Woko Utoro
Alhamdulillah saya berkesempatan berbincang dengan salah satu penyuluh agama Kemenag Kabupaten Tulungagung yaitu Bapak Samsul Arifin, S.Sos.I. Kali ini perbincangan kita bertemakan masjid. Terutama bagaimana anak muda mencintai masjid. Sebagaimana kita tahu masjid lebih lagi mushala masih didominasi kalangan tua.
Fenomena masjid dan orang tua mungkin bukan satu dua kasus melainkan hampir menyeluruh. Faktornya tentu banyak salah satunya masih hidupnya mindset kolot dari pengurus takmir masjid. Akibatnya anak-anak muda menjadi enggan untuk datang ke masjid. Berbeda dengan era lampau misalnya tahun 90an, masjid mushola selalu ramai dipenuhi anak-anak remaja. Terutama di bulan Ramadhan masjid dan anak muda menjadi tempat tak terpisahkan.
Mungkin salah satu faktor mengapa anak muda malas ke masjid salah satunya karena keberadaan gadget. Bagi mereka gadget lebih menggiurkan daripada beribadah ke masjid. Tapi apakah benar faktor gadget yang menjadi problem utama? faktanya kata Pak Samsul Arifin tidak sepenuhnya benar. Sebab justru melalui gadget lah beberapa masjid justru ramai dan semua dikendalikan oleh anak muda.
Menurut Pak Samsul Arifin mengapa anak muda tidak mau ke masjid yaitu karena fasilitas dan kurangnya inovasi dari pengurus takmirnya. Anak muda merasa tidak nyaman berada di masjid, wong sejak kecil saja mereka sering diusir oleh pengurus takmir karena alasan berisik. Tidak hanya itu masjid juga masih belum dikatakan inklusif terkhusus untuk para musafir. Masjid masih begitu ekslusif bahkan ada yang mengunci toilet padahal hal itu untuk umum.
Harusnya kita belajar misalnya ke Masjid Jogokariyan di Yogyakarta, Masjid Namira di Lamongan atau Masjid Ar Rahman Blitar. Masjid tersebut dikelola dengan modern dan menyajikan kenyamanan untuk jama'ah. Tidak hanya itu keuangan masjid pun diberdayakan untuk kemashlahatan jama'ah. Masjid tersebut menyediakan fasilitas berupa penginapan, wifi, kopi gratis hingga beragam bonus. Bahkan terdapat fasilitas kesehatan hingga umroh gratis.
Dari masjid itulah kita belajar bahwa segala hal dikembalikan untuk jama'ah. Masjid menjadi bukan sekadar tempat sujud melainkan wadah pemberdayaan. Sehingga masjid berfungsi sebagaimana di era Rasulullah SAW yaitu pemberdayaan umat. Dulu masjid berfungsi sebagai baitul mal, pusat pendidikan, pembelajaran politik hingga pemberdayaan ekonomi.
Berbeda dengan saat ini masjid justru hanya bermakna tempat biasa. Masjid masih berfokus pada arsitektur dan simbol biasa. Padahal jika didasari peran dan fungsi masjid sangatlah luas. Masjid bisa menjelma madrasah yang tidak hanya mendidik jama'ah melainkan mencetak generasi masa depan.
Kata Pak Samsul Arifin, dalam hal apapun libatkan anak muda. Terutama soal masjid karena esok merekalah penerus utama. Jangan lupa para orang tua harus sadar mereka tidak lagi muda. Kini saatnya estafet itu sudah harus berganti.[]
the woks institute l rumah peradaban 9/11/25
Komentar
Posting Komentar