Woks
Saya pernah punya kisah unik soal pasangan hidup yang menjadi topik utama tulisan ini. Dulu ketika pertama kali menginjakkan kaki di kota Marmer selain perkara ilmu bapak pernah memberi pesan salah satunya soal pasangan hidup. Bapak guyon bahwa di sana (Tulungagung) jangan berniat mencari perempuan tapi carilah jodoh.
Kata bapak jika mencari perempuan belum tentu berjodoh tapi jika mencari jodoh sudah pasti perempuan walaupun saat ini ada fenomena pengantin menikah dengan sesama jenis. Tapi bagaimanapun juga benar apa yang dikatakan bapak bahwa tidak semua perempuan yang kita temui adalah jodoh. Bahkan kadang jodoh bisa saja orang dekat kita. Atau bisa juga orang yang tidak kita kenali sama sekali. Begitulah jodoh hampir mirip seperti puzzle dan kita selalu tidak tahu pion ke berapa yang akan menyempurnakan seisi puzzle tersebut.
Saya juga pernah menulis seputar pasangan hidup bahwa mereka akan datang ketika kita butuh bukan ingin. Terlalu banyak yang ingin tapi ternyata metode pacaran lagi-lagi yang ditempuh. Sudah jelas pula bahwa yang pacaran bertahun-tahun pun belum tentu berjodoh. Bahkan seorang KH Marzuki Mustamar pernah berkomentar seputar ini bahwa pacaran atau tidak potensi berjodoh hingga menikah juga sama besarnya. Intinya bukan soal lamanya perkenalan tapi soal kesiapan tentang prinsip-prinsip kehidupan.
Maka dari itu jika sudah menjadi kebutuhan rasanya Tuhan akan mendekatkan. Jodoh atau pasangan hidup memang fenomena unik tapi nyata. Dan hal itulah kata KH Ihya Ulumuddin menjadi sifat Allah yaitu sunaiyah atau maha menghimpun sesuatu yang berbeda. Aneh bin ajaib jodoh itu justru pertemuan antara perbedaan dan persamaan tapi bersatu, disatukan.
Pasangan hidup memang sudah bagian dari takdir manusia. Tuhan sendiri telah berjanji bahwa perihal jodoh, mati, bahagia, celaka, semua sudah dalam garis takdirNya. Jadi tak usah khawatir berlebihan terhadap sesuatu yang sudah pasti. Orang Jawa sering memberi wejangan yen wes tumiba mangsana, tumbu ketemu tutup alias jika sudah tiba waktunya maka akan sampai juga. Setinggi-tingginya tupai melompat akan kepelaminan juga. Bahkan sebagai optimisme bahwa pasangan itu sudah ada orang sering berkata sejauh menyelam ke samudera atau setinggi mendaki ke gunung jika belum berjodoh ya tak akan bertemu. Tapi sebaliknya hanya bertemu beberapa saat misalnya pas di jalan ketika ban motor bocor lalu ada sosok yang membantu dan ternyata berjodoh bisa terjadi.
Soal pasangan hidup sebenarnya ada hal penting ketika kita benar-benar siap di saat menemukannya. Pertama, persiapkan mental agar kelak menghadapi bahtera rumah tangga tidak goyah dikoyak badai kehidupan. Karena menikah itu ibadah terpanjang maka bagaimana sesama pasangan hidup untuk terus saling bersambung, bersama dalam suka duka, saling memahami dan menghormati. Satu di antaranya menjadi payung peneduh dan satu laginya menjadi dermaga tempat bersandar.
Kedua, yaitu persiapkan pula materi sebagai modal untuk menjaga stabilitas ekonomi, sosial dan keagamaan. Karena dengan materi itu seseorang akan terhindar dari rasa putus asa. Seorang pasangan akan berpikir bagaimana mengelola, memberdayakan dan mengembangkan. Materi tak kalah pentingnya apalagi saat ini kita memasuki era tak menentu dan rivalitas terjadi merata. Materi tidak hanya soal uang melainkan banyak hal termasuk ilmu dan pengalaman dari orang lain.
Terakhir jika pasangan hidup tersebut sudah menanti jangan lupa untuk ingat pesan Nabi Muhammad SAW. Kata beliau di antara 4 kriteria yang harus dipertimbangkan untuk menjadi pasangan hidup adalah kecantikan, kekayaan, nasab dan agama. Nabi Muhammad SAW menyarankan untuk mempertimbangkan dengan matang poin agama. Karena jika agamanya baik bisa dipastikan hal lain akan baik. Misalnya jika fisiknya kurang cantik saat ini banyak kosmetik tapi jika agamanya tidak baik sulit diperbaiki. Sudahkan kita benar-benar siap untuk bersanding bersama pasangan hidup?
Inilah di antara 5 hal yang harus disegerakan taubat, menghidangkan jamuan tamu, mengurus jenazah, membayar cicilan hutang dan menikahi anak gadis (dan poin terakhir inilah yang belum saya mampu). Bagi saya meminang anak gadis itu seperti naik haji perlu isti'taah (mampu). Maka dari itu sebelum mampu saya perbanyak puasa sesudah akhirnya nanti berbuka.[]
the woks institute l rumah peradaban 15/3/23
Komentar
Posting Komentar