Langsung ke konten utama

Sarasehan Alumni FUAD Sepanjang Masa


Woks

Entah sudah berapa kali saya mengikuti acara sarasehan yang melibatkan alumni FUAD atau dalam hal ini yang pernah menjabat sebagai pengurus DEMA FUAD. Saya hampir saja tidak ingat kecuali beberapa kali selalu saya sempatkan hadir dalam acara yang penuh hangat itu.

Dari waktu ke waktu acara sarasehan tersebut selalu punya kesan tersendiri. Di sana kita akan dapati cerita dan sejarah tentang FUAD yang dulu masih Ushuluddin. Sebuah fakultas yang bertransformasi begitu cepat dan saat ini telah dihuni oleh 12 jurusan terdiri dari Ilmu Al Qur'an Tafsir (IAT), Tasawuf Psikoterapi (TP), Aqidah Filsafat Islam (AFI), Bahasa Sastra Arab (BSA), Komunikasi Penyiaran Islam (KPI), Bimbingan Konseling Islam (BKI), Sosiologi Agama (SA), Sejarah Peradaban Islam (SPI), Psikologi Islam (PI), Manajemen Dakwah (MD), Ilmu Perpustakaan Informasi Islam (IPII) dan Ilmu Hadits (IH).

Dulu dan kini tentu berbeda. Jika dulu jurusan dan mahasiswanya masih sedikit tentu saat ini semua telah berubah. Kita tidak bisa membandingkan antara dulu dan masa kini. Saksi sejarah yang hadir pada acara sarasehan mulai dari Mas Nawawi, Mas Imron Rosyadi, Mas Tri, Mas Zaki, Mas Yahya, Mas Tamba dan Mba Mita memberikan testimoninya bagaimana mereka menjalani roda organisasi pada masa-masa yang berbeda. Mungkin di 2020 ini Mba Mita akan mengenang tentang rasa yang pilu karena harus menerima kenyataan bahwa kita berjibaku melawan Covid-19. Di mana orang sulit bergerak, ruang terasa sempit dan dunia berada dalam ruang virtual.

Acara sarasehan dalam rangka Milad FUAD tersebut sangat terasa urgensinya karena agar kita bisa mengenal, silaturahmi juga bisa mendengar cerita tentang masa lalu. Salah satunya, tentu kita ingat jargon Arek Ushuluddin (ASHU) dan Gerakan Ashu Merdeka (GAM) era 2010an hingga di 2016 berubah menjadi Jaringan Mahasiswa FUAD (JamFud). Jargon tersebutlah yang mewakili setiap zaman yang memang telah berubah. Termasuk mengingat saat Pemuda Bonorowo berkontribusi kepada masyarakat lewat aksi dan seni. Acara seperti dialog lintas agama yang saling merajut perbedaan, lalu kunjungan ke rumah ibadah, forum keliling (forling), forum diskusi (fokus) telah mewarnai rekam jejak tersebut.

Kita juga mengingat betapa grup sholawat Fajrul Ummah selalu tampil dalam perayaan tidak hanya di Islam tapi juga bersama non-muslim. Gerakan tanam 1000 pohon untuk reboisasi, penyelamatan satwa dan mata air juga merupakan wujud nyata mahasiswa dalam mengimplementasikan gagasan berdamai dengan ekologi. Tidak hanya itu rasa kekeluargaan adalah pedoman untuk terus memupuk humanisme berkelanjutan.

Tantangan kekeluargaan FUAD tentu akan semakin berat ke depanya karena kuantitas mahasiswa semakin banyak. Selain itu fakultas yang sejak lama bercorak kebersamaan ini apakah masih bisa mempertahankan ciri khasnya di tengah aruh digitalisasi yang makin masif. Apakah mereka masih terus berdiskusi di bawah pohon rindang, rajin menulis membaca, aktif di organisasi atau malah justru sebaliknya terlena oleh zaman. Ataukah budaya sandalan sebagai representasi omong kosong selalu terus diwarisi ataukah kebisingan ngopi menjadi hal utama atau juga rambut gondrong sebagai lambang kebebasan masih terus dielu-elukan. Entahlah kita lihat saja ke depanya, sebab FUAD telah berada di tangan generasi penerus. Generasi milenial yang tentunya berat menanggung sejarah masa lalu dengan benturan masa kini.

Menurut saya kegiatan sarasehan seperti ini tidak boleh berhenti di sini. Justru tiap tahun harus ada agar kita mampu berpijak dan berkaca lewat sejarah bahwa dulu adalah pelajaran masa kini. Pesan para alumni tentu menarik di simak di antaranya: 1). Percaya diri bahwa fakultas ini menjadi tempat berpijak, berproses, berdikari yang tak kalah dengan fakultas lainya. 2). Selalu tonjolkan keilmuan bukan kemalasan dan wacana semata. 3). Tetap jaga kondusivitas, kekeluargaan, kekompakan serta tradisi melingkar yang menghangatkan. 4). Selalu mengedepankan musyawarah, politik kreatif dan kritis. 5) Rajin diskusi, membaca menulis dan retorika. Semoga saja dari acara ini kita selalu ingat sejarah dan tetap sambung dengan alumninya.

Selamat milad FUAD semoga selalu kompak dan bermartabat. Sebenarnya masih banyak yang ingin saya katakan kepadamu hanya untuk mengakhiri tulisan ini saya ingin berkata "subur terus kemanusiaan".

the woks institute 28/11/20

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 II

Woko Utoro Dalam setiap perlombaan apapun itu pasti ada komentar atau catatan khusus dari dewan juri. Tak terkecuali dalam perlombaan menulis dan catatan tersebut dalam rangka merawat kembali motivasi, memberi support dan mendorong untuk belajar serta jangan berpuas diri.  Adapun catatan dalam perlombaan esai Milad Formasik 14 ini yaitu : Secara global tulisan mayoritas peserta itu sudah bagus. Hanya saja ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Terutama soal ketentuan yang ditetapkan oleh panitia. Rerata peserta mungkin lupa atau saking exited nya sampai ada beberapa yang typo atau kurang memperhatikan tanda baca, paragraf yang gemuk, penggunaan rujukan yang kurang tepat dll. Ada yang menggunakan doble rujukan sama seperti ibid dan op. cit dll.  Ada juga yang setiap paragrafnya langsung berisi "dapat diambil kesimpulan". Kata-kata kesimpulan lebih baik dihindari kecuali menjadi bagian akhir tulisan. Selanjutnya ada juga yang antar paragraf nya kurang sinkron. Se...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 I

Woko Utoro Senang dan bahagia saya kembali diminta menjadi juri dalam perlombaan esai. Kebetulan lomba esai tersebut dalam rangka menyambut Milad Formasik ke-14 tahun. Waktu memang bergulir begitu cepat tapi inovasi, kreasi dan produktivitas harus juga dilestarikan. Maka lomba esai ini merupakan tradisi akademik yang perlu terus dijaga nyala apinya.  Perasaan senang saya tentu ada banyak hal yang melatarbelakangi. Setidaknya selain jumlah peserta yang makin meningkat juga tak kalah kerennya tulisan mereka begitu progresif. Saya tentu antusias untuk menilainya walaupun disergap kebingungan karena terlalu banyak tulisan yang bagus. Setidaknya hal tersebut membuat dahaga ekspektasi saya terobati. Karena dulu saat saya masih kuliah mencari esais itu tidak mudah. Dulu para esais mengikuti lomba masih terhitung jari bahkan membuat acara lomba esai saja belum bisa terlaksana. Baru di era ini kegiatan lomba esai terselenggara dengan baik.  Mungkin ke depannya lomba kepenul...