Langsung ke konten utama

Review Buku Makamkan Aku Di Tanah Tak Dikenal



Woks

Membaca buku karya Budayawan Mohamad Sobary ini sangatlah menarik walaupun perlu sedikit berpikir, mengulang setiap bacaan agar paham. Setidaknya karya ini mewakili buku dengan gaya sedikit nyastra utamanya penggunaan frasa pada judul yang juga salah satu dari isi tulisan.

Makamkan Aku Di Tanah Tak Dikenal adalah satu dari sekian karya Sobary yang menarik untuk dibaca. Pasalnya buku kumpulan esai-esai kebudayaan tersebut tak lain respon penulis terhadap perkembangan politik kala itu. Buku ini terdiri dari 4 bab utama yaitu berbicara tentang wajah manusia di tengah pembangunan, manusia dalam kemelut demokrasi, merawat dan mencipta tradisi, serta religiositas hidup sehari-hari. Tentunya yang paling menarik adalah esai yang menjabarkan judul utama buku.

Mohamad Sobary dalam banyak esainya lebih menekankan pada kritik serta menyadarkan pada kita betapa rapuhnya diri ini. Kerapuhan tersebut tergambar dalam masyarakat yang hanya mengedepankan egosentris. Selain itu manusia rakus, demokrasi yang tercedrai, isu kemanusiaan dan lingkungan tak luput dari perhatian Sobary. Ia benar-benar sangat prihatin dengan keadaan negerinya yang kian hari justru bobrok oleh mereka yang berkepentingan. Apalagi soal kemiskinan, desa yang dicaplok proyek-proyek, serta janji manis partai politik menjadi alasan mengapa Sobary geram dan menuliskan pandangan terhadapanya.

Tapi tenang Sobary tidak se-frontal itu, ia sejatinya tengah menyuguhkan strategi kebudayaan untuk menjadi senjata kemajuan bangsa. Ia melihat bahwa lokalitas yang ada di Indonesia harus menjadi ruh yang mengawal perubahan zaman. Tidak hanya itu buku ini juga mengulas banyak hal soal tradisi, kesenian falsafah hidup serta ajaran moral dari Jawa dan beberapa aspek filosofis dari daerah lain.

Yang paling menarik tentu ajaran Ibnu Athoillah "makamkan aku di tanah tak dikenal" menjadi motor utama seorang Gus Dur dalam laku hidupnya. Menurut Sobary ketika ia menjenguk Gus Dur di RS. Gatot Subroto saat itulah pertemuan terakhirnya. Gus Dur adalah sosok manusia yang tidak pernah merasa sakit walaupun dia selalu menjadi pesakitan banyak orang. Gus Dur hidup dikelilingi para pembual dan bangsa penipu yang walaupun begitu ia tidak pernah risau. Gus Dur adalah aset bangsa, manusia yang apa adanya dan selalu rileks. Barangkali judul buku ini adalah mawor semerbak dari Sobary buat sahabatnya itu, manusia suka menolong, tanpa pamrih percis seperti wayang kesukaan mereka: Anoman.

Judul : Makamkan Aku Di Tanah Tak Dikenal
Penulis : Mohamad Sobary
Penerbit : KPG Gramedia
Tahun : 2014
Tebal : 301 hlm
the woks institute l rumah peradaban 23/10/21

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 II

Woko Utoro Dalam setiap perlombaan apapun itu pasti ada komentar atau catatan khusus dari dewan juri. Tak terkecuali dalam perlombaan menulis dan catatan tersebut dalam rangka merawat kembali motivasi, memberi support dan mendorong untuk belajar serta jangan berpuas diri.  Adapun catatan dalam perlombaan esai Milad Formasik 14 ini yaitu : Secara global tulisan mayoritas peserta itu sudah bagus. Hanya saja ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Terutama soal ketentuan yang ditetapkan oleh panitia. Rerata peserta mungkin lupa atau saking exited nya sampai ada beberapa yang typo atau kurang memperhatikan tanda baca, paragraf yang gemuk, penggunaan rujukan yang kurang tepat dll. Ada yang menggunakan doble rujukan sama seperti ibid dan op. cit dll.  Ada juga yang setiap paragrafnya langsung berisi "dapat diambil kesimpulan". Kata-kata kesimpulan lebih baik dihindari kecuali menjadi bagian akhir tulisan. Selanjutnya ada juga yang antar paragraf nya kurang sinkron. Se...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 I

Woko Utoro Senang dan bahagia saya kembali diminta menjadi juri dalam perlombaan esai. Kebetulan lomba esai tersebut dalam rangka menyambut Milad Formasik ke-14 tahun. Waktu memang bergulir begitu cepat tapi inovasi, kreasi dan produktivitas harus juga dilestarikan. Maka lomba esai ini merupakan tradisi akademik yang perlu terus dijaga nyala apinya.  Perasaan senang saya tentu ada banyak hal yang melatarbelakangi. Setidaknya selain jumlah peserta yang makin meningkat juga tak kalah kerennya tulisan mereka begitu progresif. Saya tentu antusias untuk menilainya walaupun disergap kebingungan karena terlalu banyak tulisan yang bagus. Setidaknya hal tersebut membuat dahaga ekspektasi saya terobati. Karena dulu saat saya masih kuliah mencari esais itu tidak mudah. Dulu para esais mengikuti lomba masih terhitung jari bahkan membuat acara lomba esai saja belum bisa terlaksana. Baru di era ini kegiatan lomba esai terselenggara dengan baik.  Mungkin ke depannya lomba kepenul...