Woko Utoro
Alhamdulillah semalam usai sudah acara pemilihan lurah PPHS untuk periode 2025-2026. Terpilihlah dua insan dari Timur yaitu Mr Habib Al Anshori An Naumi dan Kang Nizar Fawaz Al Badangy. Walaupun acara pemilihan begitu sederhana tapi tidak meninggalkan kesan istimewa. Sejak awal acara dimulai dengan pembacaan Maulid AlBarzanji, pemilihan lurah dan rapat persiapan Lailatus Shalawat.
Setelah semua usai dan dipungkasi dengan makan donat bersama. Harusnya ada ramah tamah, nasehat-nasehat dan musyafahah. Tapi walaupun tidak ada saya menganggap nasehat itu hadir terkhusus untuk diri sendiri. Pertama, bahwa di PPHS itu unik. Berbeda dengan pondok lain yang penuh dengan kesan formal. Yang jelas di sini santri guyub rukun, raket satu sama lain sudah bagus. Karena secara kuantitas santri PPHS hanya dihitung jari. Maka dari itu pertahankan, rawat dan jaga yang masih tersisa.
Kedua, jalankan kegiatan pondok semaksimal mungkin. Jangan di balik yaitu kegiatan pondok minimalis tapi di kampus seperti gaya elitis. Termasuk mentaati peraturan pondok. Hal itu tentu berlaku bagi semua santri tidak hanya lurahnya. Hanya saja terkhusus bagi pemimpin harus memberi teladan santri lainya. Karena sesungguhnya kepemimpinan itu keteladanan (contoh) bukan omongan. Yang sekadar ngomong banyak dan itu tak akan membekas buat orang lain.
Ketiga, niatkan segala sesuatu di pondok sebagai media belajar, khidmah dan menempa diri. Bahwa belajar di pondok itu limited alias ada masanya. Sehingga menjadi pemimpin di PPHS itu tidak lama. Karena singkat itulah harusnya dimanfaatkan dengan baik. Khidmah adalah salah satu jalan menggapai berkah. Mungkin kita minus dalam hal ngaji tapi jika soal pelayanan terhadap pondok haruslah plus-plus. Inilah proses penempaan yang harus kita manfaatkan. Sebab tidak semua orang bisa sampai di posisi tersebut.
Keempat, di PPHS itu sederhana. Soal apapun termasuk kepemimpinan. Yang terpenting menjalankan kegiatan dengan baik itu saja sudah cukup. Jadi tidak usah ndaki-ndaki dan terpenting berjalan dengan baik itu sudah baik. Misalnya bagaimana kegiatan ngaji, piket kebersihan, keamanan, khidmah tamu, kekompakan sesama santri dll itu sudah lebih dari cukup. Karena apalah artinya program jika metode penyampaiannya tidak tepat.
Kelima, ingat pesan Kitab Ta'lim Muta'alim bahwa hormat lebih utama dari ta'at. Orang yang taat banyak tapi sedikit sekali yang hormat. Ketaatan hanya berdasarkan instruksi, jadwal dan diperintah. Sedangkan hormat teraplikasi karena peduli, ingin keberkahan, dan cinta tanpa harus ada kata perintah. Maka dari itu sejak dini belajar hormat pondok bukan sekadar ta'at.
Pesan untuk semua adalah mari kita kompak, guyub rukun melaksanakan segala macam kegiatan dan peraturan pondok. Kata Gus Reza Lirboyo, melaksanakan peraturan pondok sama dengan menyicil keberkahan ketika kembali ke rumah. Hal terpenting jika santri tidak bisa dinasehati oleh kata-kata maka bersiap dinasehati oleh peristiwa.[]
the woks institute l rumah peradaban 8/10/25
Komentar
Posting Komentar