Langsung ke konten utama

Keluarga Besar Kelas 2 SD Islam Al Azhaar Tulungagung Berkunjung ke Kampung Susu Dinasty




Woks

Alhamdulillah, 25 Oktober 2021 tepat hari senin di penghujung bulan kelas 2 SD Islam Al Azhaar Tulungagung berkunjung ke wisata edukasi Kampung Susu Dinasty. Acara tersebut adalah tadabur alam mengenal lingkungan sekitar utamanya sapi dan olahannya.

Sejak keberangkatan pukul 07:00 wib anak-anak diajak untuk berdoa bersama dan bertepuk semangat. Setelah itu Ustadzah Tuti selaku kepala sekolah langsung membuka sekaligus memberangkatkan peserta. Dengan penuh semangat peserta sejumlah 7 rombongan bus Elf tersebut berangkat dengan bersahaja.

Sesampainya di sana anak-anak langsung diajak berpetualang untuk menjadi dokter bersama para kelinci, memberi makan kelinci dengan wortel, menanam pohon cabai dengan media poli bag, memberi makan sapi, memerah sapi hingga menikmati susu murni. Anak-anak juga diberi misi untuk menuliskan setiap kegiatan yang mereka temui dalam sebuah peta jalan.

Wisata edukasi ini juga sangatlah menyenangkan karena fasilitas berupa taman, toilet dan mushola cukup memadai. Beberapa anak merasa cukup bahagia karena mereka bisa menikmati wahana dengan sepuasnya terutama dalam menikmati taman, bermain ayunan dan bermain mandi bola.

Menurut salah satu wali santri acara ini sangat bermanfaat apalagi untuk aspek perkembangan psikomotorik, kognitif dan afektif anak. Semoga saja wisata berbasis edukasi tersebut bisa berjalan lagi dengan lebih seru di tahun mendatang. Tidak lupa acara ini ditutup dengan sholat dzuhur berjamaah dan berswa foto bersama masing-masing kelas. Setelah itu anak-anak pulang dengan meneriakan yel-yel, "SD Islam Al Azhaar, yes yes".

the woks institute l rumah peradaban 25/10/21

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun...