Langsung ke konten utama

Memoar Tentang Sakit (2)




Woko Utoro 

Sejak kecil saya sudah diajari mandiri. Entah apa manfaat dari kemandirian itu. Yang jelas terlalu mandiri membuat saya sungkan untuk meminta bantuan. Prinsipnya sederhana selama masih bisa dikerjakan sendiri maka pantang meminta bantuan. Walaupun ternyata prinsip itu tidak selalu menguntungkan. Misalnya saya rela menuntun motor dengan jarak jauh daripada menelpon teman karena alasan tidak ingin merepotkan dll. Termasuk saat sakit pun begitu.

Saya tidak bisa membayangkan bagaimana jika sakit di kosan dengan anggota kos yang anonim. Tapi kadangkala sakit di pondok pesantren pun saya kira nampak berbeda dari kos ternyata sama. Mungkin di pondok besar dengan fasilitas klinik kesehatan lengkap akan berbeda. Akan tetapi pondok seperti yang saya tempati ternyata sama. Mungkin terdengar subjektif tapi faktanya demikian. Ternyata sakit di pondok sama anonimnya.

Salah satu hal yang tidak ditemukan adalah kehangatan. Kehangatan tersebut bisa juga kepekaan penghuninya. Pengalaman saya ketika sakit justru santri seolah abai. Padahal jika dilogika ada temanya yang membutuhkan bantuan. Tapi saya sadar bahwa kepekaan memang mahal harganya. Padahal prinsip saya hingga kini adalah mengandalkan kepekaan ala ibu. Tapi ini pondok bukan rumah dan kepekaan ibu sangat langka di sini.

Sakit di pondok anggapannya berbeda dengan di kos. Ternyata faktanya sama saja. Karena tidak semua santri peka dengan keadaan temannya yang sakit. Mungkin berbeda dengan di pondok besar dengan klinik yang lengkap. Santri akan sedikit diperhatikan jika mereka sakit. Bahkan prinsip di pondok sakit bagaimanapun akan dirawat dan tidak usah menjadi beban pikiran orang tua. 

Sakit di pondok maupun di kos sama saja. Kita harus terlatih mandiri. Selama sakit masih ringan sebisa mungkin berusaha untuk sembuh. Karena bagaimanapun juga usaha kesembuhan terletak pada diri sendiri. Orang lain tak akan mengerti selain diri kita sendiri. Maka dari itu ini bukan soal kemampuan tapi soal kemauan. Jika kita mau pasti bisa.[]

The Woks Institute|rumah peradaban 21/6/24

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 II

Woko Utoro Dalam setiap perlombaan apapun itu pasti ada komentar atau catatan khusus dari dewan juri. Tak terkecuali dalam perlombaan menulis dan catatan tersebut dalam rangka merawat kembali motivasi, memberi support dan mendorong untuk belajar serta jangan berpuas diri.  Adapun catatan dalam perlombaan esai Milad Formasik 14 ini yaitu : Secara global tulisan mayoritas peserta itu sudah bagus. Hanya saja ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Terutama soal ketentuan yang ditetapkan oleh panitia. Rerata peserta mungkin lupa atau saking exited nya sampai ada beberapa yang typo atau kurang memperhatikan tanda baca, paragraf yang gemuk, penggunaan rujukan yang kurang tepat dll. Ada yang menggunakan doble rujukan sama seperti ibid dan op. cit dll.  Ada juga yang setiap paragrafnya langsung berisi "dapat diambil kesimpulan". Kata-kata kesimpulan lebih baik dihindari kecuali menjadi bagian akhir tulisan. Selanjutnya ada juga yang antar paragraf nya kurang sinkron. Se...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 I

Woko Utoro Senang dan bahagia saya kembali diminta menjadi juri dalam perlombaan esai. Kebetulan lomba esai tersebut dalam rangka menyambut Milad Formasik ke-14 tahun. Waktu memang bergulir begitu cepat tapi inovasi, kreasi dan produktivitas harus juga dilestarikan. Maka lomba esai ini merupakan tradisi akademik yang perlu terus dijaga nyala apinya.  Perasaan senang saya tentu ada banyak hal yang melatarbelakangi. Setidaknya selain jumlah peserta yang makin meningkat juga tak kalah kerennya tulisan mereka begitu progresif. Saya tentu antusias untuk menilainya walaupun disergap kebingungan karena terlalu banyak tulisan yang bagus. Setidaknya hal tersebut membuat dahaga ekspektasi saya terobati. Karena dulu saat saya masih kuliah mencari esais itu tidak mudah. Dulu para esais mengikuti lomba masih terhitung jari bahkan membuat acara lomba esai saja belum bisa terlaksana. Baru di era ini kegiatan lomba esai terselenggara dengan baik.  Mungkin ke depannya lomba kepenul...