Langsung ke konten utama

Catatan Hal Unik Haul Gus Dur ke-13




Woks

Selama perjalanan haul Gus Dur ke-13 ini kami memang sengaja ingin menjadi musafir. Menjadi orang yang terus berjalan tanpa berharap pada manusia. Dan akhirnya benar saja kami menikmati perjalanan sederhana ini. Ada beberapa hal yang kami anggap unik sejak perjalanan awal sampai pulang ke kota Marmer. Demikianlah catatan singkatnya;

1. Ketika perjalanan menuju kereta di Sumbergempol kami lupa untuk menyediakan identitas dan masker sehingga kami tergesa-gesa dan panik. Di sanalah selalu ada hal dramatis jika kurang persiapan.

2. Di dalam kereta kami mendapati seorang perempuan dengan pakaian terbuka akan tetapi perangai dan cara bicaranya menyenangkan. Ini tanda bahwa kadang fisik tidak bisa menjadi ukuran utama kebaikan. Tetap saja kebaikan itu soal urusan hati bukan fisik, pakaian.

3. Pada pagi ketika sampai di Jombang kami mencari sarapan di dekat stasiun. Akhirnya kami sarapan di kaki lima dengan grobak warna hijau tepat di timur stasiun. Setelah kami basani dengan bahasa Jawa ternyata sang penjual adalah orang Madura. Hal ini membuat teman kami tertawa lepas, ternyata di mana-mana ada orang Madura. Dan yang pasti membuat kami lucu adalah bahasanya.

4. Angkutan pedesaan itu unik yaitu menjadi sopir, kernet sekaligus mencari tumpangan. Sang supir menyambut penumpangnya jauh dan dengan ramah sebagai marketing. Katanya karena kami seorang santri maka cukup bayar 5 ribu per orang. Saya bergumam di dalam hati memang jarak stasiun - Tebuireng sedemikian harganya. Dasar saja marketing kultural mampu memikat konsumennya.

5. Tiba di maqbarah kami langsung berziarah. Sudah banyak orang memadati makam masyayikh Tebuireng tersebut. Dan saya selalu tersentuh Ya Allah betapa mulianya Gus Dur sampai hari ini masih terus diziarahi oleh orang dari berbagai daerah. Salah satunya adalah rombongan Jamaah Ndandakne Awak alias JNA.

6. Mengunjungi Museum Islam Nusantara KH Hasyim Asy'ari (MINHA) dengan segala koleksinya. Dan kami mencoba mengeksplorasi segala pengetahuan yang ada. Barangkali ini pengalaman masuk museum ke sekian saya dalam keadaan seadanya.

7. Shalat di Masjid Ulil Albab Pondok Putri Tebuireng. Sudah jelas ahlu jumbala seperti kami pemandangan santri putri sangatlah menyejukkan. Lebih lagi ketika mereka mengaji dengan balutan mukena putih.

8. Pecah tangis saat acara shalawat bersama Majelis Seribu Rebana. Entah apa yang merasuki saya dalam Mahalul Qiyam tersebut tidak terasa air mata meluncur dan saya hanya bisa sesegukan. Saya merasa tiga serangkai Mbah Hasyim, Kiai Wahid dan Gus Dur hadir. Di momen itulah saya mematung dan hanya bisa menangis.

9. Bersalaman dengan salah satu dzuriyah Tebuireng yaitu KH. Fahmi Amrullah Hadziq. Di sanalah energi alias strum seperti mengalir kepada kami. Karena beliau adalah salah satu cucu Hadratus Syeikh KH. Hasyim Asy'ari.

10. Menikmati suasana haul nan gegap gempita itu. Sambil menikmati sajian jajan kotak, permen dan stiker Gus Dur. Kami juga bisa menyaksikan Mba Yeni Wahid bersama keluarganya langsung di sini.

11. Shalat langsung di masjid ndalem peninggalan Mbah Hasyim yang sampai hari ini masih dilestarikan keasliannya. Rasanya adem dan merasa ingin terus berdekatan dengan Hadratus Syeikh KH. Hasyim Asy'ari.

12. Menyaksikan keberkahan haul di mana para pedagang mendapatkan laba yang banyak karena dagangannya habis terjual. Kami juga tak lupa membeli Majalah Aula yang khas itu.

13. Kami pulang dari Tebuireng menuju Masjid Agung Baitul Mukminin Jombang dengan berjalan kaki. Karena waktu sudah malam kami tidak tahu harus bagaimana dan hal itulah yang terjadi. Untung saja masih ada orang baik memberikan tumpangan kami menuju ke masjid agung.

14. Di masjid agung kami istirahat sampai pagi. Kebetulan malam itu saya bermimpi membeli sandal. Dan benar saja sesuai firasat sendal kami hilang padahal sebelumnya sempat tertukar. Kata teman kami ini karma karena kita juga pernah ghasab sandal milik santri lain haha. Jadi kami pulang dengan ceker alias tanpa alas kaki.

15. Kami pulang dengan angkutan bus Harapan Jaya. Di sana seperti biasa kami menyaksikan panggung jalanan. Orang ngamen dengan suara pas-pasan, asongan dengan gaya marketing khasnya dan pastinya pemain teater keibaan yaitu pengemis.

Demikianlah catatan sederhana kami. Semoga bermanfaat dan kami diakui santi Mbah Hasyim Asy'ari.[]

the woks institute l rumah peradaban 23/12/22

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Zakat Sebagai Sarana Ritual dan Kesehatan

Woks Secara bahasa zakat berarti suci, berkembang, dan berkah. Dalam istilah fikih zakat berarti harta yang wajib dikeluarkan dari kepemilikan orang-orang kaya untuk disampaikan kepada yang berhak menerimanya dengan aturan syariat. Dalam agama apapun zakat telah disyariatkan walaupun cara dan subjek wajib zakatnya sedikit berbeda. (Syahruddin, 2014:73) Sebagaimana yang tercatat dalam sejarah, zakat baru disyariatkan pada tahun kedua Hijriyah walau dalam al Qur'an telah dijelaskan sebelum Islam datang, umat-umat terdahulu juga telah mengenal zakat. Setiap Nabi memiliki cara zakatnya tersendiri seperti zaman Nabi Musa yang memerintahkan menzakati hewan ternak seperti unta, kambing dan lembu. Bahkan Nabi Musa juga pernah meminta agar Qorun mengeluarkan zakatnya. Zaman Nabi Isa pun tak jauh berbeda yaitu meminta orang-orang yang kaya untuk mengeluarkan zakatnya kepada yang miskin. Saat ini kita masih mengikuti syariat zakat yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw dengan penje...