Langsung ke konten utama

Mengapa Harus Jurnalistik?




Woks

Pertanyaan mengapa harus jurnalistik menjadi menarik untuk dijawab atau setidaknya layak sebagai judul pada tulisan ini. Seperti yang sudah berjalan kali ini kita berjumpa lagi dalam ekstrakurikuler jurnalistik. Rasanya memang kita perlu untuk berjumpa lagi mungkin sekedar bersapa kabar sekaligus berbagi cerita.

Seperti yang sudah dibahas tempo lalu belajar terkait jurnalistik sangatlah penting. Lebih lagi di era digital seperti saat ini jurnalisme media sosial, internet dan gawai sangatlah diperlukan terutama soal etika. Anda mungkin tahu di internet secara umum dan terkhusus di media sosial etika menjadi barang mahal. Maka dari itu perlunya kita sebagai insan akademik untuk terus berjihad membuat kontra-narasi positif di media sosial.

Donal Trump si mulut besar mantan presiden Amerika pernah berkata bahwa 98% informasi di internet adalah sampah. Pernyataan tersebut bisa jadi benar karena seperti dewasa ini kita ketahui dunia internet sangatlah keruh. Banyak berita hoax, konten sara, pornografi, ujaran kebencian, hingga kejahatan media cyber. Dari berbagai problem media tersebut dapat disimpulkan bahwa mempelajari ilmu jurnalistik sangatlah penting.

Jurnalistik adalah bagian dari dunia literasi yang sama-sama mengelola informasi sebagai sajian utamanya. Akan tetapi tidak semua orang mampu mencari, mengelola hingga mempublikasikan informasi tersebut. Oleh karenanya jurnalistik membantu orang mengetahui, sekaligus mengelola informasi menjadi berita yang dapat dipercaya. Di tengah-tengah fenomena tak menentu di internet ilmu jurnalistik datang seperti angin segar. Terutama memberi pemahaman soal etika bermedia. Di sinilah kemampuan membaca dan menulis seseorang diuji sebagai tolok ukur utama wawasan literasi suatu bangsa.

Tentu kita tahu jika bicara soal kemampuan membaca rasanya sedih karena bangsa ini justru jauh tertinggal. Beberapa survei menyebutkan bahwa soal kemampuan membaca bangsa kita belum mentradisi. Padahal jika melihat tingkatan kecerdasan tentu akan berada diurutan terbelakang. Setiap orang akan melewati kecerdasan seperti bicara, mendengar, membaca, menulis dan bagian akhir itulah yang belum tersentuh oleh sebagian masyarakat.

Lewat pembelajaran jurnalistik setidaknya kita optimis akan ada orang-orang yang serius mendalami keilmuan ini. Dengan begitu akan ada banyak orang peduli dengan perkembangan media yang kompleks ini. Minimal orang akan sadar bahwa digitalisasi memiliki efek domino berupa tantangan dan peluang, problem dan solusi. Maka waspada itu penting dan ambil bagian membenahi juga juah lebih utama.[]

the woks institute l rumah peradaban 2/3/23

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Zakat Sebagai Sarana Ritual dan Kesehatan

Woks Secara bahasa zakat berarti suci, berkembang, dan berkah. Dalam istilah fikih zakat berarti harta yang wajib dikeluarkan dari kepemilikan orang-orang kaya untuk disampaikan kepada yang berhak menerimanya dengan aturan syariat. Dalam agama apapun zakat telah disyariatkan walaupun cara dan subjek wajib zakatnya sedikit berbeda. (Syahruddin, 2014:73) Sebagaimana yang tercatat dalam sejarah, zakat baru disyariatkan pada tahun kedua Hijriyah walau dalam al Qur'an telah dijelaskan sebelum Islam datang, umat-umat terdahulu juga telah mengenal zakat. Setiap Nabi memiliki cara zakatnya tersendiri seperti zaman Nabi Musa yang memerintahkan menzakati hewan ternak seperti unta, kambing dan lembu. Bahkan Nabi Musa juga pernah meminta agar Qorun mengeluarkan zakatnya. Zaman Nabi Isa pun tak jauh berbeda yaitu meminta orang-orang yang kaya untuk mengeluarkan zakatnya kepada yang miskin. Saat ini kita masih mengikuti syariat zakat yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw dengan penje...