatis apapun perjalanan pasti akan menemui ujung. Hanya saja kita masih terus berproses, berjuang tiada henti untuk menemukan itu semua. Mungkin saja perlu sedikit menari dan lupakan segala kegundahan. Kita hanya perlu menatap masa depan dengan jernih.

Ketika mendung tiba seseorang memang perlu berpikir positif. Awan putih yang menari riang hanya sejenak mengandung hitam yang justru dari sana siklus hujan terjadi. Bayangkan hujan telah lama dinanti petani menumbuhkan padi, rumput-rumput hijau berjingkrak menari sedangkan hewan ternak tak kalah girangnya. Mendung memang selalu membawa pesan walaupun juga lelaki tak boleh pesimis. Selama masih ada asa dan sinar harapan selama itu pula hidup akan dijalani. Tentu kita tahu selepas hujan langit cerah dan sinar mentari membias melukis pelangi di tubuhnya.

Jika sudah tau pelangi lantas mau apa lagi. Aku himbau lewat mimbar tulisan ini setiap lelaki barangkali boleh resah tapi jangan terlalu larut dalam keresahan itu. Karena seharusnya kita bosan merasa ingin dicintai manusia. Seharusnya segera beranjak untuk ingin dicintai Allah, menjadi waliNya. Anda pasti paham bahwa syarat menjadi wali adalah tak punya rasa takut dan tak bersedih hati seperti dalam surah Yunus: 62, اَلَآ اِنَّ اَوْلِيَاۤءَ اللّٰهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَۚ
Ingatlah wali-wali Allah itu, tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.

the woks institute l rumah peradaban 25/9/21

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun...