Langsung ke konten utama

Pesantren Seni Merawat Surat





Woks

Surat menyurat barangkali telah dikenal sejak lama. Dalam sejarah tentu kita pernah tahu ketika Nabi Sulaiman Alaihissalam mengajak memeluk agama tauhid kepada Ratu Balqis dengan media surat yang disampaikan via burung Hud-hud. Tidak hanya itu surat-surat Rasulullah kepada para penguasa saat itu pun tak luput menjadi perbincangan. Pasalnya saat itu surat menjadi media ampuh salah satunya manuver dakwah.

Surat memang bagian tak terpisahkan dalam berkomunikasi dua arah. Kini teknologi merambah cepat dan surat menjelma elektronik, sekejap langsung sampai tujuan. Tapi di pesantren salaf seperti Lirboyo dan Ploso media menulis surat secara manual masih terjaga hingga kini. Kemarin ketika kami berkunjung ke Lirboyo tepatnya di pondok Al Baqoroh asuhan Bu Nyai Hannah di sana anak santri beberapa menitipkan surat kepada kami supaya disampaikan kepada yang bersangkutan. 




Isi surat tersebut tentu bermacam-macam ada yang ditujukan untuk sahabat, saudara dan tentunya orang tua. Ada yang menulis surat hanya ingin memberi kabar bahwa ia baik-baik saja, ada yang rindu rumah dan ingin berkumpul dengan keluarga, ada juga yang juga berkeluh kesah karena penyakitnya kambuh, ada yang menanyakan kapan sold out (baca: menikah) dan yang klasik yaitu ingin dikirim karena sangu alias perbekalan sudah habis.




Surat barangkali adalah media pengantar pesan yang lampau pasca ditemukannya kertas walaupun dulu surat bisa dengan media kulit hewan atau kulit pohon. Surat-surat yang selama ini kita ketahui lewat sejarah barangkali telah menjadi manuskrip yang sangat berharga. Tentu kita tau di balik penulisan Kitab Ar Risalah yaitu tak lain merupakan surat menyurat Imam Syafi'i dan Gubernur Asia tengah Abdurrahman al Mahdi. Surat antara RA. Kartini dan Nyonya Abendanon yang melahirkan buku Door Duisternis Tot Licht atau Habis Gelap Terbitlah Terang juga tak kalah bersejarahnya. 




Surat terutama di pesantren salaf memang hal yang berharga. Di mana hal itu tak akan dijumpai lagi di era saat ini. Bahkan dulu anak-anak kecil sejak di SD sering sering mengirim surat pemberitahuan sakit hingga surat cinta sekarang hampir tidak ada. Karena kecanggihan teknologi justru mempercepat segala macam informasi. Tapi apa mau dikata kini dan nanti surat tetaplah memiliki kekhasanya tersendiri. Anda sendiri mungkin pernah punya kisah, kesan dan perasaan bagaimana surat bisa berbicara bahkan kenangannya selalu tersimpan.

the woks institute l rumah peradaban 18/10/21

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 II

Woko Utoro Dalam setiap perlombaan apapun itu pasti ada komentar atau catatan khusus dari dewan juri. Tak terkecuali dalam perlombaan menulis dan catatan tersebut dalam rangka merawat kembali motivasi, memberi support dan mendorong untuk belajar serta jangan berpuas diri.  Adapun catatan dalam perlombaan esai Milad Formasik 14 ini yaitu : Secara global tulisan mayoritas peserta itu sudah bagus. Hanya saja ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Terutama soal ketentuan yang ditetapkan oleh panitia. Rerata peserta mungkin lupa atau saking exited nya sampai ada beberapa yang typo atau kurang memperhatikan tanda baca, paragraf yang gemuk, penggunaan rujukan yang kurang tepat dll. Ada yang menggunakan doble rujukan sama seperti ibid dan op. cit dll.  Ada juga yang setiap paragrafnya langsung berisi "dapat diambil kesimpulan". Kata-kata kesimpulan lebih baik dihindari kecuali menjadi bagian akhir tulisan. Selanjutnya ada juga yang antar paragraf nya kurang sinkron. Se...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 I

Woko Utoro Senang dan bahagia saya kembali diminta menjadi juri dalam perlombaan esai. Kebetulan lomba esai tersebut dalam rangka menyambut Milad Formasik ke-14 tahun. Waktu memang bergulir begitu cepat tapi inovasi, kreasi dan produktivitas harus juga dilestarikan. Maka lomba esai ini merupakan tradisi akademik yang perlu terus dijaga nyala apinya.  Perasaan senang saya tentu ada banyak hal yang melatarbelakangi. Setidaknya selain jumlah peserta yang makin meningkat juga tak kalah kerennya tulisan mereka begitu progresif. Saya tentu antusias untuk menilainya walaupun disergap kebingungan karena terlalu banyak tulisan yang bagus. Setidaknya hal tersebut membuat dahaga ekspektasi saya terobati. Karena dulu saat saya masih kuliah mencari esais itu tidak mudah. Dulu para esais mengikuti lomba masih terhitung jari bahkan membuat acara lomba esai saja belum bisa terlaksana. Baru di era ini kegiatan lomba esai terselenggara dengan baik.  Mungkin ke depannya lomba kepenul...