Langsung ke konten utama

Dawuh Abah : Bersyukur dan Berjamaah





Woko Utoro

Tahun ini kami santri PPHS tidak melaksanakan haflah seperti pada umumnya. Karena agenda haflah rencana diganti dengan ziarah wali. Akan tetapi walaupun begitu acara sederhana haflah tetap dilaksanakan. Bahkan acara tersebut berbarengan dengan peringatan malam nisfu syaban. Acara sederhana tapi tak kalah istimewa.

Acara haflah kali ini dilaksanakan begitu sederhana dengan rangkaian pagi khotmil Qur'an, malam setelah magrib amaliyah nisfu syaban. Setelah isya diisi dengan pembacaan maulid al Barjanzi dan mauidhoh hasanah oleh Abah Sholeh. Adapun dalam mauidhoh hasanah tersebut beliau menyampaikan beberapa hal yaitu: haflah adalah bentuk bersyukur atas nikmat yang Allah berikan. Mengapa bersyukur itu penting karena ayatnya jelas siapa yang bersyukur akan ditambah dan sebaliknya azabnya amat pedih bagi mereka yang ingkar.

Selanjutnya beliau tetap berpesan agar santri menjaga shalat jamaah. Sebab shalat berjamaah itu ganjarannya luar biasa. Secara lebih khusus shalat menjadi tolok ukur kebaikan kita kepada Allah terutama ketika sudah di rumah. Bahkan shalat bisa mendeteksi kehidupan yang kita jalani. Jika baik shalatnya maka baik pula kehidupannya.

Santri jangan lupa untuk mengamalkan surah al Waqiah. Karena fadhilah surah al Waqiah terbilang istimewa khususnya soal urusan bendawi. Jika istikomah kita mengamalkannya insyaallah Allah akan melancarkan rezeki kita. Baca surah al Waqiah sebanyak 3x atau 14 kali setelah shalat ashar. Setelah itu berdoa di setiap selesai bacaannya dan tawasul dengan al mu'jiz KH Nurul Huda Djazuli.

Santri jangan lupa selalu menjaga adabiahnya di manapun berada. Karena adab adalah ciri utama santri. Jadi sangat mudah membedakan mana santri atau bukan. Terlebih santri yang senang mengaji akan selalu ditunggu oleh masyarakat. Sebab masyarakat akan tahu jika santri mondok ilmunya akan berbeda dengan yang tidak mondok. Maka dari itu serius dan tekunlah dalam mondok.

Pelajarilah aurad yasin tahlil, atau syukur-syukur bacaan shalawat dan al Qur'an harus dilancarkan. Karena semua hal itu adalah modal ketika terjun ke masyarakat. Sebab masyarakat tahu bahwa kita mondok, mengaji bukan hanya numpang tidur.

Di pondok itu harus masyaqot alias rekoso, kangelan. Jangan malah di balik di pondok malah enak-enakan. Karena kesusahan orang menimba ilmu adalah investasi agar kita mendapat kemudahan ketika sudah di masyarakat. Hari ini adalah penentuan terhadap masa depan. Maka dari itu mempeng (sungguh-sungguh) dalam menimba ilmu di pondok.

Demikian catatan sederhana yang disampaikan oleh Abah Sholeh. Acara pun ditutup dengan musyafahah dan foto bersama. Setelah itu makan-makan. Sekian dan terimakasih, semoga bermanfaat.[]

the woks institute l rumah peradaban 25/2/24

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun...