Langsung ke konten utama

Sedekah Sirr dalam Kegiatan Street Feeding




Woko Utoro

Di Indonesia atau di belahan dunia manapun ada banyak cara untuk berbuat baik. Kita bisa berbuat baik asal tidak merugikan orang lain. Salah satu pilihan berbuat baik adalah menjadi street feeding atau komunitas pemberi makan khususnya kucing. Komunitas yang memiliki visi animal welfare atau mensejahterakan hewan.

Keberadaan komunitas street feeding tidak sulit dijumpai. Sebab di mana ada kucing liar khususnya di trotoar dan pasar pasti mereka ada. Tugas anggota street feeding adalah memberi makan bahkan sampai merawat khususnya kucing yang sakit dan terlantar. Gerak mereka tidak dibatasi waktu alias fleksibel. Bahkan khusus memberi pakan bisa dilakukan siapa saja tanpa harus menjadi anggota.

Sedangkan untuk pendanaan membeli pakan lebih cenderung swadaya mandiri. Jika pun ada yang donasi maka komunitas ini sangat welcome sekali. Intinya mereka hanya ingin berbagi bahwa hewan seperti kucing dan anjing juga memiliki hak untuk hidup. Terlebih manusia yang memiliki akal dan daya untuk melanjutkan kehidupan.

Bicara street feeding kita jadi ingat tentang konsep sedekah sirr atau yang dilakukan sembunyi. Artinya bahwa sedekah itu bisa dilakukan terang-terangan ataupun dalam kesunyian yang orang tidak tahu. Bahkan dalam hadits, sedekah jenis kedua tersebut potensi diterimanya besar. Sehingga ada istilah tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah. Tangan kanan memberi tangan kiri tak boleh tahu.

Bicara sedekah sirr kita juga pernah dicontohkan oleh manusia agung sejagat yaitu Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Dalam tarikh Rasulullah SAW selalu memberi makan bahkan menyuapi orang Yahudi buta di pojok pasar Madinah. Hingga sampai beliau wafat tugas menyuapi orang Yahudi tersebut diketahui Abu Bakar. Sampai pada pembelajaran bahwa selama ini Rasulullah SAW mempraktekkan sedekah tersembunyi dan baru diketahui setelah beliau wafat.

Ini menjadi menarik bahwa memang demikian segala macam kebaikan baiknya hanya kita dan Allah SWT saja yang tahu. Karena potensi kebaikan dan keburukan terkadang mudah melenakan. Di satu sisi baik berhadapan dengan riya. Sedangkan keburukan berhadapan dengan ketidakmampuan kita untuk bertaubat.

Semoga saja segala macam amalan kecil jika itu baik dapat dicatat di sisi Allah. Yang terpenting bahwa segala yang dapat menyelamatkan kita bukan amal melainkan rahmat Allah SWT yang maha luas.[]

the woks institute l rumah peradaban 28/9/24

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun...