Langsung ke konten utama

Antara Pengalaman dan Penghargaan

       (Foto: Tentang pagi yang kesepian)

Woks

Seorang teman bertanya mengapa pepatah Inggris mengatakan bahwa "experience is the best teacher", pengalaman adalah guru terbaik. Bukankah kebaikan adalah sesuatu yang kita peroleh atau lebih tepatnya sesuatu yang dapat kita rasakan misalnya penghargaan dan hadiahnya. Sedangkan pengalaman hanya akan jadi tumpuan semata.

Apa yang disampaikan teman saya itu tidak sepenuhnya salah. Cuma di sana kita perlu tahu bahwa di antara keduanya terdapat korelasi yang sebenarnya kita sendiri mengerti, minimal bisa membedakan mana yang on process mana yang out put.

Kita tentu tahu bahwa dari sebuah pengalaman kecil ia bisa menjelma guru besar yang akan membimbing untuk menunjukkan jalan ke mana kita akan melangkah. Tanpa pengalaman aktivitas yang kita lakukan tidak akan bermakna, hidup jadi monoton, termakan rutinitas dan pastinya tidak mampu belajar dari yang telah lalu. Bisa jadi penghargaan itu terlahir karena serangkaian pengalaman kita dalam berbagai hal menjadi apresiasi orang lain.

Sebenarnya pengalaman dan penghargaan tidak perlu diperdebatkan sebab ia sebuah kesatuan kata yang berbeda. Pengalaman adalah proses yang telah lalu sedangkan penghargaan adalah proses apresiasi dari aktivitas sesudahnya. Perlu kita catat bahwa bisa saja orang dapat penghargaan, sebab achievement bisa dibuat, bisa diusahakan, bisa direkayasa sedang pengalaman adalah laku gerak diri kita sendiri. Lihat saja perbandingan, beberapa orang ada yang kurang berminat atau tidak puas dengan capaian prestasi yang ia dapat. Sertifikat, piala, plakat kejuaran dan segudang penghargaan justru tidak membuat orang puas. Malah bisa jadi ia hanya sekadar formalitas sebab penghargaan siapapun bisa mendapatkannya. Tapi berbeda dengan pengalaman yang sejatinya tercipta karena dorongan hati nurani. Setiap orang pasti punya pengalaman yang berbeda-beda.

Penghargaan bisa jadi penilaianya oleh manusia tapi pengalaman penilaiannya langsung oleh alam. Dalam peribahasa berbunyi "alam berkembang jadi guru". Di sinilah kita telah dapati bahwa pengalaman justru tumpuan kita dalam menggapai penghargaan tersebut. Dari pengalaman kita terus belajar tentang kemarin, hari ini dan esok. Walaupun kata Rendra kemarin dan esok adalah hari ini. Artinya kita diajak merenung, mengheningkan cipta sejenak untuk memperbaiki hari ini melalui pengalaman hari kemarin guna menyongsong hari esok agar lebih baik.

Lalu bagaimana dengan orang yang bicara pengalaman tapi dia sendiri belum melakukannya? Subjektif saya orang tipe demikian mampu bicara tanpa bukti konkret dari dirinya karena ia membaca pengalaman orang lain yang sudah terektrasi lewat teori-teori. Perlu kita tahu teori bisa jadi dua kemungkinan, pertama seseorang benar-benar riil pernah melewati serangkaian pengalaman karena misal ia penelitian, riset, observasi, wawancara dan lainya. Kedua, ia hanya sekadar angan-angan, prediksi, hipotesis, dugaan, terkaan atau hanya berimajinasi. Dari sanalah kita bisa membaca hal itu dari tanda-tanda yang ada. Misalnya kita pasti bisa membedakan antara orang pengalaman berdagang dengan hanya sekadar teori. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa yang berteori itu akademisi sedangkan yang pengalaman atau praktek ia adalah praktisi.

Seberapapun keinginan kita terhadap sebuah penghargaan toh tentu akan berbanding lurus dengan apa pengalaman yang pernah kita lewati. Semakin banyak pengalaman seseorang akan mampu memetakan sikap apa yang akan di ambil. Orang bisa dewasa karena banyak pengalamanya. Pengalaman terlahir tidak dari ruang hampa melainkan ruangan penuh keilmuan. Akhirnya kita akan mengakui bahwa pengalaman adalah penghargaan itu sendiri. Ia mendidik jiwa dan menapaki jalan cerita.

the woks institute l 5/11/20

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Zakat Sebagai Sarana Ritual dan Kesehatan

Woks Secara bahasa zakat berarti suci, berkembang, dan berkah. Dalam istilah fikih zakat berarti harta yang wajib dikeluarkan dari kepemilikan orang-orang kaya untuk disampaikan kepada yang berhak menerimanya dengan aturan syariat. Dalam agama apapun zakat telah disyariatkan walaupun cara dan subjek wajib zakatnya sedikit berbeda. (Syahruddin, 2014:73) Sebagaimana yang tercatat dalam sejarah, zakat baru disyariatkan pada tahun kedua Hijriyah walau dalam al Qur'an telah dijelaskan sebelum Islam datang, umat-umat terdahulu juga telah mengenal zakat. Setiap Nabi memiliki cara zakatnya tersendiri seperti zaman Nabi Musa yang memerintahkan menzakati hewan ternak seperti unta, kambing dan lembu. Bahkan Nabi Musa juga pernah meminta agar Qorun mengeluarkan zakatnya. Zaman Nabi Isa pun tak jauh berbeda yaitu meminta orang-orang yang kaya untuk mengeluarkan zakatnya kepada yang miskin. Saat ini kita masih mengikuti syariat zakat yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw dengan penje...