Langsung ke konten utama

Review Buku Pendidikan Alternatif





Woks

Buku berjudul "Pendidikan Alternatif" ini walaupun mungil tapi sangat berbobot. Pasalnya sangat penting ditelaah lebih jauh di era digitalisasi yang masif seperti saat ini. Buku ini menjelaskan kisah seorang Ahmad Bahruddin sang penggagas pendidikan murah tapi bermutu dan berkualitas. Ia menamakan lembaga pendidikannya dengan SLTP Qaryah Thayyibah.

Awalnya Ahmad Bahruddin gusar dengan sistem pendidikan Nasional yang monoton hanya ditentukan dengan kurikulum yang justru membebani siswa. Lantas dari sanalah ia berpikir bagaimana ada pendidikan yang terjangkau oleh semua kalangan tapi tidak murahan. Maka Qaryah Thayyibah adalah jawaban atas kegundahan hati warga Kalibening Salatiga itu.

Di leher Merbabu itu Bahruddin bersama kawan-kawannya merealisasikan mimpi dengan Qaryah Thayyibah tersebut. Di sekolah ini anak-anak mendapatkan pendidikan berbasis kebutuhan artinya sang guru hanya sebagai fasilitator dan sahabat bagi mereka. Semua hal dalam sistem pendidikan ini diserahkan kepada anak. Mereka diajari untuk menemukan sendiri apa yang ingin dipelajari termasuk dalam pengelolaan keuangan mereka juga memanage sendiri.

Biasanya sekolah hanya membuat siswa bosan untuk segera pulang. Alasan mereka karena ingin segera bebas, ingin bermain dan lainya. Sedangkan di sekolah ini anak-anak justru ketagihan untuk terus belajar bahkan tak jarang mereka menginap di sekolah tersebut. Rasanya sangat menarik jika hal ini lebih diperhatikan lagi khususnya bagi mereka para pengampu kebijakan. Pasalnya apa yang dilakukan Bahruddin sangat sederhana yaitu ingin mengembalikan fungsi awal pendidikan dan ingin mendekatkan anak dengan lingkungannya. Ia tidak ingin anak sekolah ke kota dengan taraf internasional tapi saat pulang di desa sang anak menjadi asing dan sepi.

Selama ini pendidikan kita justru lucu karena anak-anak dipaksa untuk homogen dalam hal seragam dan juga pemikiran. Sehingga pendidikan tidak berfungsi apa-apa kecuali penyeragaman itu. Seharusnya pendidikan justru turut serta membantu siswa menemukan potensinya. Bagaimana siswa lebih merasa ingin tahu, tidak cepat puas dan kritis dalam menghadapi persoalan. Jika mereka anak desa tentu lanskap pedesan harus didekatkan. Tidak hanya itu unsur seni budaya, tradisi serta kearifan lokal yang ada dibiarkan menjadi bagian dari kehidupan anak. Dengan demikian sekolah benar-benar menjadi tempat yang mampu mewadahi kebutuhan anak. Mereka juga bisa merespon perkembangan dengan open minded terhadap perubahan.

Selebihnya bisa dibaca dalam buku keren ini. :)

Judul : Pendidikan Alternatif
Penulis : Ahmad Bahruddin
Penerbit : LKiS
Tahun : 2007
Tebal : 286 hlm

the woks institute l rumah peradaban 4/10/21



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 II

Woko Utoro Dalam setiap perlombaan apapun itu pasti ada komentar atau catatan khusus dari dewan juri. Tak terkecuali dalam perlombaan menulis dan catatan tersebut dalam rangka merawat kembali motivasi, memberi support dan mendorong untuk belajar serta jangan berpuas diri.  Adapun catatan dalam perlombaan esai Milad Formasik 14 ini yaitu : Secara global tulisan mayoritas peserta itu sudah bagus. Hanya saja ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Terutama soal ketentuan yang ditetapkan oleh panitia. Rerata peserta mungkin lupa atau saking exited nya sampai ada beberapa yang typo atau kurang memperhatikan tanda baca, paragraf yang gemuk, penggunaan rujukan yang kurang tepat dll. Ada yang menggunakan doble rujukan sama seperti ibid dan op. cit dll.  Ada juga yang setiap paragrafnya langsung berisi "dapat diambil kesimpulan". Kata-kata kesimpulan lebih baik dihindari kecuali menjadi bagian akhir tulisan. Selanjutnya ada juga yang antar paragraf nya kurang sinkron. Se...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 I

Woko Utoro Senang dan bahagia saya kembali diminta menjadi juri dalam perlombaan esai. Kebetulan lomba esai tersebut dalam rangka menyambut Milad Formasik ke-14 tahun. Waktu memang bergulir begitu cepat tapi inovasi, kreasi dan produktivitas harus juga dilestarikan. Maka lomba esai ini merupakan tradisi akademik yang perlu terus dijaga nyala apinya.  Perasaan senang saya tentu ada banyak hal yang melatarbelakangi. Setidaknya selain jumlah peserta yang makin meningkat juga tak kalah kerennya tulisan mereka begitu progresif. Saya tentu antusias untuk menilainya walaupun disergap kebingungan karena terlalu banyak tulisan yang bagus. Setidaknya hal tersebut membuat dahaga ekspektasi saya terobati. Karena dulu saat saya masih kuliah mencari esais itu tidak mudah. Dulu para esais mengikuti lomba masih terhitung jari bahkan membuat acara lomba esai saja belum bisa terlaksana. Baru di era ini kegiatan lomba esai terselenggara dengan baik.  Mungkin ke depannya lomba kepenul...