Langsung ke konten utama

Menikmati Harlah Sabilu Taubah Dari Dekat




Woko Utoro

Alhamdulillah dalam perayaan Harlah ke-5 Majelis Ta'lim Sabilu Taubah saya bisa hadir. Kebetulan saya hadir di hari kedua dengan bintang tamu After Shine dan Happy Asmara. Sebenarnya saya ingin hadir di hari ketiga di saat Az Zahir pimpinan Habib Bidin perform. Tapi sayang saya hanya bisa hadir sekadar menyesuaikan waktu.

Saya hadir bersama Pak Nur, teman sewaktu kami mondok bersama di PP Panggung TA. Dengan mengendarai motor GL nya kami pun melaju setelah magrib. Anda pasti sudah bisa menebak ketika saya sampai di TKP. Jamaah sudah membludak. Sepanjang jalan seperti tak putus-putusnya jamaah silih berganti, datang dan pergi. Teriakan para satgas parkir juga lantang terdengar. Semua mengamankan diri. Dan pas harlah ini parkir ditarik 10k untuk roda dua dan 20k untuk roda empat. Diperkirakan setiap malam ada lebih dari seribu jamaah dan kita bisa membayangkan sirkulasi uang mengalir di malam tersebut.

Sepanjang jalan kami disuguhkan puluhan sound horeg dengan segala merk berjajar rapi. Semua mengawal acara atas nama khidmah dan ngalap barokah. Mereka datang dari berbagai wilayah di Jawa Timur bahkan dari Jember Banyuwangi juga hadir. Tidak hanya itu sepanjang jalan para pedagang sudah setia menunggu pelanggan. Dari pedagang makanan ringan, kopi, aksesoris, hingga merchandise resmi Gus Iqdam juga nampak mewarnai.

Halaman rumah warga pun seolah tak ada yang sepi terlebih di sor sengon. Selain digunakan untuk parkir juga terpajang puluhan layar tancap guna mendistribusikan kondisi panggung utama. Jika kita berangkat setelah magrib sudah jelas maka tempat yang didapat adalah bahu jalan atau radius 1-2 km dari lokasi panggung. Sungguh semua telah berjubel jamaah yang sepertinya telah mengambil tempat sejak dhuhur. Karena memang fakta bahwa jamaah telah memadati lokasi utama sejak siang bahkan sejak kemarin.

Mungkin saja fenomena Gus Iqdam tidak pernah dibayangkan oleh hampir sebagian orang di desa Karanggayam bahkan Kunir atau Blitar secara lebih luas. Kini orang ingin hadir ke ST sudah tak terbilang. Hampir setiap malam baik malam Selasa maupun malam Jum'at selalu penuh sesak. Tentu hal tersebut bukti karomah itu ada. Gus Candra Malik berkomentar bahwa Gus Iqdam dibentuk oleh 2 karomah yaitu karomah kakeknya KH Zubaidi Abdul Ghofur dan karomah medsos. Keduanya telah turut membantu menggerakkan jamaah untuk datang.

Ritme viralitas memang sangat mudah untuk dibaca. Terlebih hampir setiap orang khususnya muda-mudi pasti memiliki media sosial. Tapi di luar itu Gus Iqdam memang ketiban pulung. Beliau yang cucu kiai khos juga cakap dalam mengoyak emosi jamaah. Dengan gaya khasnya pengajian beliau mudah dicerna sekalipun oleh masyarakat awam. Di sisi lain wadah bertemu dan ngaji gayeng masih bisa dihitung jari. Maka tidak salah jika Gus Iqdam bersama ST dan garanganya selalu diminati oleh hampir sebagian masyarakat Jawa Timur bahkan kini menyentuh dunia Internasional.

Singkat kisah di malam minggu tersebut kami menikmati suasana hari kedua di Harlah ST. Di tengah deru ombak lautan manusia kami pun langsung pamit. Sekitar jam 22:00 atau 2-3 lagu dari Mba Happy Asmara kami pun langsung tancap gas. Maklum saja khawatir kesulitan jalan karena macet. Saya tidak bisa membayangkan berjubel bersama jamaah emak-emak yang tentunya super kuat di planet bumi. Cuma hanya berandai-andai jika saya berhenti misalnya menghampiri seorang gadis yang ternyata motornya mogok. Lalu tanpa basa-basi saya membantunya atau bahkan mengantarnya pulang hingga ke rumah. Ketika di depan rumah bapaknya tanya, "Karo sopo lho nduk?". Si gadis dengan malu-malu menjawab, "Kaleh garangan anyaran pak". Saya pun kudu mlayu ae. wkwk

the woks institute l rumah peradaban 20/2/24

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun...