Langsung ke konten utama

Mental Tuan Rumah dan Peserta





Woks

Menyaksikan perhelatan megah Piala Dunia Qatar 2022 tentu membuat siapa saja berdecak kagum. Negara dengan jumlah penduduk hanya 2,9 juta jiwa itu telah membuktikan diri pada dunia akan arti sebuah kepercayaan. Dulu sejak tahun 1971 negara Qatar bukan termasuk ke dalam negara yang diperhitungkan baik oleh negara Timur tengah maupun Eropa. Tapi saat ini mereka telah sukses menjadi tuan rumah perhelatan akbar kompetisi 4 tahunan, piala dunia.

Menjauh dari Qatar, sebelumnya Indonesia juga pernah sukses menjadi tuan rumah resepsi event olahraga terbesar di benua kuning yaitu Asian dan Asian Para Games. Yang terbaru pada 2022 Indonesia juga sukses menjamu para kepala negara dunia dalam event G20 di Bali. Demikianlah kisahnya menjadi tuan rumah itu bagaimana pun juga harus totalitas. Maka dari itu kita akan belajar bagaimana tuan rumah menjadi sebuah mental dalam rangka memuliakan tamunya.

Mental tuan rumah berarti sebuah upaya untuk menyuguhkan yang terbaik. Tidak salah jika tuan rumah akan menganggap tamunya sebagai raja. Sedangkan peserta adalah tamu yang bebas menilai. Bagaimana tuan rumah tentu tamu akan lebih merasakan berapa penilaiannya. Maka dari itu mental tuan rumah adalah kecenderungan untuk memberi yang terbaik. Akan tetapi mental peserta adalah subjek yang menilai. Dari dua hal ini kita belajar untuk terus menjadi tuan rumah agar dapat menyuguhkan hal baik bagi setiap peserta dalam hal ini masyarakat.

Perlu dicatat pula bahwa beberapa hal yang menjadi garis bawah baik sebagai tuan rumah maupun peserta. Tuan rumah kadang cenderung untuk mengadakan yang tidak ada dan mempercantik diri padahal faktanya tidak demikian. Sama halnya dengan peserta kadang mereka hanya ingin pelayanan saja tanpa menyadari untuk juga memaklumi dan memahami bahwa tuan rumah tidak sepenuhnya sempurna dan pasti selalu ada kekurangan. Maka dari itu baik tuan rumah maupun peserta harus sama-sama saling mengerti dan menghormati. Sekarang kita tinggal pilih menjadi mental peserta atau tuan rumah.[]

the woks institute l rumah peradaban 17/12/22

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Zakat Sebagai Sarana Ritual dan Kesehatan

Woks Secara bahasa zakat berarti suci, berkembang, dan berkah. Dalam istilah fikih zakat berarti harta yang wajib dikeluarkan dari kepemilikan orang-orang kaya untuk disampaikan kepada yang berhak menerimanya dengan aturan syariat. Dalam agama apapun zakat telah disyariatkan walaupun cara dan subjek wajib zakatnya sedikit berbeda. (Syahruddin, 2014:73) Sebagaimana yang tercatat dalam sejarah, zakat baru disyariatkan pada tahun kedua Hijriyah walau dalam al Qur'an telah dijelaskan sebelum Islam datang, umat-umat terdahulu juga telah mengenal zakat. Setiap Nabi memiliki cara zakatnya tersendiri seperti zaman Nabi Musa yang memerintahkan menzakati hewan ternak seperti unta, kambing dan lembu. Bahkan Nabi Musa juga pernah meminta agar Qorun mengeluarkan zakatnya. Zaman Nabi Isa pun tak jauh berbeda yaitu meminta orang-orang yang kaya untuk mengeluarkan zakatnya kepada yang miskin. Saat ini kita masih mengikuti syariat zakat yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw dengan penje...