Langsung ke konten utama

Memoar Tentang Sakit (3)




Woko Utoro

Saya sebenarnya sangat memperhatikan kondisi tubuh. Terlebih ketika gejala sakit sudah nampak saya sudah bersiap dengan beberapa obat. Sejak kecil saya terbiasa mengkonsumsi obat warung dan obat tradisional. Sehingga pilihan ngamar alias ke rumah sakit adalah tindakan terakhir. Selama ada yang murah dan cocok itu akan saya pilih. 

Sejak awal sakit sudah seperti tradisi. Saya hanya minum beberapa obat penurun panas dan masuk angin. Setelah itu dibawa tidur dengan mengenakan jaket dan selimut. Insyaallah badan langsung berkeringat dan esoknya sudah mendingan. Tapi sakit kali ini berbeda. Di mana panas tinggi, batuk tak berhenti serta flu menyumbat hidung membuat perasaan menjadi cemas. 

Saya hanya mengkhawatirkan jika sampai masuk rumah sakit. Bukan karena takut jarum suntik tapi lebih tepatnya tiada biaya. Maka selama masih tertangani oleh air degan dan jamu-jamuan saya tidak akan mau ke rumah sakit. Tapi lagi-lagi panas tak kunjung reda. Yang membuat saya bingung harus berbuat apa. Akhirnya dengan segala upaya saya pun menyerah. 

Atas saran dari teman akhirnya saya pun diperiksa ke klinik terdekat. Sebenarnya saya sendiri sadar tentang penyakit ini. Akan tetapi apalah daya sepertinya saya memang membutuhkan obat yang lebih banyak kandungan vitamin nya. Selepas dari klinik saya pun mengkonsumsi obat tersebut. Alhamdulillah badan mulai membaik. 

Badan pun sudah mulai berkeringat. Kepala sedikit lebih ringan dan batuk berangsur reda. Di sinilah salah satunya upaya untuk bisa sembuh. Maka apapun yang bisa dilakukan itu yang dipilih. Maka dari itu tidak terbayang ketika orang tua tahu jika anaknya sakit. Karena anak sakit adalah kondisi terendah orang tua. Oleh karena itu sebisa apapun kita harus merawat diri sendiri. Sebab sehat dan sakit kita sendiri yang tahu cara merawat dan apa obatnya. Setelah itu barulah serahkan pada dokter sebagai tindakan medis.

Bagaimanapun juga mengambil tindakan medis sangat diperlukan. Jangan sampai kita bertindak primitif. Karena berikhtiar mencari kesembuhan lebih penting dari sekadar optimis. Karena optimis saja tidak cukup sebab kita butuh wasilah untuk sembuh. Salah satu wasilah itu adalah dokter dan obat. Selebihnya adalah pikiran dan tekad kita sendiri. []

The Woks Institute|rumah peradaban 21/6/24

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 II

Woko Utoro Dalam setiap perlombaan apapun itu pasti ada komentar atau catatan khusus dari dewan juri. Tak terkecuali dalam perlombaan menulis dan catatan tersebut dalam rangka merawat kembali motivasi, memberi support dan mendorong untuk belajar serta jangan berpuas diri.  Adapun catatan dalam perlombaan esai Milad Formasik 14 ini yaitu : Secara global tulisan mayoritas peserta itu sudah bagus. Hanya saja ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Terutama soal ketentuan yang ditetapkan oleh panitia. Rerata peserta mungkin lupa atau saking exited nya sampai ada beberapa yang typo atau kurang memperhatikan tanda baca, paragraf yang gemuk, penggunaan rujukan yang kurang tepat dll. Ada yang menggunakan doble rujukan sama seperti ibid dan op. cit dll.  Ada juga yang setiap paragrafnya langsung berisi "dapat diambil kesimpulan". Kata-kata kesimpulan lebih baik dihindari kecuali menjadi bagian akhir tulisan. Selanjutnya ada juga yang antar paragraf nya kurang sinkron. Se...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 I

Woko Utoro Senang dan bahagia saya kembali diminta menjadi juri dalam perlombaan esai. Kebetulan lomba esai tersebut dalam rangka menyambut Milad Formasik ke-14 tahun. Waktu memang bergulir begitu cepat tapi inovasi, kreasi dan produktivitas harus juga dilestarikan. Maka lomba esai ini merupakan tradisi akademik yang perlu terus dijaga nyala apinya.  Perasaan senang saya tentu ada banyak hal yang melatarbelakangi. Setidaknya selain jumlah peserta yang makin meningkat juga tak kalah kerennya tulisan mereka begitu progresif. Saya tentu antusias untuk menilainya walaupun disergap kebingungan karena terlalu banyak tulisan yang bagus. Setidaknya hal tersebut membuat dahaga ekspektasi saya terobati. Karena dulu saat saya masih kuliah mencari esais itu tidak mudah. Dulu para esais mengikuti lomba masih terhitung jari bahkan membuat acara lomba esai saja belum bisa terlaksana. Baru di era ini kegiatan lomba esai terselenggara dengan baik.  Mungkin ke depannya lomba kepenul...