Langsung ke konten utama

Kiai NU Plosokandang Menggugat Cafe Njoget-joget



Woko Utoro 

Rabu, 15 Oktober 2025 pengurus NU Ranting Plosokandang berkumpul di balai desa Plosokandang guna melaksanakan kegiatan Bahtsul Masail (BM). Kebetulan saya sendiri turut mempersiapkan beberapa sumber literatur. Karena pada malam sebelumnya Abah kami mengajak diskusi perihal ini. Tanpa berlama-lama nukilan beberapa literatur kitab pun sudah kami print.

Esoknya barulah para sesepuh, pengurus dan perangkat Desa Plosokandang berkumpul guna membahas problematika yang ada. Pembahasan BM kali ini berkaitan dengan hukum cafe yang menyediakan DJ (pemandu musik plus njoget-joget) tapi di sisi lain mereka mengadakan acara shalawat dan santunan anak yatim. Cafe yang dimaksud adalah @blenk.space dan kebetulan berada di wilayah Kudusan Plosokandang.

Mungkin jika lokasinya tidak di Plosokandang akan berbeda cerita. Karena selama ini Kepala Desa Plosokandang Bapak Agus Waluya berkomitmen Plosokandang menjadi desa zero criminal atau steril dari PEKAT. Dari sanalah akhirnya masalah tersebut dibahas dalam Forum Bahtsul Masail. Tentu masalah tersebut tidak hanya berlaku di satu cafe saja melainkan umum untuk cafe/warkop/angkringan dengan corak serupa.

Beberapa orang dalam FBM tersebut menyayangkan mengapa cafe dengan njoget-joget tersebut beroperasi begitu santainya. Terlebih lagi keberadaan mereka berada dekat dengan kampus Islam dan pondok pesantren. Pertanyaan selanjutnya berkembang mengapa cafe menyasar mahasiswa dengan adanya diskon bagi yang membawa KTM. Ironisnya mahasiswa kampus Islam justru turut andil di dalamnya. Mungkin hal itu hak pribadi tapi pada akhirnya tetap saja tidak sesuai dengan etika moral yang berlaku.

Mahasiswa harusnya sadar bahwa di pundak mereka bertengger nama almamater. Terkhusus almamater kampus Islam bukan kaleng-kaleng hal itu justru akan terbawa terus hingga lulus. Artinya bahwa kampus berbasis agama tidak hanya menyediakan ijazah melainkan ilmu dan akhlak yang harus dipertanggungjawabkan. Seperti yang disampaikan Prof Nasaruddin Umar bahwa kampus UIN secara khusus adalah samudera yang fungsinya tidak sekadar melahirkan ilmuan melainkan pribadi yang berkarakter, berintegritas dan memegang erat konstitusi.

Secara umum orang-orang di FBM mempertanyakan di mana posisi kampus Islam berada? Apakah kampus tidak berfungsi sebagai kontrol sosial. Ataukah memang ada jurai pemisah antara kajian keilmuan dengan tindakan praktis ke masyarakat. Atau memang sudah menjadi sunatullah di mana ada kebaikan pasti ada keburukan, haq dan bathil.

Lebih dari itu kita juga bertanya bagaimana sebenarnya peran mahasiswa. Terutama mereka yang tergabung dalam mahasiswa pergerakan Islam. Di mana letak mahasiswa sebagai agent of change. Mengapa mahasiswa hanya sensitif dengan isu politik, sosial dan ekonomi. Mengapa isu sosial dan keagamaan justru terabaikan.

Di sinilah tamparan buat kita semua bahwa masalah di masyarakat memerlukan tangan dingin untuk dicari solusinya. Bentuk dari pemecahan masalah tersebut adalah dengan mengadakan musyawarah. Jangan sampai kejadian main hakim sendiri pecah sebelum adanya kajian. Di sini pula kita mengedepankan asas bahwa segala sesuatu perlu dikaji, dievaluasi dan diputuskan. Terkhusus para kiai pastinya berperan sebagai social broker yaitu menuntun umat ke jalan kebenaran, jalan yang diridhai Allah SWT.

Dalam pantauan Radar Tulungagung (15/10) akhirnya cafe yang bersangkutan resmi ditutup atas mediasi dengan pemerintah Desa Plosokandang. Mungkin hal ini tampak pahit bagi pengusaha tersebut. Tapi mereka juga harus sadar bahwa dampak buruk dari kegiatan tersebut belum tentu hilang hingga satu generasi. Maka dari itu di sinilah peran pemerintah dan kiai untuk bersikap bahwa, "Dar ul mafasid muqaddamun ala jalbil mashalih" menghindari kemudaratan (mafsadat) lebih didahulukan daripada meraih manfaat (maslahah).[]

the woks institute l rumah peradaban 16/10/25

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 II

Woko Utoro Dalam setiap perlombaan apapun itu pasti ada komentar atau catatan khusus dari dewan juri. Tak terkecuali dalam perlombaan menulis dan catatan tersebut dalam rangka merawat kembali motivasi, memberi support dan mendorong untuk belajar serta jangan berpuas diri.  Adapun catatan dalam perlombaan esai Milad Formasik 14 ini yaitu : Secara global tulisan mayoritas peserta itu sudah bagus. Hanya saja ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Terutama soal ketentuan yang ditetapkan oleh panitia. Rerata peserta mungkin lupa atau saking exited nya sampai ada beberapa yang typo atau kurang memperhatikan tanda baca, paragraf yang gemuk, penggunaan rujukan yang kurang tepat dll. Ada yang menggunakan doble rujukan sama seperti ibid dan op. cit dll.  Ada juga yang setiap paragrafnya langsung berisi "dapat diambil kesimpulan". Kata-kata kesimpulan lebih baik dihindari kecuali menjadi bagian akhir tulisan. Selanjutnya ada juga yang antar paragraf nya kurang sinkron. Se...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 I

Woko Utoro Senang dan bahagia saya kembali diminta menjadi juri dalam perlombaan esai. Kebetulan lomba esai tersebut dalam rangka menyambut Milad Formasik ke-14 tahun. Waktu memang bergulir begitu cepat tapi inovasi, kreasi dan produktivitas harus juga dilestarikan. Maka lomba esai ini merupakan tradisi akademik yang perlu terus dijaga nyala apinya.  Perasaan senang saya tentu ada banyak hal yang melatarbelakangi. Setidaknya selain jumlah peserta yang makin meningkat juga tak kalah kerennya tulisan mereka begitu progresif. Saya tentu antusias untuk menilainya walaupun disergap kebingungan karena terlalu banyak tulisan yang bagus. Setidaknya hal tersebut membuat dahaga ekspektasi saya terobati. Karena dulu saat saya masih kuliah mencari esais itu tidak mudah. Dulu para esais mengikuti lomba masih terhitung jari bahkan membuat acara lomba esai saja belum bisa terlaksana. Baru di era ini kegiatan lomba esai terselenggara dengan baik.  Mungkin ke depannya lomba kepenul...