Langsung ke konten utama

Bertemu Gus Rofiq Sang Pendekar Mantan Aktivis HTI




Woks

Pada perjalanan saya beberapa hari lalu tepatnya ke Surabaya. Banyak hal yang tidak terduga dan nampaknya seperti kejutan. Salah satu dari kejutan tersebut adalah bertemu dengan Ibu Ummu Iffah yang merupakan istri dari guru kami Ustadz Khotib dan dosen AFI UIN SATU. Saya sedikit kaget dengan beliau karena memang sejak awal belum pernah bertemu. Selanjutnya yang ngeri sedap adalah pertemuan dengan Gus Rofiq alias Dr Ainur Rofiq Al Amin.

Sebenarnya saya tidak kenal Gus Rofiq secara personal di ruang offline. Akan tetapi takdir mempertemukan kami di ruang singkat ketika saya menunggu Pak Fauzan ujian proposal disertasi. Pada pertemuan itu Gus Rofiq bilang begini, "Cah HTI ndi iki?". Saya langsung menyanggahnya dan mengatakan, "Sanes lho Gus, kulo niki lare IPNU". Lalu saya pun meminta foto dengan beliau. Saya baru ingat bahwa Gus Rofiq adalah dosen pemikiran politik Islam UINSA Surabaya dan UNWAHA Jombang bersama istrinya Nyai Umi Chaidaroh binti KH. Sholeh Abdul Hamid. Gus Rofiq yang berasal dari Nganjuk dan juga adik kandung dari Prof Ahmad Zahro UINSA.

Gus Rofiq seperti sudah saya kenal sejak lama yaitu melalui akun Facebook. Beliau merupakan aktivis HTI yang keluar lalu bergabung kembali dengan NU. Aktivitas HTInya beliau peroleh ketika kuliah di Fakultas Hukum Universitas Airlangga sekitar tahun 1992. Beliau kini menjadi pengasuh Ribath Al Hadi 2 Tambakberas Jombang. Ya, Gus Rofiq masih tercatat sebagai pemangku pesantren dan pengurus NU.

Walaupun ini kali pertama saya bertemu beliau akan tetapi pertemuan lewat tulisan sudah lama berlangsung. Tulisan beliau yang kadang mampang di Jawa Pos tak luput saya baca. Tidak hanya itu beliau juga bagian dari tim penyusun buku Tambakberas Menilik Sejarah, Memetik Uswah. Buku yang beberapa kali saya tahu selalu di bawa oleh Nyai Khalimatus Sa'diyah (Bu Ima). Dan Bu Ima adalah dosen pembimbing skripsi saya ketika S-1, beliau juga merupakan keturunan dari KH. Abdul Hamid Chasbullah.

Gus Rofiq juga merupakan sosok yang produktif menulis terutama di media online seperti Arrahim id, Alif id, Pesantren id, Jaringan Santri id dan di akun facebooknya. Beberapa buku karya Gus Rofiq sudah diterbitkan di antaranya Khilafah HTI dalam Timbangan, Membongkar Proyek Khilafah, Proyek Khilafah dalam Tinjauan Kritis, Kontranarasi Melawan Kaum Khilafers dll. Dari beberapa judul buku tersebut tentu saya jadi merasa perlu menggelari beliau Guru Besar Khilafers. Seorang yang ahli kubu sebelah dan kini terus bicara bagaimana mengatasi radikalisme yang disebarkannya.

Satu lagi yang saya tahu dari Gus Rofiq, beliau juga merupakan salah satu dari narasumber utama objek penelitian tesis teman saya Mas Iqbal Ibun. Bersama Gus David, Kiai Ma'ruf Khozin dan Gus Abdul Wahab Ahmad, Gus Rofiq diwawancarai seputar "Moderasi di Ruang Digital" dan saya membahasakan dengan penelitian mengenai Pendekar Medsos. Gus Rofiq yang seorang pendekar itu memang sangat aktif tidak hanya di ruang nyata tapi juga maya.

Sosok yang selalu pakai blangkon itu memang sangat menggeluti dunia pesantren khususnya amalan ilmu hikmah dan hizib. Ya, beliau saat ini sedang mengumpulkan ijazah doa dan hizib dari Mbah Wahab dan kolega. Bagi Gus Rofiq semua yang dilakukannya tak lain bagian dari perkhidmatan. Demikianlah pertemuan singkat saya dengan Gus Rofiq, semoga bisa dipertemukan kembali. Saya berdoa esok kapan waktunya saya bisa menjadi mahasiswa beliau.[]

the woks institute l rumah peradaban 6/3/23

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun...

Pecinta Amatiran

Woko Utoro  Kiai M. Faizi pernah ditanya apa yang ingin beliau lakukan setelah memahami sastra. Kata beliau, "Saya ingin menjadi amatir". Bagi Kiai M. Faizi menjadi amatir berarti tidak akan disebut mahir. Orang amatir akan selalu dianggap masih belajar. Orang belajar bisa saja salah. Walaupun begitu salah dalam belajar akan disebut wajar. Berbeda lagi ketika orang disebut mampu alias mumpuni. Masyarakat menganggap jika orang ahli bahkan profesional haruslah perfect. Mereka selalu dianggap tak pernah salah. Dan memang sesuai dengan pikiran kebanyakan orang jika sempurna itu harus tanpa noda. Akibat stigma ahli dan profesional masyarakat berespektasi harus sempurna. Masyarakat lupa bahwa setiap orang tidak bisa menghindar dari celah. Dalam arti bahwa setiap orang bisa saja pernah salah. Soal ini tentu yang terbaru adalah kasus Gus Miftah. Kasus Gus Miftah dianggap menghina pedagang es teh karena umpatan gobloknya menjadi viral. Pertanyaan kita mengapa netizen selalu brutal dal...

Zakat Sebagai Sarana Ritual dan Kesehatan

Woks Secara bahasa zakat berarti suci, berkembang, dan berkah. Dalam istilah fikih zakat berarti harta yang wajib dikeluarkan dari kepemilikan orang-orang kaya untuk disampaikan kepada yang berhak menerimanya dengan aturan syariat. Dalam agama apapun zakat telah disyariatkan walaupun cara dan subjek wajib zakatnya sedikit berbeda. (Syahruddin, 2014:73) Sebagaimana yang tercatat dalam sejarah, zakat baru disyariatkan pada tahun kedua Hijriyah walau dalam al Qur'an telah dijelaskan sebelum Islam datang, umat-umat terdahulu juga telah mengenal zakat. Setiap Nabi memiliki cara zakatnya tersendiri seperti zaman Nabi Musa yang memerintahkan menzakati hewan ternak seperti unta, kambing dan lembu. Bahkan Nabi Musa juga pernah meminta agar Qorun mengeluarkan zakatnya. Zaman Nabi Isa pun tak jauh berbeda yaitu meminta orang-orang yang kaya untuk mengeluarkan zakatnya kepada yang miskin. Saat ini kita masih mengikuti syariat zakat yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw dengan penje...