Woks
Di pesantren kita mengenal tradisi sanad dan ijazah. Sanad adalah sebuah ketersambungan murid dan guru perihal memperoleh ilmu sedangkan nasab adalah ketersambungan soal silsilah keluarga. Sedangkan ijazah adalah tradisi memberikan izin, pengesahan, atau membolehkan mengamalkan sesuatu amalan maupun isi kitab.
Soal ijazah misalnya saya memiliki pengalaman unik. Biasanya ijazah dari seorang kiai umumnya berkaitan dengan amalan misalnya dzikir atau do'a atau membolehkan mengajarkan isi kitab. Akan tetapi saya pernah mendapat ijazah dari guru saya bukan tentang kitab maupun amaliyah bacaan melainkan ngopeni masjid.
Guru saya sewaktu di MTs yaitu Ustadz Hariri. Ketika itu saya akan berangkat ke Tulungagung dan beliau salah satu orang yang saya datangi. Saya berharap beliau memberikan doa restu serta ijazah amalan tertentu agar saya dapat berjuang di rantau dengan istiqomah dan mengamalkannya. Tanpa banyak kata beliau memberi ijazah agar saya mau ngopeni masjid. Beliau bercerita bahwa ijazah itu didapat ketika beliau mondok di Kaliwungu Kendal asuhan KH. Dimyati Rois.
Ijazah tersebut masih beliau amalkan hingga kini. Ustadz Hariri memang sampai hari ini masih ngopeni masjid di dekat rumahnya yaitu Masjid Al Ikhlas blok Tanjungjaya Desa Mekarjaya Gantar Indramayu. Setiap saya lewat rumah beliau pasti beliau tidak ada di rumah dan katanya jika mencari beliau mudah pasti di masjid. Hal itu pula seperti dawuh Ustadz Kusnata (saudara Ustadz Hariri) "Jangan jauh dari masjid". Orang yang hatinya terpaut terus dengan masjid insyaallah akan selalu dimudahkan urusannya. Orang yang mau menjadi pelayan masjid insyaallah akan selalu mendapat keberkahan hidup.
Sebenarnya ijazah ngopeni masjid seperti halnya menjadi pesan dari Kanjeng Nabi Muhammad SAW untuk memakmurkannya. Maka tidak salah jika nanti di akhirat orang yang mendapat naungan Allah salah satunya adalah pemuda yang memakmurkan masjid. Sesampainya di Tulungagung pesan itu pun saya lakukan sedikit-sedikit. Saat ini saya terlibat dalam upaya memakmurkan masjid/mushola salah satunya lewat program TPQ.
Kata Ustadz Hariri hidup di masjid itu sangat menentramkan. Akan tetapi banyak orang yang tidak tahu keistimewaan masjid. Padahal dulu kaderisasi dan pembinaan terhadap umat sangat efektif di masjid. Maka dari itu jika di masjid masih banyak anak-anak mengaji kita akan merasa optimis perkembangan Islam akan terus lestari. Tapi sebaliknya jika di masjid mushola suara-suara sumbang orang dewasa atau lagu-lagu menggantikan anak-anak maka bersiaplah kehancuran tiba.
إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَٰجِدَ ٱللَّهِ مَنْ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ وَأَقَامَ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَى ٱلزَّكَوٰةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا ٱللَّهَ ۖ فَعَسَىٰٓ أُو۟لَٰٓئِكَ أَن يَكُونُوا۟ مِنَ ٱلْمُهْتَدِينَ
Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk. (Surah Taubah:18)
the woks institute l rumah peradaban 10/3/23
Komentar
Posting Komentar