Langsung ke konten utama

Membaca Hingga Lelah

Woko Utoro 

Sebelum berpulang salah satu pesan Gus Dur kepada putri bungsunya Inayah Wahid yaitu "Teruslah membaca. Membaca sampai mati". Pesan tersebut bagi saya sangat kuat dan nendang. Jarang ada orang tua yang berpesan membaca kepada anaknya dan mayoritas justru tentang ekonomi, status atau jabatan.

Pesan membaca di era kekinian memang sangat penting. Dulu orang membaca untuk memahami dan menghayati penciptaan. Atau paling jauh membaca agar orang tidak kesasar dalam pengetahuan. Tapi di era globalisasi ini membaca tidak sekadar memahami tapi menemukan kebenaran di antara kesalahan yang campur aduk. Ya di era digital ini kebenaran dan kebathilan sangat sulit dibedakan bahkan cenderung menipu. Maka dari itu pesan agar kita membaca sangat relevan sampai kapanpun.

Membaca di sini tentu bermakna luas terutama mengamati, memahami dan mengelola perubahan informasi yang disebabkan modernisasi. Sedangkan membaca dalam arti sempit yaitu bercengkrama dengan buku secara lebih intensif. Dengan membaca setidaknya kita bisa membedakan mana yang benar dan salah. Melalui bacaan memungkinkan kita memberi jeda kapan harus bersikap dan di mana kita berpihak. Karena membaca membuat kita menjadi objektif dan menghindari berkesimpulan dini.

Terutama di era media sosial kemampuan membaca ini harus ditingkatkan. Media sosial dan anak turunnya hanya membuat kita hidup tergesa-gesa. Hidup menjadi pertarungan dan perlombaan. Sehingga kita merasa takut dan cemas jika sewaktu-waktu tertinggal jauh. Padahal sejak dulu hingga kini dunia sebenarnya biasa saja. Kata Pram, yang luar biasa hanya tafsir nya saja.

Membaca mengajari kita untuk hati-hati dan menghindar dari kecerobohan. Di era medsos setiap orang bernafsu untuk komentar. Tanpa pernah mau berpikir sebelum bertindak medsos menjadi palagan siapa saja bertarung. Akibatnya yang tidak membaca akan mudah dikalahkan. Sebab medsos mengoyak sisi batin manusia yang kian hari makin tumpul. Itulah sisi lain jika kita tidak mau membaca yaitu hilangnya empati.

Andai saja kita mau membaca pastinya tak akan mudah terjebak oleh kesenangan dunia. Membaca membuat mata terbuka lebar bahwa di depan sana ada lubang menganga. Jika kita tidak kritis, selektif dan berkesadaran maka bersiap saja akan jadi korban. Maka dari itu pesan Al Qur'an sangat jelas bacalah agar kita diberikan petunjuk jalan. Bacalah dengan nama Tuhan yang telah menciptakan lewat perantara qalam.[]

the woks institute l rumah peradaban 16/11/25

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 II

Woko Utoro Dalam setiap perlombaan apapun itu pasti ada komentar atau catatan khusus dari dewan juri. Tak terkecuali dalam perlombaan menulis dan catatan tersebut dalam rangka merawat kembali motivasi, memberi support dan mendorong untuk belajar serta jangan berpuas diri.  Adapun catatan dalam perlombaan esai Milad Formasik 14 ini yaitu : Secara global tulisan mayoritas peserta itu sudah bagus. Hanya saja ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Terutama soal ketentuan yang ditetapkan oleh panitia. Rerata peserta mungkin lupa atau saking exited nya sampai ada beberapa yang typo atau kurang memperhatikan tanda baca, paragraf yang gemuk, penggunaan rujukan yang kurang tepat dll. Ada yang menggunakan doble rujukan sama seperti ibid dan op. cit dll.  Ada juga yang setiap paragrafnya langsung berisi "dapat diambil kesimpulan". Kata-kata kesimpulan lebih baik dihindari kecuali menjadi bagian akhir tulisan. Selanjutnya ada juga yang antar paragraf nya kurang sinkron. Se...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 I

Woko Utoro Senang dan bahagia saya kembali diminta menjadi juri dalam perlombaan esai. Kebetulan lomba esai tersebut dalam rangka menyambut Milad Formasik ke-14 tahun. Waktu memang bergulir begitu cepat tapi inovasi, kreasi dan produktivitas harus juga dilestarikan. Maka lomba esai ini merupakan tradisi akademik yang perlu terus dijaga nyala apinya.  Perasaan senang saya tentu ada banyak hal yang melatarbelakangi. Setidaknya selain jumlah peserta yang makin meningkat juga tak kalah kerennya tulisan mereka begitu progresif. Saya tentu antusias untuk menilainya walaupun disergap kebingungan karena terlalu banyak tulisan yang bagus. Setidaknya hal tersebut membuat dahaga ekspektasi saya terobati. Karena dulu saat saya masih kuliah mencari esais itu tidak mudah. Dulu para esais mengikuti lomba masih terhitung jari bahkan membuat acara lomba esai saja belum bisa terlaksana. Baru di era ini kegiatan lomba esai terselenggara dengan baik.  Mungkin ke depannya lomba kepenul...