Woko Utoro
Beberapa waktu lalu tepatnya Ahad legi saya berkesempatan mengikuti rutinan yang diselenggarakan pengurus LP Ma'arif TQP Kortan Kauman. Saya mengikuti rutinan tersebut karena utusan dari ibu Hj. Roudlatul Jannah Mojosari untuk mewakili TPQ Roudlatul Athfal. Tentu ajakan tersebut saya sambut baik karena di sana saya akan dapat pengalaman berharga.
Pertama terlintas mengapa rutinan dilaksanakan di hari Ahad legi dalam penanggalan Jawa Islam. Ternyata usut punya usut hari itu adalah hari bersejarah. KH. Sya'roni Ahmadi Kudus mengatakan bahwa Ahad legi adalah hari berdirinya Jam'iyyah Nahdlatul Ulama yang bertepatan dengan 16 Rajab 1344 H/31 Januari 1926 M. Hari bersejarah tersebut diabadikan oleh KH. Ahmad Kamal (keturunan Sunan Kudus ke-12) di masjid Al Aqsha Menara Kudus. Dengan tulisan berbahasa Arab yang berbunyi:
ما تت البدعة بقيام الØجّÙ‡ لأهل السّÙ†ّÙŠّØ©
Dari itulah maka mayoritas warga NU banyak mengadakan rutinan majelisan di hari Ahad legi. Karena di hari itu memang dianggap keramat dan penuh dengan barokah. Singkat cerita saya sampai di lokasi acara dan langsung mengikuti rangkaian acara yang sudah tertata rapih.
Acara tersebut di antara adalah, tawasul kirim do'a, pembacaan tahlil, sambutan-sambutan, mauidhoh hasanah dan musyawarah serta musyafahah sekaligus makan-makan. Di acara yang digagas oleh NU makan-makan tidak boleh ketinggalan. Apalagi berkat hampir dipastikan wajib. Karena cinta dan rasa persaudaraan bisa terlahir lewat saluran makan. Tanpa makanan orang bisa bergesekan. Dengan makanan orang bisa guyup rukun.
Kali ini bertindak sebagai pengisi mauidhoh hasanah adalah Kyai Mutholib. Biasanya selain beliau ada Kyai Muallif, Kyai Robert, Kyai Baedowi dll. Alhamdulillah pada saat itu pun kita dihadiri Kiai Abu Qosim Qusyairi dan Mbah Imam Asrofi. Yang disampaikan Kyai Mutholib termasuk menarik dan ada upaya preventif.
Kata Kyai Mutholib di tahun politik ini kita harus berhati-hati. Karena bagaimana pun juga perkumpulan ini bisa menjadi objek para politisi mendulang suara. Beliau juga menjelaskan bahwa orang cerdas itu hakikatnya bukan yang pintar secara pemikiran dan prestasi. Melainkan orang yang cerdas itu yang mampu mengkoreksi dirinya sendiri. Mereka yang lebih menekankan makna esensi daripada sekadar kulit.
Khususnya untuk para guru yang mengelola TPQ untuk terus semangat kata beliau. Karena hidup di akhir zaman tak ada yang bisa menyelamatkan kecuali berpegang teguh pada tali Allah. Orang mempelajari Al Qur'an itu justru sedang berobat. Dan kita yakin Al Qur'an akan menjadi penerang di akhirat. Bahkan orang yang mati di jalan mempelajari maupun mengamalkan Al Qur'an akan dicatat sebagai syuhada.
Maka dari itu bagaimana pun keadaannya kita harus terus kompak. Kita juga yakin bahwa Allah akan selalu datang membantu di saat dalam kesusahan. Karena Allah sesuai prasangka hambanya. Terus saja kita berwasilah lewat perkumpulan ini, lewat para guru, auliya agar senantiasa diberikan sehat, manfaat dalam istiqomah, tuma'ninah di jalan berdakwah. Semoga kita diakui santrinya Mbah Hasyim Asy'ari.[]
the woks institute l rumah peradaban 22/7/23
Komentar
Posting Komentar