Langsung ke konten utama

Menapaki Budaya dan Bahasa Media





Woks

Kebudayaan selalu berkembang seiring bertambahnya populasi manusia. Budaya yang dimaksud tentu budaya yang selama ini masih dilestarikan maupun lahirnya budaya hasil asimilasi sekaligus mengikis ciri khas budaya aslinya. Salah satu hal menarik bisa kita dapati dalam budaya baru yang lahir dari rahim media. Media sebagai kepanjangan tangan dari olah teknologi memaksa seseorang adaptif terhadap perubahan. Dari hal itulah mau tidak mau perubahan tak bisa dibendung lagi.

Komunikasi menjadi hal menarik yang bisa ditangkap melalui media. Kecanggihan teknologi memang memudahkan manusia dalam berkomunikasi. Akan tetapi ada beberapa hal yang perlu dipahami mengenai bahasa media karena terbukti berdampak pada tradisi tutur masyarakat. Selama ini kita tahu bahwa bahasa media sangat beragam bahkan melahirkan bahasa keseharian yang mudah ditangkap. Sifat media tentu kita tahu yaitu mempengaruhi masyarakat, media satu arah namun menjangkau lebih luas, dan memiliki massa tersendiri.

Ada satu budaya yang saat ini sedang terancam akibat pengaruh media yaitu budaya bertutur. Dulu orang Indonesia terkenal dengan sikapnya yang ramah, bahasa yang santun dan mudah bersosialisasi. Akan tetapi akibat media kini orang-orang mudah berbahasa kasar, penuh pisuhan, sikap acuh dan sedikit introver. Hal itu disebabkan karena budaya pop dalam media begitu banyak ditemukan. Selain itu segala macam kepuasan semu juga tersedia dalam media.

Persoalan bahasa kita tahu sejak kecil dibentuk oleh perkembangan linguistik. Setelah barulah lingkungan berpengaruh dan orang tua memperkenalkannya. Jika menarik dalam fenomena media banyak pula masyarakat kita yang dipengaruhi media dalam berbahasa. Mereka secara spontanitas menggunakan bahasa sleng, bahasa pop, atau anak milenial. Yang ternyata selain banyak mengandung akronim dan singkatan juga terdapat bahasa hewan.

Coba saja jika kita amati anak-anak bermain game bahasa seperti Anjing, Babi, Bangsat dll akab keluar. Tidak hanya itu bahasa seperti Cupu, Alay, Anjay, Ngeslot, Ngentt, Anjim, Kimchil, dll selalu menjadi makanan harian. Tidak terasa setiap hari kata-kata itu menjadi doktrin yang menancap. Tidak hanya bagi orang dewasa bagi anak-anak pun tak ada bedanya. Dan inilah yang disebut bahasa tutur kita mendapat pengaruh dari keberadaan media.

Dari itulah kita memang perlu untuk mewaspadai budaya baru yang mengkhawatirkan tersebut. Terutama bagi anak-anak mendengar bahasa pop tersebut amat sangat mudah untuk mengingat dan melafalkannya. Maka dari itu perlunya memberikan pemahaman pada mereka sejak dini bahwa media sejak dulu bermuka dua.[]

the woks institute l rumah peradaban 12/12/22

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Zakat Sebagai Sarana Ritual dan Kesehatan

Woks Secara bahasa zakat berarti suci, berkembang, dan berkah. Dalam istilah fikih zakat berarti harta yang wajib dikeluarkan dari kepemilikan orang-orang kaya untuk disampaikan kepada yang berhak menerimanya dengan aturan syariat. Dalam agama apapun zakat telah disyariatkan walaupun cara dan subjek wajib zakatnya sedikit berbeda. (Syahruddin, 2014:73) Sebagaimana yang tercatat dalam sejarah, zakat baru disyariatkan pada tahun kedua Hijriyah walau dalam al Qur'an telah dijelaskan sebelum Islam datang, umat-umat terdahulu juga telah mengenal zakat. Setiap Nabi memiliki cara zakatnya tersendiri seperti zaman Nabi Musa yang memerintahkan menzakati hewan ternak seperti unta, kambing dan lembu. Bahkan Nabi Musa juga pernah meminta agar Qorun mengeluarkan zakatnya. Zaman Nabi Isa pun tak jauh berbeda yaitu meminta orang-orang yang kaya untuk mengeluarkan zakatnya kepada yang miskin. Saat ini kita masih mengikuti syariat zakat yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw dengan penje...