Langsung ke konten utama

Memaknai Hari Santri 2025

Woko Utoro 

Perdebatan mengenai siapa santri, apa pengertian santri saya kira sudah selesai. Saat ini yang terpenting adalah bagaimana cara memaknai hari santri sebagai sebuah tonggak peradaban. Di momen hari santri sebenarnya kita diingatkan tentang banyak hal. Maka dari itu memaknainya jauh lebih utama daripada sekadar seremonial belaka.

Pertama, bahwa hari santri itu rahmat Allah yang harus disyukuri. Terlepas hadir lewat cara politik. Yang jelas hari santri adalah bentuk negara menghormati kaum santri. Peran, kiprah, kontribusi dan sejarah kaum santri tidak bisa diabaikan. Sehingga dari itulah negara memiliki hutang budi kepada kaum santri.

Kedua, santri jangan terlena karena kontribusi, jasa atau kebesaran nama pesantren. Harusnya santri berpikir mendalam bagaimana cara untuk terus menghidupkan warisan para masyayikh. Hal tersulit bukan meraih melainkan mempertahankan. Terutama dalam kaitannya menjaga marwah pesantren, ta'lim ta'alum, nasyrul ilmi, khidmah dan memperbaiki laku lampah.

Ketiga, hari santri bukan disandarkan pada identitas simbolik seperti kopiah, sarung, gamis atau kerudung. Melainkan pada akhlak, ilmu dan sikap rendah hati di masyarakat. Menjadi santri adalah tanggungjawab. Santri bukan untuk kebanggaan atau gagah-gagahan. Santri adalah upaya untuk memperbaiki diri dengan terus mengaji.

Gus Baha berkata bahwa kekayaan sebenarnya pada negeri ini bukan pada sumber daya alam melainkan sumber daya manusia. Jika manusianya baik maka negara akan terjamin keamanannya. Jika manusianya rakus maka sumber daya alam sebanyak apapun tak akan cukup.

KH Nurul Huda Djazuli menyandarkan santri dengan berilmu amaliyah, beramal ilmiyah. Artinya bahwa segala sesuatu itu ada sanad dan rujukannya. Bukan asal dan berdasar nafsu pribadi. Sedangkan KH Said Aqil Siradj memberi pesan bahwa kekayaan santri terletak pada akhlak, wisdom, sosial kapital dan hubungan guru murid.

Keempat, santri harus tirakat terutama dalam melihat dunia yang makin gemerlap. Sederhananya segala sesuatu yang didapat di pesantren harus jadi lentera sebagai pemandu di kala gelap. Ilmu di pesantren harus jadi tongkat sebagai petunjuk jalan dikala tersesat. Intinya bahwa ilmu sekecil apapun harus diamalkan dan jangan berhenti ketika dinyatakan lulus. Santri itu sampai mati.

Kelima, santri harus rajin mencatat. Kata Gus Dur dzikirnya santri ya membaca dan menulis. Ketika santri kehilangan dua hal itu maka mandeglah ilmu. Bagaimanapun juga santri adalah subjek untuk mengembangkan keilmuan, penggerak masyarakat dan penjaga moral bangsa. Jika santri sudah malas-malasan lantas apa esensi hari santri yang diperingati tiap tahun. Apakah kita menunggu dijajah secara fisik dulu baru bergerak? tentu tidak. Karena penjajahan masih berlangsung bahkan dalam bentuk paling melenakan yaitu dunia digital.[]

the woks institute l rumah peradaban 22/10/25

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 II

Woko Utoro Dalam setiap perlombaan apapun itu pasti ada komentar atau catatan khusus dari dewan juri. Tak terkecuali dalam perlombaan menulis dan catatan tersebut dalam rangka merawat kembali motivasi, memberi support dan mendorong untuk belajar serta jangan berpuas diri.  Adapun catatan dalam perlombaan esai Milad Formasik 14 ini yaitu : Secara global tulisan mayoritas peserta itu sudah bagus. Hanya saja ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Terutama soal ketentuan yang ditetapkan oleh panitia. Rerata peserta mungkin lupa atau saking exited nya sampai ada beberapa yang typo atau kurang memperhatikan tanda baca, paragraf yang gemuk, penggunaan rujukan yang kurang tepat dll. Ada yang menggunakan doble rujukan sama seperti ibid dan op. cit dll.  Ada juga yang setiap paragrafnya langsung berisi "dapat diambil kesimpulan". Kata-kata kesimpulan lebih baik dihindari kecuali menjadi bagian akhir tulisan. Selanjutnya ada juga yang antar paragraf nya kurang sinkron. Se...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 I

Woko Utoro Senang dan bahagia saya kembali diminta menjadi juri dalam perlombaan esai. Kebetulan lomba esai tersebut dalam rangka menyambut Milad Formasik ke-14 tahun. Waktu memang bergulir begitu cepat tapi inovasi, kreasi dan produktivitas harus juga dilestarikan. Maka lomba esai ini merupakan tradisi akademik yang perlu terus dijaga nyala apinya.  Perasaan senang saya tentu ada banyak hal yang melatarbelakangi. Setidaknya selain jumlah peserta yang makin meningkat juga tak kalah kerennya tulisan mereka begitu progresif. Saya tentu antusias untuk menilainya walaupun disergap kebingungan karena terlalu banyak tulisan yang bagus. Setidaknya hal tersebut membuat dahaga ekspektasi saya terobati. Karena dulu saat saya masih kuliah mencari esais itu tidak mudah. Dulu para esais mengikuti lomba masih terhitung jari bahkan membuat acara lomba esai saja belum bisa terlaksana. Baru di era ini kegiatan lomba esai terselenggara dengan baik.  Mungkin ke depannya lomba kepenul...