Langsung ke konten utama

Ngaji ATI: Di Balik Pintu Langit


Woks

Malam di Puncak ATI begitu syahdu. Sajian kopi hitam berkepul bersama gorengan tersaji di antara para jamaah. Tak lupa jamaah pun disambut senyum manis para tetamu saji. Tak kalah terenyuhnya saat sandal jamaah ditata dengan rapi ala pesantren oleh tetamu saji itu. Sungguh acara yang menggugah jiwa. Pendopo Sakjroning Manah menjadi saksi kita semua sebagai kawula yang haus akan ilmu dan tentunya adab.

Acara yang bertajuk Discovery Islam Indonesia itu menghadirkan tiga narasumber yaitu, KH. Zainal Hafidz, Ridho al Qadri, Ja'far Shadiq yang ketiganya pakar sesuai dengan perspektif keilmuan masing-masing. Acara yang mengupas tema "Pintu Langit" tersebut tentu menggugah selera jamaah untuk datang dan melayangkan pertanyaan. Sebelumnya pun jamaah dipandu lewat selebaran yang berisikan ulasan tema dalam satu artikel.

Saya akui bahwa diskusi malam tersebut sangat sulit dipahami sehingga hanya beberapa poin yang bisa saya catat. Faktor kesulitannya yaitu karena terlalu abstraknya tema sehingga jamaah sulit mencerna. Apakah benar pintu langit itu seperti konsepsi yang kita bayangkan dengan di dunia. Nyatanya pembahasan itu teramat luas sehingga kita perlu upaya untuk menggali lebih dalam.

Yang jelas hasil perburuan saya semalam yaitu bahwa setiap yang berubah ia adalah alam. Maka dari itu tangga menuju Allah swt adalah diri kita sendiri dan mempelajari mahluknya termasuk alam tersebut. Kita telah dibekali akal untuk berfikir dan supaya tidak keliru perlu digurui, ditafakuri. Sebab saat ini banyak orang yang berpikir dengan dirinya sendiri sehingga pahamnya salah kaprah.

Lalu tentang kuasa Tuhan atau manusia yang jelas ada sebuah aksioma menarik dari Francis Bacon "knowledge is power". Bahwa dengan pengetahuan orang bisa berkuasa seenaknya. Tapi walau demikian bisa dimaknai dengan banyak hal salah satu contohnya yaitu orang yang memiliki pengetahuan pertanian ia akan menguasai apa yang akan ia tanam hingga panen. Termasuk pengetahuan seputar teknologi yang tidak akan diampu oleh orang lain di luar dirinya. Mustahil orang tak berpengetahuan akan menguasai banyak hal, jika menjarah bisa jadi. Atau dalam bahasa lain kekuatan akan menguasai sekelilingnya. Walau demikian tetap saja bahwa kuasa tidak bisa berdiri sendiri ia butuh relasi. Relasi itulah yang menjadi garis edar terbentuknya komunikasi, ambil contoh dosen memiliki ilmu dan dosen membutuhkan mahasiswa.

Dalam catatan pendek saya bahwa orang berpengetahuan cenderung melegitimasi pendapatnya. Hal itu dikarenakan pengetahun telah bercampur dengan nafsu sehingga hati menjadi kotor, contoh yaitu saat seseorang menganggap bahwa problem dosa dianggap manis. Anggapan tersebut membuat pelakunya ketagihan dan cenderung mencari pembenaran atas apa yang dilakukan. Zina seperti yang kita tahu bahwa ia adalah perbuatan dosa akan tepi masih banyak juga yang selalu berkubang di dalamnya. Inilah yang disebut kerancuan berpikir karena ilmu tidak berjalan sedangkan hati sudah terhijab. Ia seperti menghitam tertutup oleh mendung.

Terakhir dalam catatan saya di malam itu kita belajar kepada mahluk dan sifat-sifatnya. Mungkin saja manusia yang suka berkuasa karena gagal paham dalam mensifati Allah swt sebagai Tuhan. Maka dari itu kita perlu pengetahun yang komprehensif dalam memaknai bahwa ada sifat Jamalnya Allah dan ada sifat Jalalnya Allah dan minimnya kita hanya memahami salah satunya. Di sinilah pentingnya kita berpengetahuan dan melihat sejauh mana ketetapanNya. Sebagai penutup perlu diingat bahwasanya pintu langit itu bisa berarti kekuasaan Allah swt. Sehingga sebuah pesan bijak mengatakan bahwa berbuatlah sesukamu tapi ingat ada tanggungjawab yang menyertainya. Kita boleh saja melakukan apapun tapi ingat pula di atasnya ada kuasa Allah swt. Jika pun pada akhirnya kita ditakdir menjadi manusia yang penuh dosa perlu diingat pintu langit atau kuasa ampunan Allah swt masih terus terbuka lebar bagi hambanya yang mau bertaubat. Teruslah mengetuk pintuNya, jika pun satu pintu tertutup toh masih ada pintu rahmat Allah swt lain yang akan terbuka.

the woks institute l 25.9.20

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun...