Langsung ke konten utama

Gerakan Guru Menulis


Woks

Guru adalah yang digugu dan ditiru begitu kata orang. Mereka adalah role model sekaligus orang tua di sekolah bagi para siswanya. Sehingga apa yang diajarkan oleh guru cenderung akan dicontoh oleh siswa-siswanya. Maka tidak aneh jika ada penghargaan bagi guru telandan tak lain sebagai contoh agar siswa dapat terinspirasi untuk mengikuti jejak langkahnya.

Gerakan Guru Menulis (GGM) merupakan satu kesatuan dengan Gerakan Literasi Sekolah (GLS). Gerakan ini merupakan upaya dari pemerintah untuk meningkatkan kinerja guru sebagai seorang pendidik. Karena guru adalah seorang pendidik maka mereka tidak hanya bertugas mengajar, melainkan menempa, membimbing sekaligus mencontohkan kepada siswanya berbagai contoh riil yang telah dipelajarinya. Gerakan tersebut juga sebagai sarana untuk memompa laju literasi Indonesia agar dapat terus ditingkatkan sebagai modal daya saing dengan negara lain.

Keberhasilan seorang siswa beberapa persennya karena campur tangan guru. Selebihnya adalah peran orang tua sebagai guru pendidik di rumah. Maka pantas jika anak adalah peniru ulung, mereka akan melihat orang terdekatnya dan alam bawah sadar akan merespon untuk mengikuti apa yang dilakukan oleh orang-orang di lingkungannya. Termasuk dalam hal menulis seorang guru tidak bisa hanya memberi perintah kepada peserta didik dengan tanpa memberi perintah juga pada dirinya. Maka sebagai pendidik dituntut harus bisa menulis agar siswa menjadi proaktif dalam kegiatan literasi.

Persoalan menulis memang tidak mudah, ia perlu pembiasaan yang konsisten. Membaca banyak buku dan memiliki semangat untuk menuliskanya. Darisanalah diharapkan ide dan gagasan guru ditampung dalam sebuah tulisan. Persoalannya kini masih banyak guru yang hanya memberi perintah tanpa pernah memberi teladan. Memang persoalan menulis sangat riskan untuk hanya sekedar jadi kalimat perintah. Menulis harus dibiasakan sejak dini. Mulailah dari menulis hal-hal sederhana sampai dengan karya ilmiah.

Persoalan menulis di sekolah terutama pada seorang guru memang perlu ditingkatkan. Beberapa orang bahkan telah membentuk sebuah komunitas menulis untuk melahirkan 1 juta karya literasi. Tujuanya yaitu agar guru dapat menyampaikan gagasanya, memperluas cakrawala pengetahuan, membagikan ilmu dan meninggalkan karya untuk generasi masa depan. Jika tidak guru lalu siapa lagi yang akan melanjutkan gerakan ini. Guru diharapkan menjadi garda terdepan dalam majunya pengetahuan pada sebuah negara.

Fenomena saat ini terutama soal menulis pernah dicatat oleh essais kondang Indonesia Goenawan Mohammad bahwa di sekolah, anak-anak belajar bahasa Indonesia, tetapi mereka tak pernah diajar berpidato, berdebat, menulis puisi tentang alam ataupun reportase tentang kehidupan. Mereka cuma disuruh menghafal: menghafal apa itu bunyi diftong, menghafal definisi tata bahasa, menghafal nama-nama penyair yang sajaknya tak pernah mereka baca. Pernyataan GM tersebut tentu perlu diperhatikan sebagai cambuk memacu semangat agar terutama seorang guru dapat terus meningkatkan khualitasnya. Senada dengan GM, Lenang Manggala pun meyakinkan kepada guru dan semua pihak bahwa menulis adalah salah satu cara meraih sebuah pencerahan. Melalui menulislah pengetahuan bisa kita hadirkan ke ruang publik sebagai asupan gizi pikiran.

Mengapa gerakan menulis ini penting, sekali lagi bahwa menulis adalah salah satu cara penguatan iklim literasi demi masifnya pengembangan pengetahuan dalam dunia pendidikan. Kita yakin dengan menulis budaya literasi dan khualitas pendidikan akan meningkat, serta dapat membawa perubahan bagi individu, bangsa dan peradaban. Lebih lanjut saat ini kita harus bergandengan tangan, bersama-sama mencari obat bahwa menulis itu bukan momok yang menakutkan. Justru melalui tulisan kita diajak untuk belajar kembali, menyelami setiap literatur seperti sebuah kemudi yang menyajikan batas tujuan.

Seiring berjalannya waktu guru-guru akan terus berpacu dengan makin meluasnya pengetahuan di internet. Di mana makin mudahnya siswa dalam mengakses pengetahuan. Sehingga guru yang hanya mengandalkan lisan akan ditinggal zaman, sedangkan mereka yang menulis akan meninggalkan peradaban bahwa tulisan, gagasan, pikiran, teladan akan terus hidup sekalipun telah tutup usia. Semoga guru-guru tetap semangat dan terus membawa siswanya ke alam pengetahuan yang luas dan berbudi pekerti luhur.

*Tulisan ini diterbitkan juga di blog MA Nurul Hikmah Haurgeulis Indramayu






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 II

Woko Utoro Dalam setiap perlombaan apapun itu pasti ada komentar atau catatan khusus dari dewan juri. Tak terkecuali dalam perlombaan menulis dan catatan tersebut dalam rangka merawat kembali motivasi, memberi support dan mendorong untuk belajar serta jangan berpuas diri.  Adapun catatan dalam perlombaan esai Milad Formasik 14 ini yaitu : Secara global tulisan mayoritas peserta itu sudah bagus. Hanya saja ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Terutama soal ketentuan yang ditetapkan oleh panitia. Rerata peserta mungkin lupa atau saking exited nya sampai ada beberapa yang typo atau kurang memperhatikan tanda baca, paragraf yang gemuk, penggunaan rujukan yang kurang tepat dll. Ada yang menggunakan doble rujukan sama seperti ibid dan op. cit dll.  Ada juga yang setiap paragrafnya langsung berisi "dapat diambil kesimpulan". Kata-kata kesimpulan lebih baik dihindari kecuali menjadi bagian akhir tulisan. Selanjutnya ada juga yang antar paragraf nya kurang sinkron. Se...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 I

Woko Utoro Senang dan bahagia saya kembali diminta menjadi juri dalam perlombaan esai. Kebetulan lomba esai tersebut dalam rangka menyambut Milad Formasik ke-14 tahun. Waktu memang bergulir begitu cepat tapi inovasi, kreasi dan produktivitas harus juga dilestarikan. Maka lomba esai ini merupakan tradisi akademik yang perlu terus dijaga nyala apinya.  Perasaan senang saya tentu ada banyak hal yang melatarbelakangi. Setidaknya selain jumlah peserta yang makin meningkat juga tak kalah kerennya tulisan mereka begitu progresif. Saya tentu antusias untuk menilainya walaupun disergap kebingungan karena terlalu banyak tulisan yang bagus. Setidaknya hal tersebut membuat dahaga ekspektasi saya terobati. Karena dulu saat saya masih kuliah mencari esais itu tidak mudah. Dulu para esais mengikuti lomba masih terhitung jari bahkan membuat acara lomba esai saja belum bisa terlaksana. Baru di era ini kegiatan lomba esai terselenggara dengan baik.  Mungkin ke depannya lomba kepenul...