Langsung ke konten utama

Teologi Keselamatan: Belajar dari Teknologi




Woks

Bicara keselamatan berarti bicara masa depan. Sedangkan masa lalu hanya berfungsi sebagai pengantar. Tapi masa lalu jangan pula segera dilupakan. Bagaimanapun juga masa lalu adalah kendaraan penghantar masa depan. Tanpa masa lalu seseorang tak akan pernah belajar dari sejarah.

Dulu sebelum ada teknologi dunia terasa berdiam diri, sekalipun berjalan rasanya amat lambat. Dulu dunia seperti perempuan yang belum dipahami akan tetapi saat ini dunia berubah begitu cepat. Sejak ditemukannya alat-alat industri dunia terkesan berlari. Bahkan saat ini pergerakannya sulit dibendung. Dunia semakin dikenal, informasi menyebar hitungan detik dan di belahan manapun dapat dijangkau. Ujung dunia hanya berada dalam genggaman dan mudah dikendalikan.

Dari segala macam kecanggihan teknologi yang merupakan bagian perkembangan dunia modern maka muncul pertanyaan apa tujuan utamanya? Apakah teknologi ingin menguasai dunia, ataukah ingin menjadi peri pengabul segala hajat. Termasuk akan ke manakah kecanggihan teknologi tersebut? Apakah akan menjadi pelayan manusia atau akan menjadi juru selamat di kemudian hari. Pertanyaan prinsip tersebut apakah mampu dijawab oleh kecanggihan teknologi, rasanya sukar dijawab kecuali oleh nurani.

Teknologi tak akan mampu menjawab agendnya sendiri. Karena bagaimanapun juga teknologi dicipta tanpa mengenal proyek akhir. Teknologi tidak memiliki tujuan mau apa dan akan kemana setelah tercipta. Orang Jawa sering mengingatkan "Sangkan Paraning Dumadi" dari mana, untuk apa dan akan ke mana setelah ini. Falsafah Jawa tersebut selalu ingin mengingatkan dan mengajak untuk berpikir, mempersiapkan diri setelah ini mau ke mana. Manusia yang berasal dari Tuhan seharusnya mulai berpikir arti muasal.

Demikianlah teknologi, ia diciptakan tidak berfungsi sebagai juru selamat. Secanggih apapun teknologi ia tak mampu memberi jaminan keselamatan. Pantas saja selain kejujuran hal yang tak ditemui dari teknologi adalah jaminan keselamatan. Fakta justru kontradiktif bahwa teknologi justru memiliki efek negatif hingga berbahaya. Jika menilik pada alat perang untuk apa manusia menciptakannya jika ujungnya sebagai alat pembunuh. Teknologi menjelma pemusnah massal yang tak berkesudahan.

Teknologi belum final dengan dirinya sendiri. Kita belajar dari kecanggihan teknologi tentang visi masa depan yang tumpul. Dalam konteks agama, kita diperintahkan untuk mempersiapkan masa depan. Tidak seperti teknologi ia diciptakan hanya untuk saat ini dan tidak untuk hari esok. Maka dari itu agama menyebutkan bahwa orang cerdas adalah mereka yang berpikir tentang hari esok. Sebagai mukmin tentu kita berpikir bahwa sesuatu yang paling penting untuk hari esok adalah keselamatan. Lantas kita bertanya apakah di hari nanti kita selamat atau celaka. Semua pertanyaan kembali ke diri sendiri. Bahwa sesungguhnya agama, risalah para nabi dan petunjuk ulama adalah entitas yang dapat menyelamatkan.[]

the woks institute l rumah peradaban 1/5/23

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Zakat Sebagai Sarana Ritual dan Kesehatan

Woks Secara bahasa zakat berarti suci, berkembang, dan berkah. Dalam istilah fikih zakat berarti harta yang wajib dikeluarkan dari kepemilikan orang-orang kaya untuk disampaikan kepada yang berhak menerimanya dengan aturan syariat. Dalam agama apapun zakat telah disyariatkan walaupun cara dan subjek wajib zakatnya sedikit berbeda. (Syahruddin, 2014:73) Sebagaimana yang tercatat dalam sejarah, zakat baru disyariatkan pada tahun kedua Hijriyah walau dalam al Qur'an telah dijelaskan sebelum Islam datang, umat-umat terdahulu juga telah mengenal zakat. Setiap Nabi memiliki cara zakatnya tersendiri seperti zaman Nabi Musa yang memerintahkan menzakati hewan ternak seperti unta, kambing dan lembu. Bahkan Nabi Musa juga pernah meminta agar Qorun mengeluarkan zakatnya. Zaman Nabi Isa pun tak jauh berbeda yaitu meminta orang-orang yang kaya untuk mengeluarkan zakatnya kepada yang miskin. Saat ini kita masih mengikuti syariat zakat yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw dengan penje...