Langsung ke konten utama

Berkhidmah Tapi Dibayar?




Woko Utoro 

Sejak dulu khidmah adalah bagian tak terpisahkan dari pengajaran di pondok pesantren. Khidmah secara makna dasar berarti pelayan atau melayani. Bagi santri khidmah merupakan kewajiban tak terbantahkan. Tanpa khidmah santri dianggap belum sempurna ilmunya. Karena ilmu bermanfaat salah satu indikator nya adalah seberapa banyak khidmahnya. 

Khidmah memang dipersiapkan untuk mencetak santri agar tetap rendah hati. Khidmah sendiri terletak selama berproses hingga menjelang boyongan. Tapi rumusnya sederhana bahwa sampai kapanpun santri akan tetap santri. Sekalipun mereka sudah tidak mondok lagi. Bahkan mereka masih akan terus berkhidmah walaupun mungkin di lapangan berbeda.

Akhir-akhir ini ada yang unik perihal khidmah. Sejak dulu khidmah bertujuan untuk ngalap berkah kiai. Tapi akhir-akhir ini khidmah menjadi profesi alias mencari keuntungan. Sederhananya bahwa khidmah berorientasi pada uang atau terjadi komersialisasi. Lantas apakah perkhidmatan tersebut dinilai baik atau buruk?

Pada prinsipnya tidak ada istilah gratis dalam hidup ini. Semua harus dibayar misalnya menikmati karunia Allah harus ditukar dengan bersyukur. Sama halnya dengan khidmah pasti dalam bentuk apapun itu akan ada bayaran setimpal. Sederhana saja bahwa keberkahan itu lebih tinggi kedudukannya daripada sekadar uang. Jadi jelas bahwa kita bisa membedakan mana khidmah dan kerja.

Khidmah bagaimanapun bentuknya yang jelas orientasi utama adalah sosial agama. Sedangkan kerja dalam makna profesi orientasi utama adalah keuntungan atau balasan setimpal. Karena jika sudah urusan kerja maka pemaknaannya menjadi lain salah satunya aspek profesionalisme. Sedangkan khidmah adalah aktivitas menyerahkan diri secara total kepada Allah melalui perantara guru, organisasi, lembaga hingga umat.

Jadi jelas khidmah adalah pekerjaan sukarela alias pengabdian. Karena mengabdi tak ada batasnya maka khidmah adalah cara berterimakasih. Hal tersebut sesuai dengan rumus keberhasilan ala Kitab Ta'lim Mutaalim jika ingin pintar belajarlah, jika ingin berkah berkhidmahlah. KH Ihya Ulumuddin juga pernah berkata bahwa khidmah adalah cara untuk menghilangkan sifat sombong. Karena dalam khidmah ada cara melayani sesuatu di atas kita.

Orang berada di atas memang rawan sombong. Terlebih ketika menduduki posisi jabatan tertentu. Maka khidmah mengajari orang untuk tidak gengsi jika berada di bawah. Apalah arti posisi baik itu di bawah maupun di atas. Perbedaannya hanya terletak pada sikapnya. Jika seseorang tetap ajeg dalam posisi apapun maka mentalnya memang sudah teruji. Di sinilah pentingnya menanamkan mental sejak dini menjadi manusia yang melihat bahwa dirinya bukanlah siapapun. Melihat ke dalam diri itulah sangat penting dan salah satu cara melihat dengan jernih perihal diri adalah dengan berkhidmah. []

The Woks Institute|rumah peradaban 24/6/24

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 II

Woko Utoro Dalam setiap perlombaan apapun itu pasti ada komentar atau catatan khusus dari dewan juri. Tak terkecuali dalam perlombaan menulis dan catatan tersebut dalam rangka merawat kembali motivasi, memberi support dan mendorong untuk belajar serta jangan berpuas diri.  Adapun catatan dalam perlombaan esai Milad Formasik 14 ini yaitu : Secara global tulisan mayoritas peserta itu sudah bagus. Hanya saja ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Terutama soal ketentuan yang ditetapkan oleh panitia. Rerata peserta mungkin lupa atau saking exited nya sampai ada beberapa yang typo atau kurang memperhatikan tanda baca, paragraf yang gemuk, penggunaan rujukan yang kurang tepat dll. Ada yang menggunakan doble rujukan sama seperti ibid dan op. cit dll.  Ada juga yang setiap paragrafnya langsung berisi "dapat diambil kesimpulan". Kata-kata kesimpulan lebih baik dihindari kecuali menjadi bagian akhir tulisan. Selanjutnya ada juga yang antar paragraf nya kurang sinkron. Se...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 I

Woko Utoro Senang dan bahagia saya kembali diminta menjadi juri dalam perlombaan esai. Kebetulan lomba esai tersebut dalam rangka menyambut Milad Formasik ke-14 tahun. Waktu memang bergulir begitu cepat tapi inovasi, kreasi dan produktivitas harus juga dilestarikan. Maka lomba esai ini merupakan tradisi akademik yang perlu terus dijaga nyala apinya.  Perasaan senang saya tentu ada banyak hal yang melatarbelakangi. Setidaknya selain jumlah peserta yang makin meningkat juga tak kalah kerennya tulisan mereka begitu progresif. Saya tentu antusias untuk menilainya walaupun disergap kebingungan karena terlalu banyak tulisan yang bagus. Setidaknya hal tersebut membuat dahaga ekspektasi saya terobati. Karena dulu saat saya masih kuliah mencari esais itu tidak mudah. Dulu para esais mengikuti lomba masih terhitung jari bahkan membuat acara lomba esai saja belum bisa terlaksana. Baru di era ini kegiatan lomba esai terselenggara dengan baik.  Mungkin ke depannya lomba kepenul...