Langsung ke konten utama

Sepotong Kisah dari Buku Harian



Woko Utoro 

Kira-kira jika iseng-iseng kita survei masih adakah orang menggunakan buku harian dalam tiap aktivitasnya. Mungkin jawaban kita sama hampir dipastikan sedikit sekali bahkan bisa jadi punah. Dulu sebelum orang-orang memiliki gadget buku harian adalah pemandangan biasa. Tapi saat ini orang lebih memilih memakai fasilitas noted di hp atau bahkan memfoto.

Makin hari orang makin malas untuk mencatat. Bisa dilihat pergeseran dari buku harian, noted hp hingga hanya sekadar difoto. Hidup seperti tak punya waktu untuk sekadar menulis dan hal itu sudah masif di kalangan kita. Untung saja saya masih konsisten dengan buku harian. Sekalipun ada smartphone tapi jika soal menulis saya langsung memindahkan ke buku harian.

Bagi saya buku harian itu penting. Bahkan kata Rocky Gerung tak ada yang bisa menggantikan aroma khas seperti dari buku cetak. Di sana kita dapat menghirup betapa uniknya hidup. Aroma yang selalu menciptakan rasa kangen. Yang terpenting buku harian dan buku bacaan adalah cara kita untuk pulang.

Melalui buku harian saya bisa pulang kapa saja. Tentu pulang yang dimaksud adalah mengenali emosi pribadi. Emosi yang dalam psikologi harus dikenali dan dikelola dengan baik. Itu sebabnya mengapa saya menulis di buku harian. Sebuah cara agar kita tidak mudah lupa. Daya ingat jadi kuat dan pastinya menyuguhkan kepuasan batin.

Buku harian tersebut membantu saya merawat sejarah. Melalui catatannya saya jadi ingat tentang orang-orang luar biasa, tanggal istimewa, pesan moral menyentuh, cerita lucu hingga kisah asmara dll. Ada banyak hal yang dapat kita rasakan dari memiliki buku harian tersebut. Salah satunya saya tidak merasa sendiri. Dan memang saya merasa dunia begitu dekat.

Saya ingat betapa buku harian tersebut membantu dalam belajar bahasa Jawa krama. Di sana saya menulis satu demi satu kosakata bahasa Jawa. Hingga hari ini tidak terasa saat bernostalgia buku harian seolah saya harus berterimakasih padanya. Mungkin saja jika tanpa buku harian itu saya akan kehilangan pengetahuan yang selama ini didapat. Memang benar buku harian itu ibarat mengikat hewat buruan (pengetahuan) agar tidak lepas.

Hingga hari ini dan sejak dulu buku harian saya terus bertambah. Saya masih percaya bahwa ada banyak perbedaan ketika menulis di gadget dan buku harian. Di sanalah letak kenikmatan di mana hanya bisa dirasakan oleh pemiliknya. Maka dari itu jika kita ingin lebih kaya dalam pengetahuan tulislah di buku harian. Karena buku tersebut adalah sahabat dan esok kita selalu merindukannya.[]

the woks institute l rumah peradaban 2/12/25

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 II

Woko Utoro Dalam setiap perlombaan apapun itu pasti ada komentar atau catatan khusus dari dewan juri. Tak terkecuali dalam perlombaan menulis dan catatan tersebut dalam rangka merawat kembali motivasi, memberi support dan mendorong untuk belajar serta jangan berpuas diri.  Adapun catatan dalam perlombaan esai Milad Formasik 14 ini yaitu : Secara global tulisan mayoritas peserta itu sudah bagus. Hanya saja ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Terutama soal ketentuan yang ditetapkan oleh panitia. Rerata peserta mungkin lupa atau saking exited nya sampai ada beberapa yang typo atau kurang memperhatikan tanda baca, paragraf yang gemuk, penggunaan rujukan yang kurang tepat dll. Ada yang menggunakan doble rujukan sama seperti ibid dan op. cit dll.  Ada juga yang setiap paragrafnya langsung berisi "dapat diambil kesimpulan". Kata-kata kesimpulan lebih baik dihindari kecuali menjadi bagian akhir tulisan. Selanjutnya ada juga yang antar paragraf nya kurang sinkron. Se...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 I

Woko Utoro Senang dan bahagia saya kembali diminta menjadi juri dalam perlombaan esai. Kebetulan lomba esai tersebut dalam rangka menyambut Milad Formasik ke-14 tahun. Waktu memang bergulir begitu cepat tapi inovasi, kreasi dan produktivitas harus juga dilestarikan. Maka lomba esai ini merupakan tradisi akademik yang perlu terus dijaga nyala apinya.  Perasaan senang saya tentu ada banyak hal yang melatarbelakangi. Setidaknya selain jumlah peserta yang makin meningkat juga tak kalah kerennya tulisan mereka begitu progresif. Saya tentu antusias untuk menilainya walaupun disergap kebingungan karena terlalu banyak tulisan yang bagus. Setidaknya hal tersebut membuat dahaga ekspektasi saya terobati. Karena dulu saat saya masih kuliah mencari esais itu tidak mudah. Dulu para esais mengikuti lomba masih terhitung jari bahkan membuat acara lomba esai saja belum bisa terlaksana. Baru di era ini kegiatan lomba esai terselenggara dengan baik.  Mungkin ke depannya lomba kepenul...