Langsung ke konten utama

Musibah dan Konten

Woko Utoro 

Orang sekarang itu makin hari makin tidak waras. Di saat duka sekalipun masih ada mereka yang tega membuat konten. Dilansir dari Kompas id dalam tragedi erupsi Gunung Semeru beberapa orang mendekat ke area berbahaya di sekitar lahar dingin Semeru hanya demi ngonten. Dalam bahasa kita seperti kurang kerjaan saja. Apa tidak ada kerjaan lain dan bahkan aktivitas itu bisa saja membunuh mereka.

Ternyata di balik semua itu ada istilah kedekatan emosional karena memang dilakukan oleh warga sekitar. Selain itu ada juga istilah the first hand alias yang ingin pertama mengabarkan. Lucunya dari konten musibah itu orang sudah lupa bahwa ada yang lebih penting yaitu keselamatan. Menurut ahli psikologi digital ternyata orang kini sudah tak menghiraukan keselamatan demi keuntungan. Padahal himbauan dan contoh sering terjadi berulang kali.

Seperti kata jurnalis senior Om Wicaksono, internet ibarat kucing lucu. Awalnya menggemaskan tapi lambat laun ternyata nyolong ikan. Itulah gambaran sederhana dari internet dan media sosial yang tanpa disadari mengikis kesadaran kita. Internet dan media sosial membuat penggunanya lupa diri. Jika dilogika keselamatan adalah hal utama. Tapi bagi orang dengan kesadaran rendah cuan adalah segalanya. Barangkali demikianlah atas nama keuntungan digital orang rela menggadaikan kesadaran dan menumpulkan empati. Seolah-olah rasa tak pernah berfungsi sebagaimana mestinya.

Jika sudah begitu lantas apa yang dilakukan oleh si waras. Jika terus mengalah maka dunia akan dipenuhi orang gila. Dengan gaya baru mereka akan memenuhi media sosial atas nama monetisasi. Padahal mereka tidak sadar sebenarnya media sosial sedang menipu. Jika benar media sosial mampu memperkaya diri dengan sabar memposting sesuatu. Sungguh hal itu sudah berlaku sejak dulu. Mengapa pula kekayaan yang dijanjikan itu tak mampu membeli kewarasan. Bukankah sejak dulu kita diajarkan apalah arti kaya jika hidup tak bermakna. Apalah arti logika jika hidup tak memberi warna? Masihkah kita tega hidup dengan lensa kepalsuan ataukah memang dunia sudah benar-benar tidak waras.[]

the woks institute l rumah peradaban 23/11/25

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 II

Woko Utoro Dalam setiap perlombaan apapun itu pasti ada komentar atau catatan khusus dari dewan juri. Tak terkecuali dalam perlombaan menulis dan catatan tersebut dalam rangka merawat kembali motivasi, memberi support dan mendorong untuk belajar serta jangan berpuas diri.  Adapun catatan dalam perlombaan esai Milad Formasik 14 ini yaitu : Secara global tulisan mayoritas peserta itu sudah bagus. Hanya saja ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Terutama soal ketentuan yang ditetapkan oleh panitia. Rerata peserta mungkin lupa atau saking exited nya sampai ada beberapa yang typo atau kurang memperhatikan tanda baca, paragraf yang gemuk, penggunaan rujukan yang kurang tepat dll. Ada yang menggunakan doble rujukan sama seperti ibid dan op. cit dll.  Ada juga yang setiap paragrafnya langsung berisi "dapat diambil kesimpulan". Kata-kata kesimpulan lebih baik dihindari kecuali menjadi bagian akhir tulisan. Selanjutnya ada juga yang antar paragraf nya kurang sinkron. Se...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 I

Woko Utoro Senang dan bahagia saya kembali diminta menjadi juri dalam perlombaan esai. Kebetulan lomba esai tersebut dalam rangka menyambut Milad Formasik ke-14 tahun. Waktu memang bergulir begitu cepat tapi inovasi, kreasi dan produktivitas harus juga dilestarikan. Maka lomba esai ini merupakan tradisi akademik yang perlu terus dijaga nyala apinya.  Perasaan senang saya tentu ada banyak hal yang melatarbelakangi. Setidaknya selain jumlah peserta yang makin meningkat juga tak kalah kerennya tulisan mereka begitu progresif. Saya tentu antusias untuk menilainya walaupun disergap kebingungan karena terlalu banyak tulisan yang bagus. Setidaknya hal tersebut membuat dahaga ekspektasi saya terobati. Karena dulu saat saya masih kuliah mencari esais itu tidak mudah. Dulu para esais mengikuti lomba masih terhitung jari bahkan membuat acara lomba esai saja belum bisa terlaksana. Baru di era ini kegiatan lomba esai terselenggara dengan baik.  Mungkin ke depannya lomba kepenul...