Langsung ke konten utama

Defisit Ide di Tengah Surplus Informasi




Woks

Suatu hari dalam perkuliahan Prof. Mujamil Qomar kami para mahasiswa terkena semprot yang pedas karena ketidakmampuan untuk bertanya secara kritis. Hal itu yang membuat beliau sedikit kecewa sekaligus bertanya bagaimana cara belajar mahasiswa, mengapa untuk sekadar bertanya saja tidak mampu. Apa faktor penyebabnya, apa karena kurangnya ide atau gagasan yang sulit dipahami. Sepertinya semua hal itu hanya dalih alias legitimasi atas apa yang seharusnya kita sadari.

Prof. Mujamil seketika itu langsung memberi kartu kuning kepada mahasiswa agar lebih serius lagi dalam belajarnya. Karena di era ini segala macam informasi begitu banyaknya. Seseorang tinggal mengakses dengan satu kali klik semua sudah didapatkan. Berbeda dengan tahun jadul yang lampau, seseorang mencari informasi harus menuju perpustakaan. Tidak hanya itu mereka harus melewati tempat yang jauh dan semua beresiko terutama soal dana. Sesudah itu masalah belum usai, jika informasi sudah didapat mereka harus segera mencatatnya, seseorang perlu menyusunnya dengan mesin ketik, satu huruf, satu huruf. Dibandingkan dengan era sekarang tentu sangat jauh berbeda.

Di era yang serba comot ini tentu kita merasa sedih mengapa hal-hal demikian bisa terjadi. Apakah ini bagian dari sunnatullah Nya, dengan alasan semua serba instan. Akan tetapi keinstanan itu tidak justru membuat kita produktif malah justru sebaliknya. Dr. KH. Muhtadi Anshor, M.Ag (Wakil Rektor I UIN SATU Tulungagung) juga berpendapat bahwa,"Orang yang hanya menerima barang jadi maka akan malas dan tak mau berpikir". Tentu pernyataan tersebut sangat menohok bagi kita semua sebagai seorang pelajar di perguruan tinggi.

Keberlimpahan informasi di internet tidak lantas membuat kita semakin produktif berkarya malah justru hanya sekadar mencuplik dan meneruskan. Tidak ada gagasan segar yang dihasilkan padahal semua serba kecukupan. Tapi hal itu adalah sebuah keniscayaan di mana seseorang tergantung tingkat kesadaran masing-masing. Semakin sadar seseorang maka mereka akan paham bagaimana cara memanfaatkan keberlimpahan informasi dan pengetahuan tersebut.

Seharusnya mulai dari sini kita harus segera menyadari dan ambil seribu langkah guna terus memperbaiki diri. Salah satu perbaikan diri tersebut adalah dengan rajin membaca dan memilah informasi. Karena tidak semua informasi yang dihasilkan di era kekinian memiliki validitas tinggi maka perlu adanya filtrasi dari setiap kita pembaca. Selain itu rajinlah mencatat karena tidak sedikit pula pengetahuan yang baik terhampar di era digital ini.

Setelah semua usai barulah kita terus mengevaluasi diri sudahkan diri ini menjadi pembelajaran sejati. Pembelajaran dengan orientasi keilmuan dan produktivitas, tidak hanya sekadar menjadi konsumen atau mengekor. Kita mampu berdikari karena Tuhan telah memberikan fasilitas canggih berupa perangkat akal. Dengan memfungsikan akal secara proporsional maka hal itu sama dengan mensyukuri nikmat dari Tuhan. []

the woks institute l rumah peradaban 2/5/22

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Zakat Sebagai Sarana Ritual dan Kesehatan

Woks Secara bahasa zakat berarti suci, berkembang, dan berkah. Dalam istilah fikih zakat berarti harta yang wajib dikeluarkan dari kepemilikan orang-orang kaya untuk disampaikan kepada yang berhak menerimanya dengan aturan syariat. Dalam agama apapun zakat telah disyariatkan walaupun cara dan subjek wajib zakatnya sedikit berbeda. (Syahruddin, 2014:73) Sebagaimana yang tercatat dalam sejarah, zakat baru disyariatkan pada tahun kedua Hijriyah walau dalam al Qur'an telah dijelaskan sebelum Islam datang, umat-umat terdahulu juga telah mengenal zakat. Setiap Nabi memiliki cara zakatnya tersendiri seperti zaman Nabi Musa yang memerintahkan menzakati hewan ternak seperti unta, kambing dan lembu. Bahkan Nabi Musa juga pernah meminta agar Qorun mengeluarkan zakatnya. Zaman Nabi Isa pun tak jauh berbeda yaitu meminta orang-orang yang kaya untuk mengeluarkan zakatnya kepada yang miskin. Saat ini kita masih mengikuti syariat zakat yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw dengan penje...