Langsung ke konten utama

Membaca Buku Tak Tergantikan


 


Woko Utoro 


Berapa orang yang berjuang mengkampanyekan pentingnya membaca. Tentu jumlahnya sangat banyak. Mereka berada di tengah kota hingga pelosok desa. Pentingnya membaca selalu tidak diimbangi dengan kesadaran aplikatif. Sehingga tidak aneh jika aktivis literasi selalu hadir di setiap tempat. Mereka seperti diturunkan Tuhan untuk memberi pencerahan.


Kampanye pentingnya membaca tentu tidak mudah. Walaupun perkembangan media seharusnya mempermudah. Faktanya mengajak orang cinta membaca memiliki tantangan tersendiri. Terlebih ketika membaca buku secara lebih spesifik tidak diminati. Bagi kalangan muda misalnya membaca buku dianggap buang-buang waktu. Ditambah orientasi profit mencengkram motivasi dalam membaca.


Orang berminat membaca saja sudah keuntungan. Terlebih jika bacaan bertransformasi menjadi gerakan sosial. Tentunya bacaan itulah yang menjadi ciri kemajuan masyarakat. Di era medsos apakah membaca buku menjadi tumpuan. Jawabannya jelas masih jauh dari harapan. Padahal membaca buku sangat banyak manfaatnya. Dr Zaprulkhan menyebut bahwa membaca adalah input pencerahan sedangkan menulis adalah output pencerahan. 


Menurut Dr. Karlina Supeli, seorang filsuf dan astronom Indonesia menjelaskan bahwa membaca buku tidak bisa digantikan oleh aktivitas lainnya misalnya menonton film atau scroll media sosial. Membaca buku ya harus buku secara fisik. Sebab dalam aktivitas membaca buku otak diajak untuk berdialog. Dengan begitu pikiran menjadi terasah dan memiliki analis tajam. Menurut pengajar di STF Driyarkara itu orang yang tidak suka membaca mengakibatkan otak menjadi tumpul. Terlebih di era medsos kecenderungan orang sama yaitu suka hal-hal instan.


Akibat kesukaan pada hal instan maka otak tidak terbiasa berpikir mendalam. Maka ketika muncul problem di media seseorang mudah terkatrol untuk larut di dalamnya. Sehingga seseorang tidak memiliki analisis kritis dalam menyikapi masalah. Orang mudah dicabik-cabik emosinya dengan segala hal yang ada di medsos. Inilah barangkali fenomena yang dialami hampir mayoritas netizen Indonesia. Akibat dari rendahnya kemampuan membaca dampaknya memang mengerikan. 


Dari itulah kalangan aktivis literasi tak pernah bosan untuk mengingatkan agar orang kembali membaca. Lewat bacaan diharapkan akan banyak orang tercerahkan. Atau setidaknya mampu menahan diri atas apa yang dapat merugikan bagi orang lain. Perihal tidak suka membaca jangan dianggap enteng justru jika semakin banyak orang tidak peduli dengan aktivitas pikiran ini bersiap saja suatu masa kita akan dipimpin oleh kebodohan, dark age, katanya dan katanya. []


The Woks Institute|rumah peradaban 23/6/24

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 II

Woko Utoro Dalam setiap perlombaan apapun itu pasti ada komentar atau catatan khusus dari dewan juri. Tak terkecuali dalam perlombaan menulis dan catatan tersebut dalam rangka merawat kembali motivasi, memberi support dan mendorong untuk belajar serta jangan berpuas diri.  Adapun catatan dalam perlombaan esai Milad Formasik 14 ini yaitu : Secara global tulisan mayoritas peserta itu sudah bagus. Hanya saja ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Terutama soal ketentuan yang ditetapkan oleh panitia. Rerata peserta mungkin lupa atau saking exited nya sampai ada beberapa yang typo atau kurang memperhatikan tanda baca, paragraf yang gemuk, penggunaan rujukan yang kurang tepat dll. Ada yang menggunakan doble rujukan sama seperti ibid dan op. cit dll.  Ada juga yang setiap paragrafnya langsung berisi "dapat diambil kesimpulan". Kata-kata kesimpulan lebih baik dihindari kecuali menjadi bagian akhir tulisan. Selanjutnya ada juga yang antar paragraf nya kurang sinkron. Se...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 I

Woko Utoro Senang dan bahagia saya kembali diminta menjadi juri dalam perlombaan esai. Kebetulan lomba esai tersebut dalam rangka menyambut Milad Formasik ke-14 tahun. Waktu memang bergulir begitu cepat tapi inovasi, kreasi dan produktivitas harus juga dilestarikan. Maka lomba esai ini merupakan tradisi akademik yang perlu terus dijaga nyala apinya.  Perasaan senang saya tentu ada banyak hal yang melatarbelakangi. Setidaknya selain jumlah peserta yang makin meningkat juga tak kalah kerennya tulisan mereka begitu progresif. Saya tentu antusias untuk menilainya walaupun disergap kebingungan karena terlalu banyak tulisan yang bagus. Setidaknya hal tersebut membuat dahaga ekspektasi saya terobati. Karena dulu saat saya masih kuliah mencari esais itu tidak mudah. Dulu para esais mengikuti lomba masih terhitung jari bahkan membuat acara lomba esai saja belum bisa terlaksana. Baru di era ini kegiatan lomba esai terselenggara dengan baik.  Mungkin ke depannya lomba kepenul...