Woko Utoro
Sebenarnya menulis itu diawali dari membaca. Siapa yang banyak bacaannya biasanya akan tergugah untuk menulis. Ibarat mesin bacaan adalah motor penggerak utama untuk menulis. Jadi sebenarnya menulis itu mudah tinggal kapan kita mau memulainya. Salah satu hal mendasar dari menulis kembali ke awal yaitu mau membaca.
Jika seseorang sudah berhenti membaca di sanalah petaka akan tiba. Ciri orang membaca biasanya dua yaitu mendengarkan dan mengaplikasikan. Pembaca aktif biasanya tak bosan untuk terus mendengarkan. Karena mendengar adalah kecerdasan yang hanya dimiliki orang bijak. Sebab bagi manusia arogan mendengar adalah musibah. Selanjutnya bacaan membuat orang tergerak untuk melakukan sesuatu. Contoh banyak ilmuan Muslim seperti AlKindi, AlFarabi, Alkhawarizmi hingga Ibnu Batutah melakukan penelitian bukan kehendak pribadi melainkan verifikasi atas segala yang dibaca. Semakin banyak membaca semakin banyak hal yang tak diketahui.
Hal yang menyedihkan adalah sebaliknya jika orang tak mau lagi membaca. Kasus yang mudah kita analisis adalah bencana banjir dan longsor Sumatera - Aceh. Ternyata selain faktor iklim musibah tersebut diperparah oleh keserakahan manusia. Jika saja manusia dalam hal ini pengampu kebijakan mau membaca tanda di alam mungkin saja musibah tidak separah yang kita lihat. Dalam kasus ini Beny Arnas menyebut pemerintah kita tengah terkena musibah literasi. Penguasa tidak mau mendengar kata para ilmuan dan aktivis lingkungan. Mereka juga tidak membaca hasil-hasil riset dan kajian lapangan. Akibatnya jelas abai terhadap membaca hanya menyisakan luka.
Saat ini yang kita butuhkan adalah terus membaca. Bahkan kata Gus Dur teruslah membaca, sampai mati harus membaca. Tentu membaca yang dimaksud yaitu lebih dari sekadar buku. Tapi membaca realita yang ada baik di dalam sosial maupun alam. Jika kita berniat belajar menulis maka dari bacaan itulah akan mengkalkulasi secara alamiah. Kita akan terdorong sendiri untuk menulis dan tapi sering berlatih adalah kunci. Tanpa latihan konsisten kita akan kesulitan menulis.
Di sinilah pentingnya membaca berkesadaran. Membaca sejati yang mau mendengar dan tak berhenti untuk terus berbuat baik. Lalu setelah itu menulis sebagai bentuk panggilan jiwa. Setidaknya kita mengekspresikan diri melalui pikiran dan tulisan.[]
the woks institute l rumah peradaban 3/12/25
Komentar
Posting Komentar