Woko Utoro
Pada peringatan 68 tahun UIN Jakarta, Prof Nasaruddin Umar berkata bahwa PTKIN seperti UIN ibarat samudera. Secara umum UIN di Indonesia tidak sekadar mencetak ilmuan atau saintis tapi lebih dari itu. UIN berbeda dengan sekolah tinggi lainnya yaitu bertujuan sebagai penegak konstitusi, melanjutkan jalan dakwah dan berkarakter seperti motto Kementerian Agama.
Pertanyaan berkembang apakah fakta di lapangan sudah bicara demikian. Tentu masih belum bisa dikatakan merata. Secara kuantitas saja PTKIN masih jauh dari PTN. Misalnya menurut BPS di tahun 2024/2025 PTKIN di Indonesia baru berjumlah 59 unit. Masih kalah dengan PTN yaitu 145 unit (PPDDikti 2024). Belum lagi bicara kualitas yang tentunya jika dikaitkan dunia kerja dan sains, PTN masih unggul dari PTKIN.
Pertanyaan selanjutnya lantas apa yang harus diperbaiki atau dievaluasi. Sederhana saja sebelum bicara samudera kita harus membincang sungai-sungai atau bahkan drainase.
Jika Prof Nasaruddin Umar mengilustrasikan UIN sebagai samudera maka IAIN, STAIN, STAI atau IAI sebagai sungai dan SLTA ibarat selokannya. Mungkin kita bisa fokus ke sistem aliran air paling terdekat yaitu drainase depan rumah.
Jika dihitung tidak kurang sekitar 14.675 unit SMA baik negeri maupun swasta di Indonesia pada 2024/2025. Jumlah itu sama dengan SMK sekitar 14.000 an pada tahun 2023 (BPS). Selama ini jika ada banjir yang disalahkan pertama adalah sistem drainase yang buruk. Akibatnya aliran air tersumbat dan terjadilah genangan.
Banjir tidak terhindarkan karena drainase mampet, sungai dipenuhi sampah dan keruh hingga laut menerima segala limbah. Jika sudah demikian maka siapa pula yang salah. Dalam konteks guyonan yang salah adalah pemerintah. Dalam konteks fakta kesadaran masyarakatlah yang perlu dievaluasi.
Evaluasi terhadap kesadaran masyarakat juga berlaku pada sistem perpolitikan. Mengapa kita tidak melahirkan kembali pemimpin yang berkarakter dan berintegritas. Karena masyarakat masih mau disuap. Masyarakat masih percaya mitos bahwa pemimpin yang jujur turun dari langit. Padahal pemimpin itu diciptakan oleh sikap dan pikiran mereka sendiri. Begitu pula pendidikan bahwa produktivitas, integritas dan karakter luhur tidak diciptakan realistis tunggal. Melainkan adanya kolaborasi dari hulu ke hilir, dari sungai, danau hingga samudera.
Inilah sesungguhnya tantangan bagaimana mempersiapkan drainase yang baik guna mengalirkan air ke sungai-sungai. Lebih dari itu bagaimana agar ekosistem sungai juga kembali jernih. Sehingga jangan bicara samudera jika drainase dan sungai masih buruk. Jangan sampai samudera hanya sebagai wadah penampung dari tumpukan sampah.
Samudera harus lebih dari sungai-sungai. Di mana ibarat UIN yang dapat melahirkan ilmuan organik, berjiwa pemimpin nan berkarakter serta dekat dengan masyarakat. Di samudera itulah pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat terealisasi dengan baik. Jangan sampai kita membuat aliran sungai baru dan fokus pada samudera tapi lupa bahwa yang lebih penting menguatkan akar yaitu sistem drainasenya. Semua agar terjadi harmonisasi pengetahuan bukan sekadar ditransfer, ditampung tapi digali dan diaplikasikan.[]
the woks institute l rumah peradaban 14/10/25
Komentar
Posting Komentar